CATATAN KECIL HENDRI KUSTIAN
Akhir minggu lalu (27/09) perhatian pecinta bulutangkis Indonesia tertuju pada penampilan pemain-pemain Indonesia yang tampil di Japan Open Superseries. Dahaga gelar juara superseries selepas Nova Widianto/Lilyana Natsir menjuarai Malaysia Open Superseries bulan Januari lalu akhirnya terobati pada Japan Open Superseries ini. Pasangan Markis Kido/Hendra Setiawan menyiram dahaga itu dengan gelar juara ganda putra. Apresiasi juga layak disematkan pada pasangan Rian Sukmawan/Yonathan Suryatama yang berhasil menembus final setelah menaklukkan juara dunia 2005, Tony Gunawan/Howard Bach (USA) di semifinal. Demikian halnya dengan Simon Santoso yang walaupun kalah dari Taufik Hidayat di semifinal tetapi sebelumnya mampu menundukkan pemain peringkat satu dunia Lee Chong Wei (MAS). Pencapaian ini menjadi sinyal bahwa Indonesia masih ada di tataran bulutangkis dunia walaupun tidak sehebat masa jaya-nya.
Berbicara eksistensi Indonesia maka marilah kita melirik ke sebuah turnamen kecil di daratan Eropa, Czech International 2009. Turnamen yang finalnya berlangsung pada hari yang sama dengan final Japan Open ini telah mengantarkan Indonesia merebut satu gelar juara melalui Indra Viki Okvana/Gustiani Megawati dinomor ganda campuran. Pasangan ini berhasil menundukkan seterunya Mads Conrad Petersen/Anne Skelbaek dari Denmark dengan skor 21-11, dan 21-13. Sekeping gelar juara turnamen kecil sekelas 'International Series' memang tidak menggaung beritanya tetapi yang patut dicatat bahwa mereka juara bukan dikirim oleh naungan pebulutangkis Indonesia, PBSI. Mereka bermain di Eropa dengan perjuangan sendiri dalam meniti karir sekaligus membawa nama Indonesia. Apalagi kedua pemain ini bukanlah pemain yang sudah terkenal yang menarik sponsor-sponsor besar untuk membiayai tur-nya.
Hal menarik juga dari turnamen ini adalah serbuan nama-nama Indonesia yang tetap berbendera Indonesia atau negara asal klub yang dibelanya. Dari nomor tunggal putra terdapat nama juara Asia Yunior 2001, Ardiansyah yang kandas dibabak kualifikasi. Dari babak utama ada nama Wisnu Haryo putro yang membela Italia yang bertahan sampai babak kedua. Terdapat pula nama Rizky Kurniawan yang meskipun tetap menggunakan bendera Indonesia tetapi berpasangan dengan pemain tuan rumah Ceko, Alzbeta Basova di ganda campuran dan pemain Denmark Tore Vilhemsen di sektor ganda putra.
Nama-nama pemain diatas menambah daftar pemain Indonesia yang lebih dulu berlaga baik untuk klub maupun negara Eropa. George Rimarcdi merupakan salah satu pemain Indonesia yang sukses menjadi juara nasional Swedia tahun 2006 dan Vidre Wibowo runner-up kejuaraan nasional Swedia tahun 2005. Dari negeri kincir angin, Belanda tercatat keturunan Indonesia, Dicky Palyama yang menjuarai kejurnas negeri setempat dari tahun 2005 sampai 2008. Ditambah lagi mantan bintang Indonesia, Mia Audina yang juara nasional Belanda 2006 ini telah menyumbangkan prestasi Internasional buat negara barunya termasuk medali perak Olimpiade 2004. Perancis memiliki Weny Rahmawati yang menjadi juara nasional Parancis dari sektor ganda putri tahun 2005 dan 2007 serta ganda campuran 2005. Pemain-pemain lainnya yang sempat membela negara Eropa antara lain pasangan Flandy Limpele/Eng Hian (Inggris), Darma Gunawi (Jerman), Ruben Gordown Khosadalina (Spanyol), Stenny Kusuma (Spanyol), Cynthia Tuwankota (Swiss) dan Yohannes Hogianto (Swiss). Bahkan nama terakhir menemukan tambatan hatinya dari gadis asli Swiss seperti yang termuat dalam profilnya di Majalah Jurnal Bulutangkis edisi ketiga.
Bukan hanya benua Eropa saja yang tertarik menggunakan jasa pemain Indonesia. Benua Amerika terutama Amerika Serikat bahkan meraih juara dunia melalui sabetan tangan seorang Tony Gunawan. Selain Tony, masih ada pemain lain yang membela negara paman Sam tersebut diantaranya Halim Haryanto, Chandra Kowi dan Mona Santoso. Singapura merupakan negara tetangga yang paling getol menarik pemain Indonesia. Singapura dibela pemain sekelas Ronald Susilo, Hendri Kurniawan, Hendra Saputra, Sari Shinta Mulia sampai pemain yunior, Ivannaldy Febrian. Sebenarnya pemain Indonesia yang telah memperkuat Singapura jauh lebih banyak tetapi sebagian memilih pulang kampung karena keharusan memilih kewarganegaraan yang ditetapkan pemerintah Singapura padahal sebelumnya cukup dengan status 'permanent resident'. Sementara itu mantan pemain nasional Minarti Timur memilih melanjutkan karirnya di Pilipina, sedangkan Yohan Hadikusuma masih aktif membela Hongkong.
Petualangan pemain-pemain Indonesia menunjukkan citra sebagai negara bulutangkis yang mempunyai dua sisi positif dan negatif. Sisi positifnya adalah menunjukkan eksistensi Indonesia sebagai negara bulutangkis semakin diakui. Tetapi dapat sisi negatifnya terdapat gejala pemain-pemain yunior potensial ikut dilirik negara lain yang tentunya mengurangi bibit-bibit bintang masa depan Indonesia. Disinilah perlu kejelian dari kompenen bulutangkis untuk mencermati baik buruknya eksodus pemain untuk perkembangn bulutangkis Indonesia di masa depan.
Sebagai kalimat penutup bahwa keberhasilan Markis Kido/Hendra Setiawan menunjukkan Indonesia masih ada, sementara banyaknya eksodus pemain keluar negeri menunjukkan Indonesia ada dimana-mana. Semoga kedua peristiwa akan membawa bulutangkis Indonesia selalu berjaya.
Hendri Kustian (hendri_kustian@yahoo.com)
Kolomnis 'Majalah Jurnal Bulutangkis'
Tuesday, September 29, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment