Minggu ini perhatian pecandu bulutangkis tertuju kepada negeri kincir angin Belanda. Turnamen bulutangkis Belanda Terbuka yang digelar merupakan salah satu turnamen bulutangkis klasik. Turnamen ini sudah berlangsung sejak tahun 1932. Ini berarti salah satu turnamen bulutangkis tertua di dunia yang hanya kalah tua dari turnamen All England dan Perancis Terbuka.
Bagi Indonesia, turnamen Belanda Terbuka merupakan sejarah tersendiri. Dimana salah satu gelar Internasional Pertama Indonesia dicatat pada turnamen ini. Pemain legendaris Indonesia, Ferry Sonneville menjadi juara tunggal putra Belanda Terbuka tahun 1956. Sebelumnya Ferry merupakan juara Malaya Open 1955. Bandingkan dengan gelar pertama kali di Perancis Terbuka tahun 1957 dan Jerman Terbuka tahun 1958 oleh pemain yang sama atau gelar All England pertama oleh legendaris lainnya, Tan Joe Hoek 1959. Turnamen klasik lainnya, baru mencatatkan Indonesia sebagai juara di era 70-an. Rudy Hartono merupakan pemain Indonesia pertama juara Denmark Terbuka tahun 1970. Sedangkan di Swedia Terbuka, Indonesia meraih juara pertama kali tahun 1977 melalui Liem Swie King dan pasangan Christian Hadinata / Ade Chandra.
Indonesia yang pernah mengalami masa kelam sebagai kolonial Belanda berhasil menunjukkan prestasi lebih baik di negeri kincir angin tersebut. Ferry Sonneville bukan hanya mencatatkan diri sebagai pemain pertama Indonesia di Belanda Terbuka tetapi juga penyumbang gelar terbanyak buat Indonesia. Ferry meraup juara tahun 1956, 1958, 1960, 1961 dan 1962. Setelah itu, Indonesia meraih juara lagi pada era 80-an melalui pemain tunggal putri Sarwendah Kusuma Wardhani 1987. Sarwendah mengulangi prestasinya sebanyak dua kali tahun 1991-1992. Pemain tunggal putri Indonesia lainnya yang pernah juara Belanda Terbuka adalah Minarti Timur (1990), Susi Susanti (1993) dan Firdasari Andrianti (2006). Sedangkan untuk tunggal putra, keperkasaan Indonesia ditunjukkan oleh Alan Budi Kusuma (1989) dan Hermawan Susanto (1990, 1992). Nomor ganda menyumbang juara melalui Eddy Hartono / Gunawan (1989, 1991), Eddy Hartono / Verawati (1989), Finarsih / Lili Tampi (1992), Denny Kantono / Antonius (1994), Halim Haryanto / Sigit Budiato (2000), Rian Sukmawan / Eng Hian (2006), Endang N / Rani Mundiasti (2006) dan Rian Sukmawan / Yonathan S (2007). Jadi secara total sejak 1932, Indonesia telah meraih 22 gelar juara.
Tuan rumah Belanda justru jarang berpesta di negeri sendiri. Dengan hanya memperoleh sepuluh gelar sejak 1932 merupakan prestasi yang tidak terlalu bagus bagi mereka. Bahkan tiga dari sepuluh gelar tersebut disumbangkan pemain asal Indonesia, Mia Audina. Mia menjuarai nomor tunggal putri tahun 2001-2002 dan ganda putri 2005 bersama Lotte Bruil. Satu gelar juga dipersembahkan pemain imigrannya setelah pemain asal China Yao Jie juara tahun 2003. Enam gelar lainnya diperoleh dari EH Den Hoed Jr (1936), Joke Van Beusekom / Marjan Ridder (1977), Gillian Gilks, ENG / Marjan Ridden (1979), Eline Coone (1989) dan Eline Coone / Erica Van Heuvel (1996).
Perbandingan Indonesia dan Belanda dalam turnamen klasik ini menunjukkan Indonesia mampu lebih maju dari negara yang pernah menjajahnya. Alangkah bangga-nya bangsa ini bila terus menunjukkan prestasi seperti ini. Bahkan prestasi ini seharusnya menginspirasi anak bangsa untuk lebih maju pada bidang-bidang lainnya selain olahraga bulutangkis.
Published :
www.bulutangkis.com (14 Oktober 2008)
www.badminton-indonesia.com (14 Oktober 2008)
Ditulis Oleh : Hendri Kustian
Email : hendri_kustian@yahoo.com
Artikel Bulutangkis : http://kolombulutangkis.blogspot.com/
Catatan bulutangkis : http://catatanbulutangkis.blogspot.com/
Tuesday, October 21, 2008
Wednesday, October 8, 2008
Kiprah Generasi Baru Pasca Olimpiade
Written by Hendri Kustian (Email : hendri_kustian@yahoo.com)
Olimpiade sering kali dianggap sebagai puncak prestasi pebulutangkis dunia. Kebanggaan akan perolehan emas olimpiade merupakan medali yang paling diidamkan. Ketika olimpiade baru saja berakhir, negara-negara bulutangkis sudah mulai berpikir ajang berikutnya yang masih empat tahun lagi. Wujud dari persiapan itu terlihat dengan didorongnya regenerasi pada setiap negara. Pasca Olimpide diselenggarakan lima turnamen besar secara berturutan mulai dari GPG Thaiwan Open, Jepang SS, China Master SS dan dua turnamen secara bersamaan GPG Macau Open dan GP Bitburger Open. Dalam lima turnamen ini terlihat berbagai perubahan dan strategi dari berbagai negara. Generasi baru tampak mulai terbangun dari hasil kelima turnamen tersebut
Para juara dunia yunior dan Asia Yunior 2005 - 2007 mulai muncul ke permukaan. China merupakan negara terdepan dalam memunculkan generasi baru tersebut. Prestasi yang paling fenomenal ditunjukkan oleh pasangan ganda putri Cheng Su / Zhao Yunlei dengan menciptakan hatrik pada tiga turnamen yaitu Jepang Terbuka, China Master dan Macau Terbuka. Padahal pasangan ini sudah lama tidak membukukan prestasi maksimal. Terakhir mereka mencatat poin turnamen BWF pada November tahun lalu saat masuk babak pertama China Terbuka. Cheng Su merupakan juara ganda putri yunior Asia 2005 yang berpasangan dengan rekannnya Liao Jingmei. Sedangkan Zhao Yunlei adalah juara ganda putri yunior Asia 2004 bersama Ding Jiao. Jejak Cheng Su / Zhao Yunlei diikuti oleh yunior mereka Ma Jin / Wang Xiaoli. Juara Asia Yunior dan dunia Yunior 2006 tersebut mencatat prestasi yang baik dengan melaju ke babak final Macau Open
Kekuatan generasi baru China juga ditunjukkan pemain tunggal putri-nya. Andalan mereka adalah juara Asia dan dunia yunior 2006, Wang Yihan dan juara Asia Yunior 2005, Wang Lin. Wang Yihan berhasil meraih juara turnamen Superseries pertama nya di Jepang. Perjalanan Wang Yihan menuju tangga juara ditandai dengan menaklukkan pemain yang sering menjadi momok para pemain China, Tine Rasmussen (Denmark) serta pemain berpengalaman, Zhou Mi (Hongkong). Pemain lainnya Wang Lin, meskipun tidak tampil sebagai juara tetapi berhasil meraih finalis pertama-nya pada turnamen superseries di China Master.
Pada bagian putra, China berhasil mengangkat prestasi pasangan Xu Chen / Sun Jungjie menjadi finalis China Master. Meskipun mereka belum bisa menembus pasangan terbaik dunia Markis Kido / Hendra Setiawan tetapi mereka menaklukkan tiga besar dunia lainnya, Fu Haifeng / Cai Yun dan Koo Kean Kiat / Tan Boon Heong. Bahkan Xu Cheng juga bermain baik di nomor ganda campuran berpasangan dengan Zhao Yunlei menjadi juara Macau Terbuka.
Negara produsen raket Yonex, Jepang mengandalkan generasi baru-nya juara Asia Yunior 2006 Kenichi Tago. Pemain ulet ini terus dimatangkan dalam berbagai turnamen. Tago berhasil menembus semifinal turnamen Superseries untuk kedua kalinya di Jepang Terbuka. Sebelumnya bulan Juni lalu, Tago juga menembus semifinal Indonesia Terbuka. Prestasi yang dibuat juara Asia Yunior 2006 ini lebih baik ketimbang juara dunia yunior 2006, Hong Ji Hoon (Korea). Hoon langsung kandas dibabak pertama baik di GPG Taepei Terbuka maupun Jepang Terbuka.
Korea sendiri sebenarnya sudah cukup berhasil dengan generasi baru nya Lee Young Dae. Young Dae yang dipasangkan dengan senior-seniornya sudah lebih dulu menembus level atas dunia baik diganda putra maupun campuran. Bahkan di usia yang sangat muda, emas Olimpiade sudah digengamnya. Young Dae merupakan juara Asia Yunior 2005-2006 dan dunia yunior 2006 yang berpasangan dengan Gun Woo Choo pada ganda putra. Pada Campuran Yong Dae merebut juara Asia 2005 bersama Ha Jeung Eun dan berpasangan dengan Yoo Hyun Young memegang juara Asia dan dunia yunior 2006 . Prestasi Young Dae di level senior belum mampu diikuti oleh rekan-rekan seangkatannya. Pada turnamen pasca Olimpiade ini, mantan pasangan Young Dae, Choo Gun Woo hanya bertahan dibabak kedua Jepang Terbuka bersama Yeon Seong Yoo (ganda putra) dan perempat final besama Ha Jung Eun (ganda campuran). Prestasi lebih baik dicatat Yeon Seong Yo / Kim Min Jung yang menembus semifinal ganda campuran Jepang Terbuka.
Negeri jiran Malaysia belum terlihat memuncul prestasi generasi barunya. Padahal Malaysia memiliki juara dunia yunior ganda campuran 2007, Kim Wah Lim / Hui Ling Ng dan juara Asia yunior ganda campuran 2007 Tan Wee Kiong / Woon Khe Wei. Tan / Woon hanya bertahan dibabak kedua Taepei Terbuka. Demikian juga ketika pertukaran pasangan saat Kim Wah Lim bersama Woon Khe Wei maupun Hui Ling Ng bersama seniornya Koo Kean Keat yang tampil di Macau Terbuka. Satu-satunya kebanggaan Malaysia diperoleh Woon Khe Wei / Hui Ling Ng yang berhasil menembus semifinal ganda putri Macau Terbuka.
Bagaimana dengan generasi baru Indonesia?
Pada empat turnamen pasca Olimpiade ini dimanfaatkan untuk mencoba pasangan-pasangan baru dinomor ganda putri dan campuran serta memaksimalkan kemampuan stok yang ada. Kebangkitan stok lama seperti Simon Santoso, Sony Dwi Kuncoro, Devin Lahardi, Lita Nurlita dan M. Rizal menjadi harapan tersendiri bagi Indonesia. Pemain-pemain tersebut mampu meraih gelar-gelar juara yang mereka dambakan. Keberhasilan pemain senior ini juga mulai diikuti oleh generasi baru lainnya. Juara ganda putra Indonesia Open Yunior 2005 Bona Septano / M. Ahsan menunjukkan prestasi mengesankan dengan menjadi finalis Jepang Terbuka. Apalagi mereka mampu menundukkan pemegang juara Superseries Singapura dan Indonesia terbuka, M Zakri / M Tazari. Generasi dibawahnya, Fernando Kurniawan yang merupakan juara Indonesia Open Yunior 2007 bersama Subakti mulai unjuk gigi. Dengan pasangan baru-nya Lingga Lie, Fernando berhasil menembus Semifinal Macau Open. Prestasi yang bagus juga diperoleh pemain tunggal putri, Pia Zebadiah yang tampil sebagai semifinalis taepei terbuka. Kabar paling anyar ketika pemain muda klub Djarum Kudus, Maria Febe Kususmastuti menjuarai GP pertama-nya di Bitburger Terbuka. Secara umum, generasi baru China memang lebih unggul dari negara lainnya sejauh ini. Namun keberhasilan skuat senior Indonesia yang didukung mulai berprestasinya para yunior merupakan sinyal positif perbulutangkisan Indonesia.
Published :
www.bulutangkis.com (06 Oktober 2008)
www.badminton-indonesia.com (06 Oktober 2008)
Olimpiade sering kali dianggap sebagai puncak prestasi pebulutangkis dunia. Kebanggaan akan perolehan emas olimpiade merupakan medali yang paling diidamkan. Ketika olimpiade baru saja berakhir, negara-negara bulutangkis sudah mulai berpikir ajang berikutnya yang masih empat tahun lagi. Wujud dari persiapan itu terlihat dengan didorongnya regenerasi pada setiap negara. Pasca Olimpide diselenggarakan lima turnamen besar secara berturutan mulai dari GPG Thaiwan Open, Jepang SS, China Master SS dan dua turnamen secara bersamaan GPG Macau Open dan GP Bitburger Open. Dalam lima turnamen ini terlihat berbagai perubahan dan strategi dari berbagai negara. Generasi baru tampak mulai terbangun dari hasil kelima turnamen tersebut
Para juara dunia yunior dan Asia Yunior 2005 - 2007 mulai muncul ke permukaan. China merupakan negara terdepan dalam memunculkan generasi baru tersebut. Prestasi yang paling fenomenal ditunjukkan oleh pasangan ganda putri Cheng Su / Zhao Yunlei dengan menciptakan hatrik pada tiga turnamen yaitu Jepang Terbuka, China Master dan Macau Terbuka. Padahal pasangan ini sudah lama tidak membukukan prestasi maksimal. Terakhir mereka mencatat poin turnamen BWF pada November tahun lalu saat masuk babak pertama China Terbuka. Cheng Su merupakan juara ganda putri yunior Asia 2005 yang berpasangan dengan rekannnya Liao Jingmei. Sedangkan Zhao Yunlei adalah juara ganda putri yunior Asia 2004 bersama Ding Jiao. Jejak Cheng Su / Zhao Yunlei diikuti oleh yunior mereka Ma Jin / Wang Xiaoli. Juara Asia Yunior dan dunia Yunior 2006 tersebut mencatat prestasi yang baik dengan melaju ke babak final Macau Open
Kekuatan generasi baru China juga ditunjukkan pemain tunggal putri-nya. Andalan mereka adalah juara Asia dan dunia yunior 2006, Wang Yihan dan juara Asia Yunior 2005, Wang Lin. Wang Yihan berhasil meraih juara turnamen Superseries pertama nya di Jepang. Perjalanan Wang Yihan menuju tangga juara ditandai dengan menaklukkan pemain yang sering menjadi momok para pemain China, Tine Rasmussen (Denmark) serta pemain berpengalaman, Zhou Mi (Hongkong). Pemain lainnya Wang Lin, meskipun tidak tampil sebagai juara tetapi berhasil meraih finalis pertama-nya pada turnamen superseries di China Master.
Pada bagian putra, China berhasil mengangkat prestasi pasangan Xu Chen / Sun Jungjie menjadi finalis China Master. Meskipun mereka belum bisa menembus pasangan terbaik dunia Markis Kido / Hendra Setiawan tetapi mereka menaklukkan tiga besar dunia lainnya, Fu Haifeng / Cai Yun dan Koo Kean Kiat / Tan Boon Heong. Bahkan Xu Cheng juga bermain baik di nomor ganda campuran berpasangan dengan Zhao Yunlei menjadi juara Macau Terbuka.
Negara produsen raket Yonex, Jepang mengandalkan generasi baru-nya juara Asia Yunior 2006 Kenichi Tago. Pemain ulet ini terus dimatangkan dalam berbagai turnamen. Tago berhasil menembus semifinal turnamen Superseries untuk kedua kalinya di Jepang Terbuka. Sebelumnya bulan Juni lalu, Tago juga menembus semifinal Indonesia Terbuka. Prestasi yang dibuat juara Asia Yunior 2006 ini lebih baik ketimbang juara dunia yunior 2006, Hong Ji Hoon (Korea). Hoon langsung kandas dibabak pertama baik di GPG Taepei Terbuka maupun Jepang Terbuka.
Korea sendiri sebenarnya sudah cukup berhasil dengan generasi baru nya Lee Young Dae. Young Dae yang dipasangkan dengan senior-seniornya sudah lebih dulu menembus level atas dunia baik diganda putra maupun campuran. Bahkan di usia yang sangat muda, emas Olimpiade sudah digengamnya. Young Dae merupakan juara Asia Yunior 2005-2006 dan dunia yunior 2006 yang berpasangan dengan Gun Woo Choo pada ganda putra. Pada Campuran Yong Dae merebut juara Asia 2005 bersama Ha Jeung Eun dan berpasangan dengan Yoo Hyun Young memegang juara Asia dan dunia yunior 2006 . Prestasi Young Dae di level senior belum mampu diikuti oleh rekan-rekan seangkatannya. Pada turnamen pasca Olimpiade ini, mantan pasangan Young Dae, Choo Gun Woo hanya bertahan dibabak kedua Jepang Terbuka bersama Yeon Seong Yoo (ganda putra) dan perempat final besama Ha Jung Eun (ganda campuran). Prestasi lebih baik dicatat Yeon Seong Yo / Kim Min Jung yang menembus semifinal ganda campuran Jepang Terbuka.
Negeri jiran Malaysia belum terlihat memuncul prestasi generasi barunya. Padahal Malaysia memiliki juara dunia yunior ganda campuran 2007, Kim Wah Lim / Hui Ling Ng dan juara Asia yunior ganda campuran 2007 Tan Wee Kiong / Woon Khe Wei. Tan / Woon hanya bertahan dibabak kedua Taepei Terbuka. Demikian juga ketika pertukaran pasangan saat Kim Wah Lim bersama Woon Khe Wei maupun Hui Ling Ng bersama seniornya Koo Kean Keat yang tampil di Macau Terbuka. Satu-satunya kebanggaan Malaysia diperoleh Woon Khe Wei / Hui Ling Ng yang berhasil menembus semifinal ganda putri Macau Terbuka.
Bagaimana dengan generasi baru Indonesia?
Pada empat turnamen pasca Olimpiade ini dimanfaatkan untuk mencoba pasangan-pasangan baru dinomor ganda putri dan campuran serta memaksimalkan kemampuan stok yang ada. Kebangkitan stok lama seperti Simon Santoso, Sony Dwi Kuncoro, Devin Lahardi, Lita Nurlita dan M. Rizal menjadi harapan tersendiri bagi Indonesia. Pemain-pemain tersebut mampu meraih gelar-gelar juara yang mereka dambakan. Keberhasilan pemain senior ini juga mulai diikuti oleh generasi baru lainnya. Juara ganda putra Indonesia Open Yunior 2005 Bona Septano / M. Ahsan menunjukkan prestasi mengesankan dengan menjadi finalis Jepang Terbuka. Apalagi mereka mampu menundukkan pemegang juara Superseries Singapura dan Indonesia terbuka, M Zakri / M Tazari. Generasi dibawahnya, Fernando Kurniawan yang merupakan juara Indonesia Open Yunior 2007 bersama Subakti mulai unjuk gigi. Dengan pasangan baru-nya Lingga Lie, Fernando berhasil menembus Semifinal Macau Open. Prestasi yang bagus juga diperoleh pemain tunggal putri, Pia Zebadiah yang tampil sebagai semifinalis taepei terbuka. Kabar paling anyar ketika pemain muda klub Djarum Kudus, Maria Febe Kususmastuti menjuarai GP pertama-nya di Bitburger Terbuka. Secara umum, generasi baru China memang lebih unggul dari negara lainnya sejauh ini. Namun keberhasilan skuat senior Indonesia yang didukung mulai berprestasinya para yunior merupakan sinyal positif perbulutangkisan Indonesia.
Published :
www.bulutangkis.com (06 Oktober 2008)
www.badminton-indonesia.com (06 Oktober 2008)
TURNAMEN MASTER DALAM BULUTANGKIS INTERNASIONAL
Written by Hendri Kustian (Email : hendri_kustian@yahoo.com)
Menjelang turnamen China Master 2008, forum-forum diskusi bulutangkis dihangatkan dengan perbincangan mengenai sepinya pemain yang ambil bagian. Sebagai bagian turnamen superseries yang biasanya diserbu para atlet bulutangkis karena memberikan hadiah dan poin peringkat yang besar maka kurangnya peserta menjadi keanehan tersendiri. Sebagai contoh nomor tunggal putri memberikan 11 kemenangan bye pada babak 32 besar. Ini berarti hanya dilaksanakan lima dari seharusnya 16 pertandingan yang dimainkan babak pertama. Sedangkan nomor ganda putra memberikan 13 kemenangan bye atau hanya memainkan 3 partai. Bahkan untuk nomor ganda putri tidak memainkan babak 32 besar seperti layaknya sebuah turnamen superseries lainnya. Semua pemain langsung memainkan babak 16 besar, bahkan itupun cuma 2 partai. Berarti terdapat enam pasangan ganda putri yang langsung memasuki babak perempatfinal. Dengan kata lain jika dibandingkan dengan superseries normal maka keenam pasang tersebut mendapat kemenangan bye dua kali. Hampir serupa terjadi dinomor ganda campuran. Pemain langsung memasuki babak 16 besar, bedanya yang langsung ke perempatfinal hanya unggulan pertama dan kedua.
Melihat kondisi tersebut sangatlah aneh apalagi untuk nomor ganda putri, China merupakan gudangnya atlet. Mengapa China tidak mengisi tempat yang kosong dengan pemain yunior yang berperingkat diatas 100 besar dunia. Bukankah hal itu pernah dilakukan Indonesia pada Indonesia Superseries. Jawabannya ternyata karena label Master yang menjadi ikon turnamen ini diperuntukkan hanya pemain dengan peringkat yang terbaik. Sayangnya pemain terbaik yang diharapkan datang tersebut berhalangan hadir.
Melihat pada penyelenggaraan tahun-tahun sebelumnya, China Master dihadiri pemain sesuai harapan. Turnamen ini sendiri sudah dilaksanakan sejak tahun 2005. Pada tahun 2006, China Master memang hanya diikuti delapan pemain atau pasangan pada masing-masing nomor. Pada tahun 2007 mengalami perubahan dengan 32 pemain pada babak utama mengikuti standar Superseries. Dengan ada nya kondisi seperti tahun ini maka BWF sebaiknya mere-posisi kembali China master. Dimana saat BWF kesulitan menggelar turnamen antar pemain terbaik yaitu final superseries maka lebih baik memaksimalkan turnamen seperti China Master. Turnamen ini bisa digeser ke bulan Desember sedangkan turnamen China Open dimajukan pada bulan September. Dengan solusi ini maka turnamen China Master tidak kehilangan gengsinya dan BWF tidak kesulitan menggelar turnamen buat delapan pemain atau pasangan terbaik sepanjang superseries atau superseries final.
Disamping reposisi China Master, BWF juga perlu mendefinisikan ulang istilah turnamen master. Selain China Master, Denmark menggelar Kopenhagen Master sejak 1993. Turnamen ini mempunyai keunikan karena hanya menggelar tiga nomor pertandingan. Nomor tunggal putra dan ganda putra selalu dimainkan. Sedangkan satu nomor lagi berganti-ganti antara tunggal putri dan ganda campuran. Hanya pemain yang diundang yang bisa tampil diturnamen tersebut.
Indonesia pernah menggelar Batam Master tahun 2003 dimana memainkan dua nomor tunggal dan ganda putra. Taufik Hidayat dan pasangan Chandra Wijaya / Sigit Budiarto menjadi kampium. Sementara itu Malaysia pernah menggelar Ipoh Master tahun 1999 yang dijuarai Peter Gade Christiansen dan pasangan Chandra / Sigit. Berbeda dengan Kopenhagen yang konsisten dengan turnamennya, sedangkan Batam dan Ipoh sudah tidak pernah terdengar lagi.
Turnamen dengan label Master akan selalu menjadi tanda tanya dimata penggemar bulutangkis. BWF sebaiknya segera memberikan regulasi yang baku sebagai panduan terutama adanya dua jenis turnamen master yaitu superseries dan invitational. Minimal BWF bisa memberikan definisi yang jelas bedanya label turnamen "master" dan turnamen "open" . Kemajuan dalam mecermati regulasi tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan bagi kemajuan bulutangkis itu sendiri.
Published :
www.bulutangkis.com (18 September 2008)
www.badminton-indonesia.com (18 September 2008)
Menjelang turnamen China Master 2008, forum-forum diskusi bulutangkis dihangatkan dengan perbincangan mengenai sepinya pemain yang ambil bagian. Sebagai bagian turnamen superseries yang biasanya diserbu para atlet bulutangkis karena memberikan hadiah dan poin peringkat yang besar maka kurangnya peserta menjadi keanehan tersendiri. Sebagai contoh nomor tunggal putri memberikan 11 kemenangan bye pada babak 32 besar. Ini berarti hanya dilaksanakan lima dari seharusnya 16 pertandingan yang dimainkan babak pertama. Sedangkan nomor ganda putra memberikan 13 kemenangan bye atau hanya memainkan 3 partai. Bahkan untuk nomor ganda putri tidak memainkan babak 32 besar seperti layaknya sebuah turnamen superseries lainnya. Semua pemain langsung memainkan babak 16 besar, bahkan itupun cuma 2 partai. Berarti terdapat enam pasangan ganda putri yang langsung memasuki babak perempatfinal. Dengan kata lain jika dibandingkan dengan superseries normal maka keenam pasang tersebut mendapat kemenangan bye dua kali. Hampir serupa terjadi dinomor ganda campuran. Pemain langsung memasuki babak 16 besar, bedanya yang langsung ke perempatfinal hanya unggulan pertama dan kedua.
Melihat kondisi tersebut sangatlah aneh apalagi untuk nomor ganda putri, China merupakan gudangnya atlet. Mengapa China tidak mengisi tempat yang kosong dengan pemain yunior yang berperingkat diatas 100 besar dunia. Bukankah hal itu pernah dilakukan Indonesia pada Indonesia Superseries. Jawabannya ternyata karena label Master yang menjadi ikon turnamen ini diperuntukkan hanya pemain dengan peringkat yang terbaik. Sayangnya pemain terbaik yang diharapkan datang tersebut berhalangan hadir.
Melihat pada penyelenggaraan tahun-tahun sebelumnya, China Master dihadiri pemain sesuai harapan. Turnamen ini sendiri sudah dilaksanakan sejak tahun 2005. Pada tahun 2006, China Master memang hanya diikuti delapan pemain atau pasangan pada masing-masing nomor. Pada tahun 2007 mengalami perubahan dengan 32 pemain pada babak utama mengikuti standar Superseries. Dengan ada nya kondisi seperti tahun ini maka BWF sebaiknya mere-posisi kembali China master. Dimana saat BWF kesulitan menggelar turnamen antar pemain terbaik yaitu final superseries maka lebih baik memaksimalkan turnamen seperti China Master. Turnamen ini bisa digeser ke bulan Desember sedangkan turnamen China Open dimajukan pada bulan September. Dengan solusi ini maka turnamen China Master tidak kehilangan gengsinya dan BWF tidak kesulitan menggelar turnamen buat delapan pemain atau pasangan terbaik sepanjang superseries atau superseries final.
Disamping reposisi China Master, BWF juga perlu mendefinisikan ulang istilah turnamen master. Selain China Master, Denmark menggelar Kopenhagen Master sejak 1993. Turnamen ini mempunyai keunikan karena hanya menggelar tiga nomor pertandingan. Nomor tunggal putra dan ganda putra selalu dimainkan. Sedangkan satu nomor lagi berganti-ganti antara tunggal putri dan ganda campuran. Hanya pemain yang diundang yang bisa tampil diturnamen tersebut.
Indonesia pernah menggelar Batam Master tahun 2003 dimana memainkan dua nomor tunggal dan ganda putra. Taufik Hidayat dan pasangan Chandra Wijaya / Sigit Budiarto menjadi kampium. Sementara itu Malaysia pernah menggelar Ipoh Master tahun 1999 yang dijuarai Peter Gade Christiansen dan pasangan Chandra / Sigit. Berbeda dengan Kopenhagen yang konsisten dengan turnamennya, sedangkan Batam dan Ipoh sudah tidak pernah terdengar lagi.
Turnamen dengan label Master akan selalu menjadi tanda tanya dimata penggemar bulutangkis. BWF sebaiknya segera memberikan regulasi yang baku sebagai panduan terutama adanya dua jenis turnamen master yaitu superseries dan invitational. Minimal BWF bisa memberikan definisi yang jelas bedanya label turnamen "master" dan turnamen "open" . Kemajuan dalam mecermati regulasi tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan bagi kemajuan bulutangkis itu sendiri.
Published :
www.bulutangkis.com (18 September 2008)
www.badminton-indonesia.com (18 September 2008)
USIA EMAS BISA TERLAMBAT
Written by Hendri Kustian (Email : hendri_kustian@yahoo.com)
Pada sebuah Talk show tentang kebangkitan bulutangkis Indonesia, pelatih Pelatnas Hendrawan mengingatkan publik untuk tidak mudah memvonis seorang atlet dianggap mentok prestasi. Hal ini berkaitan dengan prestasi tunggal putra, seperti Sony dan Simon yang belum menunjukkan prestasi besar. Hendrawan menyatakan bahwa kematangan seorang pemain pada usia berbeda-beda.
Kematangan seorang pemain yang lebih dikenal dengan usia emas dalam bulutangkis lazimnya sudah terlihat dari umur 19 sampai 23 tahun. Sebagai contoh pasangan Markis Kido / Hendra Setiawan sudah mampu meraih gelar turnamen sekelas Indonesia Open di umur 21 tahun dilanjutkan dengan juara dunia dua tahun berikutnya dan berlanjut ke emas Olimpiade. Seorang yang sangat berbakat seperti Taufik Hidayat sudah mampu merebut gelar Grand Prix pertama-nya diusia 17 tahun dan menjuarai Indonesia Open 1999 saat menginjak usia 18 tahun. Demikian halnya dengan Susi Susanti yang kelahiran 11 Februari 1971 berhasil meraih gelar dilevel senior pada tahun 1989 dengan menjuarai invitasi Piala Dunia dan Indonesia Open. Bahkan Mia Audina sudah memulai masa emasnya diumur 15 tahun ketika menjadi tulang punggung tim Uber Cup Indonesia.
Kebanyakan pemain besar dunia sudah mulai meraih prestasi tinggi sebelum usia 23 tahun. Fenomena tersebut menjadikan anggapan umum bahwa tidak berprestasi di usia-usia tersebut maka dikatakan pemain tersebut sudah mentok alias tidak mungkin berprestasi lebih tinggi lagi. Bahkan banyak pemain pelatnas harus terbuang atau memilih jalan lain karena mitos tersebut.
Mitos yang tercipta karena pengalaman masa lalu tidak bisa disalahkan. Tetapi tidak bisa menganggap semua pemain tidak berpotensi karena usia-nya tidak muda lagi. Hendrawan semasa menjadi pemain mengalami masa-masa sulit dalam mencetak prestasi Internasional. Hendrawan meraih gelar Grand Prix diatas bintang Empat pertama-nya pada usia 25 tahun saat Thailand Open 1997. Sedangkan gelar juara dunia diraih pada usia 29 tahun. "Kalau kondisi seperti pelatnas sekarang belum bisa berprestasi sebelum umur 25 pasti sudah dikeluarkan", Ungkap Hendrawan. Pada kesempatan yang sama, Joko Suprianto mengungkapkan hal serupa. Untungnya saat itu, Joko Suprianto bisa bertahan walaupun prestasinya telat dibandingkan rekan-rekannya seangkatannya seperti Ardi Wiranata, Alan Budi Kusuma dan Hermawan Susanto. Apalagi dibandingkan dengan rekannya yang lebih muda Hariyanto Arbi. Seandainya Joko Supriyanto menyerah saat ketika itu maka kita tidak mungkin mengenalnya sebagai sang juara dunia. Dengan tekad yang kuat pemain-pemain seperti Joko dan Hendrawan bisa berprestasi maksimal walaupun diusia terlambat untuk memulai prestasi.
Kasus lain yang menguatkan bahwa usia bukanlah rintangan untuk menapaki level atas prestasi ditunjukkan oleh pemain putri Denmark Tine Rasmussen. Pemain kelahiran 21 Juli 1979 itu menghancurkan tembok putri-putri China dengan meraih gelar juara Japan Superseries 2007. Sebelumnya nama Tine kurang dikenal karena hanya mampu juara diturnamen-turnamen kecil. Hebatnya kemunculan Tine bukanlah prestasi sesaat. Tahun ini saja, diusia yang menjelang 30 tahun Tine sudah mengumpulkan tiga gelar juara turnamen Superseries termasuk gelar bergengsi All England. Prestasi diusia senja juga ditunjukkan Zhang Ning yang meraih emas Olimpiade bulan lalu. Namun Zhang tidak bisa dikategorikan sebagai pemain terlambat karena diusia muda sudah menunjukkan kehebatannya.
Belajar dari kasus Hendrawan, Joko maupun Tine Rasmussen ternyata ada pemain-pemain tertentu mencapai kematangannya diusia yang tidak muda lagi. Seharusnya ini menjadi pendorong bagi pemain-pemain bulutangkis agar tidak patah semangat meraih prestasi. Pemain seperti Sony (24 tahun) dan Simon (23 tahun) seharusnya terus berusaha untuk mencapai prestasi terbaik. Usia bukan segalanya sebagai penentu prestasi melainkan kerja keras dan tekad kuat seperti yang pernah ditunjukkan Hendrawan dan Tine Rasmussen.
Published :
www.bulutangkis.com (11 September 2008)
www.badminton-indonesia.com (10 September 2008)
Pada sebuah Talk show tentang kebangkitan bulutangkis Indonesia, pelatih Pelatnas Hendrawan mengingatkan publik untuk tidak mudah memvonis seorang atlet dianggap mentok prestasi. Hal ini berkaitan dengan prestasi tunggal putra, seperti Sony dan Simon yang belum menunjukkan prestasi besar. Hendrawan menyatakan bahwa kematangan seorang pemain pada usia berbeda-beda.
Kematangan seorang pemain yang lebih dikenal dengan usia emas dalam bulutangkis lazimnya sudah terlihat dari umur 19 sampai 23 tahun. Sebagai contoh pasangan Markis Kido / Hendra Setiawan sudah mampu meraih gelar turnamen sekelas Indonesia Open di umur 21 tahun dilanjutkan dengan juara dunia dua tahun berikutnya dan berlanjut ke emas Olimpiade. Seorang yang sangat berbakat seperti Taufik Hidayat sudah mampu merebut gelar Grand Prix pertama-nya diusia 17 tahun dan menjuarai Indonesia Open 1999 saat menginjak usia 18 tahun. Demikian halnya dengan Susi Susanti yang kelahiran 11 Februari 1971 berhasil meraih gelar dilevel senior pada tahun 1989 dengan menjuarai invitasi Piala Dunia dan Indonesia Open. Bahkan Mia Audina sudah memulai masa emasnya diumur 15 tahun ketika menjadi tulang punggung tim Uber Cup Indonesia.
Kebanyakan pemain besar dunia sudah mulai meraih prestasi tinggi sebelum usia 23 tahun. Fenomena tersebut menjadikan anggapan umum bahwa tidak berprestasi di usia-usia tersebut maka dikatakan pemain tersebut sudah mentok alias tidak mungkin berprestasi lebih tinggi lagi. Bahkan banyak pemain pelatnas harus terbuang atau memilih jalan lain karena mitos tersebut.
Mitos yang tercipta karena pengalaman masa lalu tidak bisa disalahkan. Tetapi tidak bisa menganggap semua pemain tidak berpotensi karena usia-nya tidak muda lagi. Hendrawan semasa menjadi pemain mengalami masa-masa sulit dalam mencetak prestasi Internasional. Hendrawan meraih gelar Grand Prix diatas bintang Empat pertama-nya pada usia 25 tahun saat Thailand Open 1997. Sedangkan gelar juara dunia diraih pada usia 29 tahun. "Kalau kondisi seperti pelatnas sekarang belum bisa berprestasi sebelum umur 25 pasti sudah dikeluarkan", Ungkap Hendrawan. Pada kesempatan yang sama, Joko Suprianto mengungkapkan hal serupa. Untungnya saat itu, Joko Suprianto bisa bertahan walaupun prestasinya telat dibandingkan rekan-rekannya seangkatannya seperti Ardi Wiranata, Alan Budi Kusuma dan Hermawan Susanto. Apalagi dibandingkan dengan rekannya yang lebih muda Hariyanto Arbi. Seandainya Joko Supriyanto menyerah saat ketika itu maka kita tidak mungkin mengenalnya sebagai sang juara dunia. Dengan tekad yang kuat pemain-pemain seperti Joko dan Hendrawan bisa berprestasi maksimal walaupun diusia terlambat untuk memulai prestasi.
Kasus lain yang menguatkan bahwa usia bukanlah rintangan untuk menapaki level atas prestasi ditunjukkan oleh pemain putri Denmark Tine Rasmussen. Pemain kelahiran 21 Juli 1979 itu menghancurkan tembok putri-putri China dengan meraih gelar juara Japan Superseries 2007. Sebelumnya nama Tine kurang dikenal karena hanya mampu juara diturnamen-turnamen kecil. Hebatnya kemunculan Tine bukanlah prestasi sesaat. Tahun ini saja, diusia yang menjelang 30 tahun Tine sudah mengumpulkan tiga gelar juara turnamen Superseries termasuk gelar bergengsi All England. Prestasi diusia senja juga ditunjukkan Zhang Ning yang meraih emas Olimpiade bulan lalu. Namun Zhang tidak bisa dikategorikan sebagai pemain terlambat karena diusia muda sudah menunjukkan kehebatannya.
Belajar dari kasus Hendrawan, Joko maupun Tine Rasmussen ternyata ada pemain-pemain tertentu mencapai kematangannya diusia yang tidak muda lagi. Seharusnya ini menjadi pendorong bagi pemain-pemain bulutangkis agar tidak patah semangat meraih prestasi. Pemain seperti Sony (24 tahun) dan Simon (23 tahun) seharusnya terus berusaha untuk mencapai prestasi terbaik. Usia bukan segalanya sebagai penentu prestasi melainkan kerja keras dan tekad kuat seperti yang pernah ditunjukkan Hendrawan dan Tine Rasmussen.
Published :
www.bulutangkis.com (11 September 2008)
www.badminton-indonesia.com (10 September 2008)
MENJELANG TURNAMEN INDONESIA CHALLENGE 2008
written by Hendri Kustian (email : hendri_kustian@yahoo.com)
Kota Pahlawan Surabaya kembali akan menjadi tuan rumah turnamen bulutangkis GGJP Indonesia Challenge yang berhadiah total 15.000 US dolar. Tahun ini merupakan penyelenggaraan kedua untuk turnamen berkelas Challenge di Surabaya. Sebelumnya menjadi bagian dari seri turnamen Challange, turnamen ini merupakan bagian dari seri Asia Satelitte. Dalam tingkatan seri turnamen Internasional, level Challenge berada ditingkatan keempat dibawah Superseries, Grand Prix Gold dan Grand Prix. Dibawah turnamen Challenge masih ada level International series dan future series. Istilah-istilah level turnamen seperti Superseries, Grand Prix Gold dan challenge mulai diperkenalkan sejak tahun lalu.
Turnamen kelas Challenge seperti yang akan berlangsung di Surabaya ini merupakan jembatan pemain-pemain pelapis untuk mencari pengalaman sekaligus mendongkrak peringkatnya. Kebanyakan pemain muda memanfaatkan kesempatan seperti ini walaupun beberapa pemain senior juga ikut berkompetisi. Tahun 2008 ini, organisasi bulutangkis dunia BWF menjadwalkan 23 turnamen kelas Challenge. Sampai akhir Juli ini seharusnya diselenggarakan 11 turnamen tetapi satu turnamen dibatalkan. Ini berarti 50 gelar juara dari sepuluh turnamen sudah didapatkan pemenangnya. Indonesia berada pada posisi peraih gelar juara terbanyak dengan 10 gelar juara disusul Jepang dengan delapan gelar juara. Negara-negara bulutangkis lainnya seperti Korea dan Malaysia sama-sama merebut empat gelar juara. Uniknya, negara raksasa bulutangkis China ternyata baru memperoleh satu gelar juara melalui Yi Tai pada KLRC Atwater International. Kengganan China mengikuti turnamen mengikuti ajang ini karena level pemain pelapis China sudah bisa berkiprah pada turnamen yang lebih tinggi.
Keberhasilan Indonesia merebut sepuluh gelar juara pada paruh tahun ini semuanya dipersembahkan oleh anak-anak klub Djarum. Pasangan Meliana Jauhari / Shendy Puspa meraih tiga dari sepuluh gelar tersebut pada Polish International, Spanish International dan Toulouse International. Shendy Puspa sendiri menambah dua gelarnya dinomor ganda campuran di Finish International dan Toulouse International berpasangan dengan Fran Kurniawan. Meliana Jauhari tidak mau ketinggalan dari rekannya itu dalam merebut juara ganda campuran. Meliana yang berpasangan dengan Rendra Wijaya manjadi juara Spanish International. Rendra Wijaya dan Fran Kurniawan juga melengkapi kemenangannya di ganda putra pada Finish dan Spanish Internasional. Dua gelar juara lagi berhasil dipersembahkan pada nomor tunggal putra dan putri melalui Andre Kurniawan (Toulouse Int) dan Maria Elfira (Spanish Int).
Terlihat semua gelar juara diperoleh pada turnamen yang diselenggarakan di benua Eropa. Prestasi klub Djarum tersebut berbeda dengan yang dicapai pemain pelatnas. Memang pemain pelatnas tidak diterjunkan pada seri-seri Eropa mengingat tingginya biaya yang harus dikeluarkan. Tetapi para pemain yunior Pelatnas diturunkan pada salah satu seri yang diselenggarakan di Asia. Pada seri Challenge di Vietnam, tim pelatnas yang menurunkan pemain-pemain muda seperti Debby Susanto, Richi Puspita, Afiat Yuris Wirawan, Wifqi Windarto dan beberapa rekan seangkatannya gagal meraih gelar juara. Prestasi terbaik dari anak muda pelatnas ini hanya semfinalis yang dicapai pasangan ganda putri Komala Dewi / Debby Susanto.
Menghadapi turnamen Challenge di Surabaya ini seharusnya menjadi kesempatan pemain muda pelatnas menunjukkan kemampuannya. Bercermin dari hasil tahun lalu, Pelatnas hanya berhasil meraih satu gelar juara melalui pasangan ganda campuran Ahmad Tantowi / Yulianti. Dua gelar juara diborong klub Djarum melalui Rian Sukmawan / Yonathan S (ganda putra) dan Meliana Jauhari / Shendy Puspa (ganda putri). Nomor tunggal baik putra maupun putri direbut pemain-pemain tamu. Pemain Korea Han Jin Hong menunjukkan keperkasaannya atas pemain-pemain tuan rumah dengan menjuarai tunggal putra. Hal yang sama ditunjukkan pemain China Taepei Yi Ju Chiu pada tunggal putri. Hasil kurang menggembirakan bagi pemain yunior Pelatnas tahun lalu sudah selayaknya ditebus dengan prestasi yang lebih baik tahun ini. Turnamen Challenge di Surabaya ini adalah kesempatan berprestasi bagi mereka ditengah minimnya pemain yunior pelatnas mengikuti turnamen Internasional.
Published :
Tabloid SMASH Edisi II (Agustus 2008)
Kota Pahlawan Surabaya kembali akan menjadi tuan rumah turnamen bulutangkis GGJP Indonesia Challenge yang berhadiah total 15.000 US dolar. Tahun ini merupakan penyelenggaraan kedua untuk turnamen berkelas Challenge di Surabaya. Sebelumnya menjadi bagian dari seri turnamen Challange, turnamen ini merupakan bagian dari seri Asia Satelitte. Dalam tingkatan seri turnamen Internasional, level Challenge berada ditingkatan keempat dibawah Superseries, Grand Prix Gold dan Grand Prix. Dibawah turnamen Challenge masih ada level International series dan future series. Istilah-istilah level turnamen seperti Superseries, Grand Prix Gold dan challenge mulai diperkenalkan sejak tahun lalu.
Turnamen kelas Challenge seperti yang akan berlangsung di Surabaya ini merupakan jembatan pemain-pemain pelapis untuk mencari pengalaman sekaligus mendongkrak peringkatnya. Kebanyakan pemain muda memanfaatkan kesempatan seperti ini walaupun beberapa pemain senior juga ikut berkompetisi. Tahun 2008 ini, organisasi bulutangkis dunia BWF menjadwalkan 23 turnamen kelas Challenge. Sampai akhir Juli ini seharusnya diselenggarakan 11 turnamen tetapi satu turnamen dibatalkan. Ini berarti 50 gelar juara dari sepuluh turnamen sudah didapatkan pemenangnya. Indonesia berada pada posisi peraih gelar juara terbanyak dengan 10 gelar juara disusul Jepang dengan delapan gelar juara. Negara-negara bulutangkis lainnya seperti Korea dan Malaysia sama-sama merebut empat gelar juara. Uniknya, negara raksasa bulutangkis China ternyata baru memperoleh satu gelar juara melalui Yi Tai pada KLRC Atwater International. Kengganan China mengikuti turnamen mengikuti ajang ini karena level pemain pelapis China sudah bisa berkiprah pada turnamen yang lebih tinggi.
Keberhasilan Indonesia merebut sepuluh gelar juara pada paruh tahun ini semuanya dipersembahkan oleh anak-anak klub Djarum. Pasangan Meliana Jauhari / Shendy Puspa meraih tiga dari sepuluh gelar tersebut pada Polish International, Spanish International dan Toulouse International. Shendy Puspa sendiri menambah dua gelarnya dinomor ganda campuran di Finish International dan Toulouse International berpasangan dengan Fran Kurniawan. Meliana Jauhari tidak mau ketinggalan dari rekannya itu dalam merebut juara ganda campuran. Meliana yang berpasangan dengan Rendra Wijaya manjadi juara Spanish International. Rendra Wijaya dan Fran Kurniawan juga melengkapi kemenangannya di ganda putra pada Finish dan Spanish Internasional. Dua gelar juara lagi berhasil dipersembahkan pada nomor tunggal putra dan putri melalui Andre Kurniawan (Toulouse Int) dan Maria Elfira (Spanish Int).
Terlihat semua gelar juara diperoleh pada turnamen yang diselenggarakan di benua Eropa. Prestasi klub Djarum tersebut berbeda dengan yang dicapai pemain pelatnas. Memang pemain pelatnas tidak diterjunkan pada seri-seri Eropa mengingat tingginya biaya yang harus dikeluarkan. Tetapi para pemain yunior Pelatnas diturunkan pada salah satu seri yang diselenggarakan di Asia. Pada seri Challenge di Vietnam, tim pelatnas yang menurunkan pemain-pemain muda seperti Debby Susanto, Richi Puspita, Afiat Yuris Wirawan, Wifqi Windarto dan beberapa rekan seangkatannya gagal meraih gelar juara. Prestasi terbaik dari anak muda pelatnas ini hanya semfinalis yang dicapai pasangan ganda putri Komala Dewi / Debby Susanto.
Menghadapi turnamen Challenge di Surabaya ini seharusnya menjadi kesempatan pemain muda pelatnas menunjukkan kemampuannya. Bercermin dari hasil tahun lalu, Pelatnas hanya berhasil meraih satu gelar juara melalui pasangan ganda campuran Ahmad Tantowi / Yulianti. Dua gelar juara diborong klub Djarum melalui Rian Sukmawan / Yonathan S (ganda putra) dan Meliana Jauhari / Shendy Puspa (ganda putri). Nomor tunggal baik putra maupun putri direbut pemain-pemain tamu. Pemain Korea Han Jin Hong menunjukkan keperkasaannya atas pemain-pemain tuan rumah dengan menjuarai tunggal putra. Hal yang sama ditunjukkan pemain China Taepei Yi Ju Chiu pada tunggal putri. Hasil kurang menggembirakan bagi pemain yunior Pelatnas tahun lalu sudah selayaknya ditebus dengan prestasi yang lebih baik tahun ini. Turnamen Challenge di Surabaya ini adalah kesempatan berprestasi bagi mereka ditengah minimnya pemain yunior pelatnas mengikuti turnamen Internasional.
Published :
Tabloid SMASH Edisi II (Agustus 2008)
ORANG TERKAYA INDONESIA UNTUK BULUTANGKIS
Written by Hendri Kustian
Majalah Globe Asia edisi Juni 2008 mengumumkan 10 orang terkaya Indonesia 2008. Mereka adalah Abu Rizal Bakrie ditempat pertama yang disusul Robert Budi Hartono, Eka Tjipta Wijaya, Sudono Salim, Putra Sampoerna, Rachman Halim, Sukanto Tanoto, Eddy William Katuari, Prayogo Pangestu dan Murdaya Poo. Kerajaan bisnis yang dibangun dengan kerja keras membuat kesepuluh pengusaha tersebut mencapai puncak kesuksesan. Terlepas dari berbagai kontroversi masalah yang mereka hadapi tetapi beberapa diantara orang terkaya ini ternyata memiliki perhatian yang besar terhadap cabang bulutangkis.
Aburizal Bakrie pemilik perusahaan holding PT. BAkrie & Brothers (group Bakrie) menjadi orang terkaya di Indonesia dengan total kekayaan 9,2 miliar dolar. Dengan kekayaan yang sangat besar, Aburizal Bakrie sempat mencurahkan perhatiannya pada cabang bulutangkis dan beberapa cabang lainnya seperti renang, sepak bola, tenis dan basket melalui yayasan POR Pelita Jaya. Klub bulutangkis Pelita Bakrie ini merupakan tempat bernaungnya pemain muda Tommy Sugiarto. Bahkan Aburizal pernah menjadi pengurus PBSI perode 1985-1993 dibawah kepemimpinan Try Sutrisno. Jabatan yang dipegang Aburizal saat itu adalah sebagai Ketua bidang Dana.
Berikutnya, orang terkaya kedua dinegeri ini adalah Robert Budi Hartono. Bos group Djarum ini memiliki kekayaan 6,8 miliar dolar. PT. Djarum yang merupakan aset terbesar group Djarum sudah sangat lekat dengan dunia bulutangkis. Berbagai turnamen besar seperti Indonesia Open superseries yang baru lalu tidak lepas dari dukungan Djarum sebagai sponsor utama. Belum lagi klub PB Djarum yang telah menghasilkan pemain-pemain kelas dunia bagi Indonesia.
Klub Djarum yang didirikan oleh Robert Budi Hartono tahun 1970 ini awalnya sebagai arena berlatih bagi karyawan PT. Djarum. Kemudian dalam perkembangannya klub Djarum membina atlet-atlet bulutangkis berbakat. Legenda bulutangkis Indonesia, Liem Swie King yang merupakan juara All England tiga kali merupakan produk asli klub Djarum. Bahkan tim Piala Thomas Indonesia tahun 1984 hampir semuanya diperkuat pemain Djarum seperti Liem Swie King, Kartono, Christian Hadinata, Hastomo Arbi, Hadiyanto, Hadi Bowo dan Rudy Heryanto. Satu-satunya pebulutangkis bukan anggota klub Djarum saat itu adalah Icuk Sugiarto. Beberapa pemain Djarum pernah mengecap juara dunia seperti Hariyanto Arbi, Rudy Gunawan, Sigit Budiarto dan Christian Hadinata. Demikian juga pada arena bergengsi seperti All England melalui Christian, Liem Swie King, Heryanto, Kartono, Ardi Wiranata, Eddy Hartono, Gunawan, Hariyanto Arbi dan Sigit Budiarto. Bahkan atlet Djarum mempersembahkan medali emas Olimpiade melalui Alan Budi Kusuma.
Komitmen Djarum pada bulutangkis juga ditunjukkan dengan membangun kompleks bulutangkis bertaraf Internasional diatas lahan 43.207 m2 . Kompleks modern ini dilengkapi dengan GOR, ruang penunjang, dinning hall, asrama atlet dan rumah tinggal bagi pelatih. Dari kompleks yang berlokasi di Kudus ini diharapkan generasi-generasi baru bulutangkis Indonesia akan lahir.
Salah satu klub bulutangkis tempat bernaungnya pemain-pemain top Indonesia adalah Tangkas Jakarta. Klub yang dimiliki oleh Justian Suhandinata ini dihuni atlet-atlet top seperti Simon Ssantoso, Nova Widianto, Lilyana Natsir dan Vita Marissa. Sejak 2 Mei 2008 klub Tangkas disponsori oleh Alfamart sehingga klub tersebut berganti nama PB-Tangkas Alfamart. Beberapa tahun sebelumnya, klub Tangkas sempat disponsori oleh Bogasari yang dikenal dengan nama Tangkas Bogasari. Nama Alfamart maupun Bogasari merupakan nama-nama perusahaan milik orang terkaya Indonesia tersebut. Bogasari merupakan unit usaha Salim Group milik Liem Sioe Liong. Naga tua dari asia yang juga dikenal dengan nama Indonesia-nya, Sudono Salim itu menduduki peringkat empat orang terkaya Indonesia dengan total kekayaan 3,04 miliar. Sedangkan jaringan Alfamart dimiliki oleh Putra Sampoerna. Dengan kekayaannya 4,42 miliar dolar Putra menempati posisi berikutnya dibawah Sudono Salim.
Peringkat keenam orang terkaya Indonesia adalah Rachman Halim. Pengusaha asal Surabaya yang beberapa hari yang lalu meninggal dunia ini, saat pengumuman peringkat kekayaannya mencapai 2 miliar dolar. Mendiang Rahman Halim ini sebelumnya merupakan presiden komisaris PT. Gudang Garam Tbk. Sebuah perusahaan yang rajin mensponsori klub dan turnamen bulutangkis di Surabaya. Klub Suryanaga Surabaya tempat bernaungnya pemain Sony Dwi Kuncoro, pernah mendapat sokongan dari gudang garam. Bahkan akhir Agustus mendatang Gudang Garam menjadi salah satu sponsor turnamen Internasional GGJP Indonesia Challenge yang berlangsung di Surabaya.
Ternyata lima dari sepuluh orang terkaya di Indonesia mempunyai andil dalam perkembangan bulutangkis Indonesia. Sekali lagi terlepas dari semua kontroversi baik politik maupun bisnis, insan bulutangkis selayaknya menghargai mereka. Diharapkan juga konsistensi pengusaha-pengusaha tersebut dalam memajukan bulutangkis serta menanti peran pengusaha-pengusaha kaya lainnya.
Referensi :
- Dari Kudus Menuju Prestasi Dunia
- 10 Orang Terkaya Indonesia
- Advertorial BOLA Edisi 23 Mei 2008
Published :
www.bulutangkis.com (05 Agustus 2008)
www.badminton-indonesia.com (04 Agustus 2008)
Majalah Globe Asia edisi Juni 2008 mengumumkan 10 orang terkaya Indonesia 2008. Mereka adalah Abu Rizal Bakrie ditempat pertama yang disusul Robert Budi Hartono, Eka Tjipta Wijaya, Sudono Salim, Putra Sampoerna, Rachman Halim, Sukanto Tanoto, Eddy William Katuari, Prayogo Pangestu dan Murdaya Poo. Kerajaan bisnis yang dibangun dengan kerja keras membuat kesepuluh pengusaha tersebut mencapai puncak kesuksesan. Terlepas dari berbagai kontroversi masalah yang mereka hadapi tetapi beberapa diantara orang terkaya ini ternyata memiliki perhatian yang besar terhadap cabang bulutangkis.
Aburizal Bakrie pemilik perusahaan holding PT. BAkrie & Brothers (group Bakrie) menjadi orang terkaya di Indonesia dengan total kekayaan 9,2 miliar dolar. Dengan kekayaan yang sangat besar, Aburizal Bakrie sempat mencurahkan perhatiannya pada cabang bulutangkis dan beberapa cabang lainnya seperti renang, sepak bola, tenis dan basket melalui yayasan POR Pelita Jaya. Klub bulutangkis Pelita Bakrie ini merupakan tempat bernaungnya pemain muda Tommy Sugiarto. Bahkan Aburizal pernah menjadi pengurus PBSI perode 1985-1993 dibawah kepemimpinan Try Sutrisno. Jabatan yang dipegang Aburizal saat itu adalah sebagai Ketua bidang Dana.
Berikutnya, orang terkaya kedua dinegeri ini adalah Robert Budi Hartono. Bos group Djarum ini memiliki kekayaan 6,8 miliar dolar. PT. Djarum yang merupakan aset terbesar group Djarum sudah sangat lekat dengan dunia bulutangkis. Berbagai turnamen besar seperti Indonesia Open superseries yang baru lalu tidak lepas dari dukungan Djarum sebagai sponsor utama. Belum lagi klub PB Djarum yang telah menghasilkan pemain-pemain kelas dunia bagi Indonesia.
Klub Djarum yang didirikan oleh Robert Budi Hartono tahun 1970 ini awalnya sebagai arena berlatih bagi karyawan PT. Djarum. Kemudian dalam perkembangannya klub Djarum membina atlet-atlet bulutangkis berbakat. Legenda bulutangkis Indonesia, Liem Swie King yang merupakan juara All England tiga kali merupakan produk asli klub Djarum. Bahkan tim Piala Thomas Indonesia tahun 1984 hampir semuanya diperkuat pemain Djarum seperti Liem Swie King, Kartono, Christian Hadinata, Hastomo Arbi, Hadiyanto, Hadi Bowo dan Rudy Heryanto. Satu-satunya pebulutangkis bukan anggota klub Djarum saat itu adalah Icuk Sugiarto. Beberapa pemain Djarum pernah mengecap juara dunia seperti Hariyanto Arbi, Rudy Gunawan, Sigit Budiarto dan Christian Hadinata. Demikian juga pada arena bergengsi seperti All England melalui Christian, Liem Swie King, Heryanto, Kartono, Ardi Wiranata, Eddy Hartono, Gunawan, Hariyanto Arbi dan Sigit Budiarto. Bahkan atlet Djarum mempersembahkan medali emas Olimpiade melalui Alan Budi Kusuma.
Komitmen Djarum pada bulutangkis juga ditunjukkan dengan membangun kompleks bulutangkis bertaraf Internasional diatas lahan 43.207 m2 . Kompleks modern ini dilengkapi dengan GOR, ruang penunjang, dinning hall, asrama atlet dan rumah tinggal bagi pelatih. Dari kompleks yang berlokasi di Kudus ini diharapkan generasi-generasi baru bulutangkis Indonesia akan lahir.
Salah satu klub bulutangkis tempat bernaungnya pemain-pemain top Indonesia adalah Tangkas Jakarta. Klub yang dimiliki oleh Justian Suhandinata ini dihuni atlet-atlet top seperti Simon Ssantoso, Nova Widianto, Lilyana Natsir dan Vita Marissa. Sejak 2 Mei 2008 klub Tangkas disponsori oleh Alfamart sehingga klub tersebut berganti nama PB-Tangkas Alfamart. Beberapa tahun sebelumnya, klub Tangkas sempat disponsori oleh Bogasari yang dikenal dengan nama Tangkas Bogasari. Nama Alfamart maupun Bogasari merupakan nama-nama perusahaan milik orang terkaya Indonesia tersebut. Bogasari merupakan unit usaha Salim Group milik Liem Sioe Liong. Naga tua dari asia yang juga dikenal dengan nama Indonesia-nya, Sudono Salim itu menduduki peringkat empat orang terkaya Indonesia dengan total kekayaan 3,04 miliar. Sedangkan jaringan Alfamart dimiliki oleh Putra Sampoerna. Dengan kekayaannya 4,42 miliar dolar Putra menempati posisi berikutnya dibawah Sudono Salim.
Peringkat keenam orang terkaya Indonesia adalah Rachman Halim. Pengusaha asal Surabaya yang beberapa hari yang lalu meninggal dunia ini, saat pengumuman peringkat kekayaannya mencapai 2 miliar dolar. Mendiang Rahman Halim ini sebelumnya merupakan presiden komisaris PT. Gudang Garam Tbk. Sebuah perusahaan yang rajin mensponsori klub dan turnamen bulutangkis di Surabaya. Klub Suryanaga Surabaya tempat bernaungnya pemain Sony Dwi Kuncoro, pernah mendapat sokongan dari gudang garam. Bahkan akhir Agustus mendatang Gudang Garam menjadi salah satu sponsor turnamen Internasional GGJP Indonesia Challenge yang berlangsung di Surabaya.
Ternyata lima dari sepuluh orang terkaya di Indonesia mempunyai andil dalam perkembangan bulutangkis Indonesia. Sekali lagi terlepas dari semua kontroversi baik politik maupun bisnis, insan bulutangkis selayaknya menghargai mereka. Diharapkan juga konsistensi pengusaha-pengusaha tersebut dalam memajukan bulutangkis serta menanti peran pengusaha-pengusaha kaya lainnya.
Referensi :
- Dari Kudus Menuju Prestasi Dunia
- 10 Orang Terkaya Indonesia
- Advertorial BOLA Edisi 23 Mei 2008
Published :
www.bulutangkis.com (05 Agustus 2008)
www.badminton-indonesia.com (04 Agustus 2008)
EKSISTENSI DAERAH LUAR JAWA PADA CABANG BULUTANGKIS PON
Written by : Hendri Kustian
Pulau Jawa diakui basis pembinaan bulutangkis Indonesia. Ini dapat terlihat dengan kasat mata dari prestasi yang dibuat pemain-pemain dari pulau ini. Apalagi klub-klub besar yang melahirkan atlet kelas dunia bercokol di pulau Jawa. Jaya Raya dan Tangkas Jakarta, SGS Bandung, Djarum Kudus dan Suryanaga Surabaya membidani lahirnya talenta-talenta kelas dunia. Dengan reputasi tersebut maka bisa dimaklumi medali-medali cabang olahraga bulutangkis PON jatuh pada pemain-pemain dari pulau dengan penduduk terpadat di Indonesia ini.
Bagaimana dengan prestasi provinsi diluar pulau Jawa? Prestasi atlet luar Jawa masih jauh tertinggal dari atlet dari provinsi di Jawa. Selama enam belas kali penyelenggaraan PON, baru tiga emas yang lolos dari gengaman atlet-atlet Pulau Jawa. Tiga emas tersebut tersebar pada tiga provinsi yang berbeda. Sumatera Utara merupakan provinsi luar Jawa pertama yang meraih emas setelah pasangan ganda putrinya Oei Lin Nio / Rosnida Nasution menundukkan Corry Kawilarang / Thio Kim Ing (Sulsel) di final PON IV tahun 1957 di Makasar. Pada PON sebelumnya pasangan Oei Lin Nio / Rosnida Nasution ini hanya meraih perak. Medali perak juga disumbangkan Oei Lin Nio dua kali berturut-turut dinomor tunggal putri tahun 1953 dan 1957. Setelah itu prestasi Sumut menurun setelah hanya sempat sekali menambah medali perunggu pada PON 1961 melalui pasangan ganda campuran B. Siregar / Rosnida Nasution. Tetapi catatan prestasi Sumatera Utara masih kalah pamor dengan nama tokoh bulutangkis asal daerah tersebut. Dia adalah bapak bulutangkis Indonesia, Sudirman yang namanya diabadikan pada piala dunia beregu campuran. Beliau dilahirkan disebuah kota di Sumatera Utara yaitu Pematang Siantar.
Prestasi Sulawesi Selatan bisa dikatakan salah satu provinsi yang terbaik diluar pulau Jawa. Pemainnya Corry Kawilarang tidak hanya merebut perak ganda putri tetapi juga meraih medali perunggu tunggal putri PON IV Makasar. Gagal menyumbangkan emas didepan publiknya sendiri berhasil ditebus Corry Kawilarang empat tahun berikutnya. Pada PON V di Bandung tahun 1961, Corry merebut medali emas tunggal putri setelah di final menang dari wakil Jawa Timur, Minarni. Berikutnya, pada PON VII tahun 1969, Sulsel merebut dua medali perak melalui Nur Haenah ditunggal putri dan Nur Haenah / Corry. K pada nomor ganda putri. Generasi tahun 80-an ikut menyumbang perbendaharaan medali Sulsel. Medali perunggu beregu putri PON XI 1985 dan medali perunggu ganda putri melalui Rosiana Tendian / Ratih K berhasil diraih. Setelah itu prestasi bulutangkis Sulsel seperti hilang di telan bumi.
Sulawesi Utara berhasil memecah kebuntuannya pada medali emas bulutangkis setelah pasangan ganda putri Lilyana Natsir / Nathalia Poluakan secara mengejutkan menang dari seniornya Jo Novita / Vita Marissa (DKI) pada PON XVI tahun 2004 di Palembang. Sebenarnya Sulawesi Utara merupakan penghasil pemain nasional. Selain Lilyana dan Nathalia masih ada Greysia Polii yang juga diperebutkan oleh Jawa Barat. Sebelumnya Sulut juga mempunyai Deyana Lomban yang mempunyai prestasi cukup baik ditingkat Internasional. Untuk level PON Sulut sudah pernah meraih medali pada tahun 1954 walaupun hanya medali perunggu melalui pasangan ganda campuran A. Gosin / J Dengah.
Selain ketiga provinsi tersebut prestasi tim luar Jawa masih belum terlihat. Ketimpangan kemajuan bulutangkis di Jawa dan Non Jawa bisa dimaklumi karena pulau Jawa mempunyai fasilitas lebih baik dan dukungan klub-klub besar. Akibatnya atlet daerah luar Jawa mengalami kendala minimnya mitra latih yang berkualitas. Untuk mengatasi hal ini PBSI pernah merancang program Desentralisasi Pelatnas. Sayangnya sampai saat ini, program tersebut masih berbentuk wacana. Pemerataan prestasi ke seluruh daerah akan bernilai positif bagi pembinaan bulutangkis itu sendiri. Selain itu cabang bulutangkis PON menjadi lebih kompetitif karena perimbangan kekuatan antar daerah peserta cabang ini.
Published :
Tabloid Smash edisi 1 (Juli 2008)
Written by : Hendri Kustian
Pulau Jawa diakui basis pembinaan bulutangkis Indonesia. Ini dapat terlihat dengan kasat mata dari prestasi yang dibuat pemain-pemain dari pulau ini. Apalagi klub-klub besar yang melahirkan atlet kelas dunia bercokol di pulau Jawa. Jaya Raya dan Tangkas Jakarta, SGS Bandung, Djarum Kudus dan Suryanaga Surabaya membidani lahirnya talenta-talenta kelas dunia. Dengan reputasi tersebut maka bisa dimaklumi medali-medali cabang olahraga bulutangkis PON jatuh pada pemain-pemain dari pulau dengan penduduk terpadat di Indonesia ini.
Bagaimana dengan prestasi provinsi diluar pulau Jawa? Prestasi atlet luar Jawa masih jauh tertinggal dari atlet dari provinsi di Jawa. Selama enam belas kali penyelenggaraan PON, baru tiga emas yang lolos dari gengaman atlet-atlet Pulau Jawa. Tiga emas tersebut tersebar pada tiga provinsi yang berbeda. Sumatera Utara merupakan provinsi luar Jawa pertama yang meraih emas setelah pasangan ganda putrinya Oei Lin Nio / Rosnida Nasution menundukkan Corry Kawilarang / Thio Kim Ing (Sulsel) di final PON IV tahun 1957 di Makasar. Pada PON sebelumnya pasangan Oei Lin Nio / Rosnida Nasution ini hanya meraih perak. Medali perak juga disumbangkan Oei Lin Nio dua kali berturut-turut dinomor tunggal putri tahun 1953 dan 1957. Setelah itu prestasi Sumut menurun setelah hanya sempat sekali menambah medali perunggu pada PON 1961 melalui pasangan ganda campuran B. Siregar / Rosnida Nasution. Tetapi catatan prestasi Sumatera Utara masih kalah pamor dengan nama tokoh bulutangkis asal daerah tersebut. Dia adalah bapak bulutangkis Indonesia, Sudirman yang namanya diabadikan pada piala dunia beregu campuran. Beliau dilahirkan disebuah kota di Sumatera Utara yaitu Pematang Siantar.
Prestasi Sulawesi Selatan bisa dikatakan salah satu provinsi yang terbaik diluar pulau Jawa. Pemainnya Corry Kawilarang tidak hanya merebut perak ganda putri tetapi juga meraih medali perunggu tunggal putri PON IV Makasar. Gagal menyumbangkan emas didepan publiknya sendiri berhasil ditebus Corry Kawilarang empat tahun berikutnya. Pada PON V di Bandung tahun 1961, Corry merebut medali emas tunggal putri setelah di final menang dari wakil Jawa Timur, Minarni. Berikutnya, pada PON VII tahun 1969, Sulsel merebut dua medali perak melalui Nur Haenah ditunggal putri dan Nur Haenah / Corry. K pada nomor ganda putri. Generasi tahun 80-an ikut menyumbang perbendaharaan medali Sulsel. Medali perunggu beregu putri PON XI 1985 dan medali perunggu ganda putri melalui Rosiana Tendian / Ratih K berhasil diraih. Setelah itu prestasi bulutangkis Sulsel seperti hilang di telan bumi.
Sulawesi Utara berhasil memecah kebuntuannya pada medali emas bulutangkis setelah pasangan ganda putri Lilyana Natsir / Nathalia Poluakan secara mengejutkan menang dari seniornya Jo Novita / Vita Marissa (DKI) pada PON XVI tahun 2004 di Palembang. Sebenarnya Sulawesi Utara merupakan penghasil pemain nasional. Selain Lilyana dan Nathalia masih ada Greysia Polii yang juga diperebutkan oleh Jawa Barat. Sebelumnya Sulut juga mempunyai Deyana Lomban yang mempunyai prestasi cukup baik ditingkat Internasional. Untuk level PON Sulut sudah pernah meraih medali pada tahun 1954 walaupun hanya medali perunggu melalui pasangan ganda campuran A. Gosin / J Dengah.
Selain ketiga provinsi tersebut prestasi tim luar Jawa masih belum terlihat. Ketimpangan kemajuan bulutangkis di Jawa dan Non Jawa bisa dimaklumi karena pulau Jawa mempunyai fasilitas lebih baik dan dukungan klub-klub besar. Akibatnya atlet daerah luar Jawa mengalami kendala minimnya mitra latih yang berkualitas. Untuk mengatasi hal ini PBSI pernah merancang program Desentralisasi Pelatnas. Sayangnya sampai saat ini, program tersebut masih berbentuk wacana. Pemerataan prestasi ke seluruh daerah akan bernilai positif bagi pembinaan bulutangkis itu sendiri. Selain itu cabang bulutangkis PON menjadi lebih kompetitif karena perimbangan kekuatan antar daerah peserta cabang ini.
Published :
Tabloid Smash edisi 1 (Juli 2008)
PERLUKAH PEMBATASAN UMUR PADA CABANG BULTANGKIS PON?
Written by : Hendri Kustian
Adanya kemungkinan larangan ikut serta pemain utama Indonesia yang lolos ke olimpiade membuat daerah mengatur ulang strateginya pada cabang bulutangkis PON XVII di Kaltim. Dengan keputusan tersebut Jawa Barat yang mengincar emas nomor tunggal putra melalui juara bertahan Taufik Hidayat terpaksa menggantungkan harapannya kepada pemain gaek, Budi Santoso. Prestasi paling anyar dari Budi Santoso yang menjuarai tunggal dewasa Jakarta Open merupakan jaminan kualitas bagi Budi untuk bersaing meraih emas. Seiring dengan Jawa Barat, Jawa Timur kemungkinan akan mengandalkan pemain yang sangat senior Jeffer Rossobin dan Rony Agustinus disamping pemain muda Fauzi Adnan. Serbuan pemain-pemain yang sudah berumur diatas 30 tahun pada PON kali ini menjadi tanda tanya besar terhadap kelangsungan regenerasi bulutangkis Indonesia.
Posisi PON sebagai pesta olahraga multi event terbesar di negeri ini sudah seharusnya provinsi mengirimkan atlet-atlet terbaiknya. Ukuran yang digunakan sebagai acuan adalah prestasi tanpa mempertimbangkan usia sang atlet. Untuk berbagai cabang olahraga momen pekan olahraga nasional menjadi kesempatan berkompetisi ditengah minimnya kalendar pertandingan misalnya cabang olahraga atletik atau bela diri. Hal ini tentu berbeda dengan cabang bulutangkis yang hampir setiap bulan mempunyai jadwal pertandingan tingkat nasional. Bahkan masih ada ajang kejurnas bagi semua pebulutangkis terbaik untuk saling bertemu memperebutkan posisi terbaik di Indonesia. Seandainya dilakukan pembatasan usia bagi atlet bulutangkis di PON maka kesempatan bertanding bagi atlet senior tidak terlalu berpengaruh.
Pembatasan usia pemain bulutangkis pada PON akan memberikan nilai positif bagi perkembangan bulutangkis Indonesia. Dengan pembatasan ini maka provinsi peserta PON akan membina pemain-pemain muda nya untuk berprestasi. Kalau melihat kondisi saat ini daerah mengandalkan pemain-pemainnya yang ada di Pelatnas. Ketika ada larangan pemain Pelatnas Olimpiade untuk bertanding maka daerah melirik pemain-pemain yang tergolong sudah tua. Demikian juga buat daerah-daerah yang tidak mempunyai basis pembinaan bulutangkis seperti di luar Jawa lebih banyak melirik kelebihan stok pemain daerah lain untuk direkrut menjadi atlet PON. Kondisi ini menjadikan pebulutangkis-pebulutangkis daerah akan semakin sulit untuk maju. Pada PON XV di Palembang, provinsi Sulawesi Utara berhasil mencuri satu emas melalui nomor ganda putri atas nama pasangan Lilyana Natsir / Nathalia Poluakan. Tetapi tanpa bermaksud mengecilkan peran daerah, kedua pemain tersebut lebih dikenal sebagai hasil binaannya klub Tangkas Jakarta.
Pembatasan usia juga bermanfaat untuk suatu pembinaan yang berkelanjutan. Sebagai contoh pemain yang tampil di PON maksimal berusia 22 tahun maka suatu daerah akan membina pemain muda yang berusia sekitar 18 tahun untuk tampil di PON empat tahun berikutnya. Setelah menyelesaikan tugasnya di PON, pemain-pemain tersebut bisa berkarir diberbagai turnamen lainnya. Kemudian daerah akan mencari pemain baru untuk empat tahun setelah itu. Sistem ini membuat regenerasi bulutangkis Indonesia secara berkesinambungan. Pengda-Pengda tidak lagi terfokus dengan pemain hasil binaan klub-klub besar tetapi menjadi bagian dari sentra pembinaan itu sendiri. Tujuan PON sebagai jembatan menuju prestasi Internasional akan sejalan dengan pembatasan usia ini. Lain halnya kalau kebanyakan peserta PON merupakan atlet-atlet yang sudah tidak mungkin bersaing di level Internasional lagi karena masa emasnya sudah lewat.
Kebijakan pembatasan usia ini tidak disarankan untuk cabang-cabang lain terutama cabang yang memang minim kesempatan bertanding. Sebenarnya pembatasan usia pada kejuaraan multi event semacam PON, Sea Games, Asian Games bahkan Olimpiade sudah dilakukan pada cabang sepak bola. Jadi cabang sepak bola PON mengikuti standar pesta olahraga diatasnya. Pertimbangan cabang sepak bola tidak murni pembinaan tetapi lebih kearah menjaga pamor Piala Asia atau Piala Dunia sebagai kejuaraan tertinggi pada levelnya. Sedangkan untuk olimpiade dan Asian Games bagi cabang bulutangkis belum bisa diberlakukan pembatasan usia. Ini terkait memberikan kompetisi terbaik untuk menjaga eksistensi bulutangkis agar tetap menjadi cabang yang ikut dipertandingkan.
PON XVII di Kalimantan Timur tinggal menunggu hitungan hari. Para pebulutangkis berlomba merebut medali yang tersedia sekaligus harapan bonus besar menanti. Pembatasan usia sudah tidak dapat diwacanakan lagi pada penyelenggaraan PON kali ini. Namun diharapkan PBSI dan KONI Pusat mengkaji wacana pembatasan usia atlet bulutangkis yang berlaga pada PON berikutnya.
Published :
Tabloid SMASH edisi 1 (Juli 2008)
Adanya kemungkinan larangan ikut serta pemain utama Indonesia yang lolos ke olimpiade membuat daerah mengatur ulang strateginya pada cabang bulutangkis PON XVII di Kaltim. Dengan keputusan tersebut Jawa Barat yang mengincar emas nomor tunggal putra melalui juara bertahan Taufik Hidayat terpaksa menggantungkan harapannya kepada pemain gaek, Budi Santoso. Prestasi paling anyar dari Budi Santoso yang menjuarai tunggal dewasa Jakarta Open merupakan jaminan kualitas bagi Budi untuk bersaing meraih emas. Seiring dengan Jawa Barat, Jawa Timur kemungkinan akan mengandalkan pemain yang sangat senior Jeffer Rossobin dan Rony Agustinus disamping pemain muda Fauzi Adnan. Serbuan pemain-pemain yang sudah berumur diatas 30 tahun pada PON kali ini menjadi tanda tanya besar terhadap kelangsungan regenerasi bulutangkis Indonesia.
Posisi PON sebagai pesta olahraga multi event terbesar di negeri ini sudah seharusnya provinsi mengirimkan atlet-atlet terbaiknya. Ukuran yang digunakan sebagai acuan adalah prestasi tanpa mempertimbangkan usia sang atlet. Untuk berbagai cabang olahraga momen pekan olahraga nasional menjadi kesempatan berkompetisi ditengah minimnya kalendar pertandingan misalnya cabang olahraga atletik atau bela diri. Hal ini tentu berbeda dengan cabang bulutangkis yang hampir setiap bulan mempunyai jadwal pertandingan tingkat nasional. Bahkan masih ada ajang kejurnas bagi semua pebulutangkis terbaik untuk saling bertemu memperebutkan posisi terbaik di Indonesia. Seandainya dilakukan pembatasan usia bagi atlet bulutangkis di PON maka kesempatan bertanding bagi atlet senior tidak terlalu berpengaruh.
Pembatasan usia pemain bulutangkis pada PON akan memberikan nilai positif bagi perkembangan bulutangkis Indonesia. Dengan pembatasan ini maka provinsi peserta PON akan membina pemain-pemain muda nya untuk berprestasi. Kalau melihat kondisi saat ini daerah mengandalkan pemain-pemainnya yang ada di Pelatnas. Ketika ada larangan pemain Pelatnas Olimpiade untuk bertanding maka daerah melirik pemain-pemain yang tergolong sudah tua. Demikian juga buat daerah-daerah yang tidak mempunyai basis pembinaan bulutangkis seperti di luar Jawa lebih banyak melirik kelebihan stok pemain daerah lain untuk direkrut menjadi atlet PON. Kondisi ini menjadikan pebulutangkis-pebulutangkis daerah akan semakin sulit untuk maju. Pada PON XV di Palembang, provinsi Sulawesi Utara berhasil mencuri satu emas melalui nomor ganda putri atas nama pasangan Lilyana Natsir / Nathalia Poluakan. Tetapi tanpa bermaksud mengecilkan peran daerah, kedua pemain tersebut lebih dikenal sebagai hasil binaannya klub Tangkas Jakarta.
Pembatasan usia juga bermanfaat untuk suatu pembinaan yang berkelanjutan. Sebagai contoh pemain yang tampil di PON maksimal berusia 22 tahun maka suatu daerah akan membina pemain muda yang berusia sekitar 18 tahun untuk tampil di PON empat tahun berikutnya. Setelah menyelesaikan tugasnya di PON, pemain-pemain tersebut bisa berkarir diberbagai turnamen lainnya. Kemudian daerah akan mencari pemain baru untuk empat tahun setelah itu. Sistem ini membuat regenerasi bulutangkis Indonesia secara berkesinambungan. Pengda-Pengda tidak lagi terfokus dengan pemain hasil binaan klub-klub besar tetapi menjadi bagian dari sentra pembinaan itu sendiri. Tujuan PON sebagai jembatan menuju prestasi Internasional akan sejalan dengan pembatasan usia ini. Lain halnya kalau kebanyakan peserta PON merupakan atlet-atlet yang sudah tidak mungkin bersaing di level Internasional lagi karena masa emasnya sudah lewat.
Kebijakan pembatasan usia ini tidak disarankan untuk cabang-cabang lain terutama cabang yang memang minim kesempatan bertanding. Sebenarnya pembatasan usia pada kejuaraan multi event semacam PON, Sea Games, Asian Games bahkan Olimpiade sudah dilakukan pada cabang sepak bola. Jadi cabang sepak bola PON mengikuti standar pesta olahraga diatasnya. Pertimbangan cabang sepak bola tidak murni pembinaan tetapi lebih kearah menjaga pamor Piala Asia atau Piala Dunia sebagai kejuaraan tertinggi pada levelnya. Sedangkan untuk olimpiade dan Asian Games bagi cabang bulutangkis belum bisa diberlakukan pembatasan usia. Ini terkait memberikan kompetisi terbaik untuk menjaga eksistensi bulutangkis agar tetap menjadi cabang yang ikut dipertandingkan.
PON XVII di Kalimantan Timur tinggal menunggu hitungan hari. Para pebulutangkis berlomba merebut medali yang tersedia sekaligus harapan bonus besar menanti. Pembatasan usia sudah tidak dapat diwacanakan lagi pada penyelenggaraan PON kali ini. Namun diharapkan PBSI dan KONI Pusat mengkaji wacana pembatasan usia atlet bulutangkis yang berlaga pada PON berikutnya.
Published :
Tabloid SMASH edisi 1 (Juli 2008)
KOMPETISI BULUTANGKIS MERAMAIKAN PIALA EROPA
Bagaikan menentang arus, bulutangkis Eropa menggelar turnamen Europe Cup bersamaan dengan minggu pertama turnamen sepak bola Eropa yang dikenal dengan nama Euro 2008. Dikatakan menentang arus karena di Indonesia saja yang terkenal sebagai negara bulutangkis tetapi fokus perhatian masyarakat dan media tersedot ke Euro 2008. Apalagi di Eropa yang bulutangkis kurang popular kecuali di beberapa negara saja seperti Denmark dan Inggris. Membahas keunikan turnamen bulutangkis Europe Cup tidak hanya pada waktu penyelenggaraan. Pemakaian nama turnamen juga mengundang pertanyaan tersendiri. Europe Cup yang kalau diterjamahkan secara harfiah adalah Piala Eropa seakan menggambarkan bahwa turnamen ini dipenuhi oleh bintang-bintang Eropa. Kenyataannya pemain-pemain kelas atas Eropa lebih memilih menyeberang ke benua Asia untuk mengikuti Singapore Super Series.
Turnamen bulutangkis Piala Eropa ini merupakan pertandingan antar klub Eropa yang diikuti perwakilan dari sembilan negara yaitu Italia, Finlandia, Turki, Spanyol, Swiss, Portugal, Ceko, Islandia, Polandia, Ukraina dan Rusia yang diwakili dua klub. Kesepuluh klub dibagi dalam tiga grup yang kemudian juara dan runner-up maju ke babak perempat final. Dengan demikian terdapat dua klub yang mendapat bye pada babak 8 besar. Selanjutnya menggunakan sistem gugur mulai perempat final tersebut sampai dengan final. Format pertandingan menggunakan format beregu campuran. Tetapi berbeda dengan Piala Sudirman, karena piala Eropa menyajikan tujuh partai dalam satu duel. Tunggal putra dan putri masing-masing menampilkan dua partai sedangkan nomor ganda putra, putri dan campuran hanya satu partai.
Beberapa klub diperkuat oleh pemain asing. Pemain asal Indonesia paling banyak yang tampil pada Piala Eropa ini. Klub EGO Sport Club (Turki) mengontrak tiga pemain Indonesia sekaligus yaitu Rintan Apriliana, Siti Wachyuni dan Hangky Sienaya. Pemain Indonesia lainnya bermain untuk klub CB Soderin Rinconada (ESP) melalui Stenny Kusuma dan Ruben Gordon Khosadalina. Klub Spanyol ini merupakan klub yang paling banyak memainkan pemain asing. Selain pemain Indonesia, mereka memiliki Richard Vaughan (WAL), Filipa Lamy (POR) dan Bing Xin Xu (CHN). Pemain China sendiri masih tampil dengan dua pemain lainnya, Liu Fanhua (CHN) dan Wan Dan (CHN) yang memperkuat klub Prymorye (RUS).
Jika membandingkan dengan Asia sebagai kiblat prestasi bulutangkis dunia, maka Asia tertinggal dalam satu hal. Sampai saat ini belum ada turnamen resmi antar klub Asia. Padahal prestasi pemain-pemain klub Asia jauh lebih baik dari pemain yang tampil di Piala Eropa. Sebagai contoh klub PB Djarum dari Indonesia yang merajai turnamen level Challanger dan satelitte melalui atlet-atletnya seperti Rendra Wijaya, Fran Kurniawan, Andre Kurniawan, Yonathan S, Rian Sukmawan, Meliana Jauhari, Shendy Puspa dan pemain lainnya. Demikian juga dengan negeri Jiran Malaysia dengan klubnya Nusa Mahsuri yang menaungi pemain selevel M. Hafiz Hashim dan Roslin Hashim. Pemain-pemain tersebut benar-benar mewakili klub karena tidak masuk dalam Pelatnas di negaranya. Tentu akan lebih semarak kalau PB. Djarum dan Nusa Mashuri mempelopori turnamen serupa di benua Asia.
Piala Eropa sudah memberikan contoh bagaimana turnamen antar klub bisa diangkat ke arena Internasional. Efektifitas turnamen serupa ini bagi kemajuan bulutangkis memang masih perlu dikaji lagi. Namun kejuaraan antar klub seperti ini mungkin saja bisa menjadi cikal bakal Industri Olahraga Bulutangkis. Seperti halnya cabang sepakbola, transfer pemain antar klub telah berhasil menjadikan Olahraga sebagai obyek Industri. Hal ini tentunya berdampak possitif pada kesejahteraan dan penghasilan atlet. Jalan menuju kesana masih panjang atau mungkin tidak pernah tercapai. Tetapi inisiatif Eropa menggelar turnamen seperti ini layak diberikan acungan jempol apalagi ditengah-tengah masyarkat Eropa bahkan dunia sedang tertuju pada Piala Eropa cabang Sepak Bola
Published :
www.badminton-indonesia.com (16 Juni 2008)
Turnamen bulutangkis Piala Eropa ini merupakan pertandingan antar klub Eropa yang diikuti perwakilan dari sembilan negara yaitu Italia, Finlandia, Turki, Spanyol, Swiss, Portugal, Ceko, Islandia, Polandia, Ukraina dan Rusia yang diwakili dua klub. Kesepuluh klub dibagi dalam tiga grup yang kemudian juara dan runner-up maju ke babak perempat final. Dengan demikian terdapat dua klub yang mendapat bye pada babak 8 besar. Selanjutnya menggunakan sistem gugur mulai perempat final tersebut sampai dengan final. Format pertandingan menggunakan format beregu campuran. Tetapi berbeda dengan Piala Sudirman, karena piala Eropa menyajikan tujuh partai dalam satu duel. Tunggal putra dan putri masing-masing menampilkan dua partai sedangkan nomor ganda putra, putri dan campuran hanya satu partai.
Beberapa klub diperkuat oleh pemain asing. Pemain asal Indonesia paling banyak yang tampil pada Piala Eropa ini. Klub EGO Sport Club (Turki) mengontrak tiga pemain Indonesia sekaligus yaitu Rintan Apriliana, Siti Wachyuni dan Hangky Sienaya. Pemain Indonesia lainnya bermain untuk klub CB Soderin Rinconada (ESP) melalui Stenny Kusuma dan Ruben Gordon Khosadalina. Klub Spanyol ini merupakan klub yang paling banyak memainkan pemain asing. Selain pemain Indonesia, mereka memiliki Richard Vaughan (WAL), Filipa Lamy (POR) dan Bing Xin Xu (CHN). Pemain China sendiri masih tampil dengan dua pemain lainnya, Liu Fanhua (CHN) dan Wan Dan (CHN) yang memperkuat klub Prymorye (RUS).
Jika membandingkan dengan Asia sebagai kiblat prestasi bulutangkis dunia, maka Asia tertinggal dalam satu hal. Sampai saat ini belum ada turnamen resmi antar klub Asia. Padahal prestasi pemain-pemain klub Asia jauh lebih baik dari pemain yang tampil di Piala Eropa. Sebagai contoh klub PB Djarum dari Indonesia yang merajai turnamen level Challanger dan satelitte melalui atlet-atletnya seperti Rendra Wijaya, Fran Kurniawan, Andre Kurniawan, Yonathan S, Rian Sukmawan, Meliana Jauhari, Shendy Puspa dan pemain lainnya. Demikian juga dengan negeri Jiran Malaysia dengan klubnya Nusa Mahsuri yang menaungi pemain selevel M. Hafiz Hashim dan Roslin Hashim. Pemain-pemain tersebut benar-benar mewakili klub karena tidak masuk dalam Pelatnas di negaranya. Tentu akan lebih semarak kalau PB. Djarum dan Nusa Mashuri mempelopori turnamen serupa di benua Asia.
Piala Eropa sudah memberikan contoh bagaimana turnamen antar klub bisa diangkat ke arena Internasional. Efektifitas turnamen serupa ini bagi kemajuan bulutangkis memang masih perlu dikaji lagi. Namun kejuaraan antar klub seperti ini mungkin saja bisa menjadi cikal bakal Industri Olahraga Bulutangkis. Seperti halnya cabang sepakbola, transfer pemain antar klub telah berhasil menjadikan Olahraga sebagai obyek Industri. Hal ini tentunya berdampak possitif pada kesejahteraan dan penghasilan atlet. Jalan menuju kesana masih panjang atau mungkin tidak pernah tercapai. Tetapi inisiatif Eropa menggelar turnamen seperti ini layak diberikan acungan jempol apalagi ditengah-tengah masyarkat Eropa bahkan dunia sedang tertuju pada Piala Eropa cabang Sepak Bola
Published :
www.badminton-indonesia.com (16 Juni 2008)
TINJAUAN KRITIS TERHADAP BAJANG KIREK
"Bajang Kirek, dua puluh tahun menjadi tokoh yang paling banyak dibicarakan sekarang ini. Dan mungkin juga untuk waktu yang agak panjang. Ketika berangkat ke Riyadh, ia masih sebagai pemain bulutangkis dengan masa depan depan yang belum menentu. Kini, ia menjadi tumpuan harapan. Besok malam dilapangan tertutup Tokyo akan menghadapi Naughton, bintang Swedia yang berusia dua puluh tiga tahun..." Demikian kalimat pembuka tulisan Kate Dewantara pada harian suara Pancasila mengenai seorang tokoh bernama Bajang Kirek.
Tahun 1995, Kebanggaan Indonesia bukanlah sang juara dunia Hariyanto Arbi atau Ardi Wiranata (Juara Indonesia Open '95) bahkan bukan juga Alan Budi Kusuma (Juara Malaysia Open '95). Kebanggaan Indonesia tertanam pada diri murid Rudy Hartono yang bernama Bajang Kirek. Tetapi semua itu tidak terjadi didunia nyata melainkan hanya dalam sebuah cerita fiksi. Kisah diatas merupakan petikan dari novel setebal 421 halaman karangan Tuti Ngingung terbitan Gramedia yang berjudul "Opera Bulutangkis 1995". Novel ini merupakan cerita bersambung pada harian Kompas yang kemudian diterbitkan dalam sebuah buku. Dikisahkan Bajang Kirek adalah seorang pemain muda dengan bakat alami dan memiliki karakter kuat berhasil menjadi hero saat Indonesia merayakan setengah abad kemerdekaannya.
Ditengah sepinya prestasi bulutangkis Indonesia saat ini, maka membaca buku ini bisa menjadi sedikit hiburan. Apalagi buku ini merupakan satu-satunya novel fiksi yang menceritakan perjalanan karir seorang pemain bulutangkis. Kisah yang dilengkapi dengan bumbu percintaan ini bukan hanya menarik untuk dibaca tetapi juga menarik untuk dikritisi.
Tokoh Bajang Kirek digambarkan sebagai sosok yang merdeka dan menolak segala macam label dagang untuk dikenakannya. Perseteruannya dengan sebuah perusahaan alat olahraga terbesar, Tashida Coorporation digambarkan dalam kalimat berikut :" Ia, Tashida, boleh memasang apa saja dilapangan. Boleh memberikan duit terbesar. Tapi ia tidak berhak mengatur manusia, setidaknya saya. Saya tak mau memakai kondom Tashida, misalnya ia bikin...". Bajang Kirek selalu menggunakan kaos polos dan raket tanpa merk apapun. Sikap ini menjadi bagian yang sangat melekat pada tokoh Bajang Kirek.
Sikap anti produk Bajang Kirek tentu kontra produktif dengan kemajuan yang diinginkan dunia bulutangkis saat ini. Dimana bulutangkis berusaha mengejar ketertinggalannya dari cabang lain untuk menjadi olahraga industri. Dukungan sponsor memegang peranan penting ditengah erah globalisasi saat ini sehingga tidak jelas maksud pengarang membuatkan karakter sang tokoh seperti itu.
Bisa jadi pengarang ingin menanamkan semangat nasionalisme kepada pembaca sehingga tidak terlena dengan penguasaan korporasi asing. Tetapi alangkah baiknya kalau pengarang menjadikan tokoh Bajang Kirek bukan sebagai tokoh anti produk dagang melainkan sebagai tokoh yang konsisten menggunakan merk dalam negeri. Dengan itu sang pengarang bisa mengarahkan pembaca untuk termotivasi pada produk nasional
Kondisi yang memang patut disayangkan dimana bulutangkis yang sudah mendarah daging di bumi pertiwi tidak ditunjang dengan perkembangan Industri peralatannya. Pemain-pemain nasional Indonesia dibayar untuk menggunakan raket dan produk lainnya bermerk luar negeri. Sudah saatnya masyarakat Indonesia terutama kalangan pengusaha untuk memikirkan kebanggaan lain buat bangsa ini. Sebuah brand Indonesia yang digunakan dalam skala global dengan ditunjang reputasi prestasi di lapangan akan membuat kebanggaan kita sebagai bangsa akan berlipat ganda.
Pada bagian akhir novel "Opera Bulutangkis" diceritakan pertarungan Bajang Kirek melawan sebuah robot canggih bernama B-2025. Bak dwi tarung seorang pecatur dunia melawan sebuah super komputer, pertandingan Bajang Kirek melawan robot berlangsung sengit. Hasilnya tentu bisa ditebak, sang tokoh utama menjadi pemenang. Kalau boleh menerka apa yang dipikirkan sang pengarang, mungkin ini adalah cermin superiornya prestasi Indonesia tahun 1995. Pemain-pemain seperti Ardi Wiranata, Alan Budi Kusuma, Hariyanto Arbi, Susi Susanti, Ricky Subagja, Rexy Mainaky dan kawan kawan sangat perkasa dipercaturan bulutangkis dunia. Oleh sebab itu hanya super robot yang bisa mengimbangi pemain-pemain Indonesia. Sayang saat ini prestasi pemain Indonesia kembali menurun. Bagi Indonesia sekarang, tidak perlu berpikir mencari super robot untuk ditaklukkan tetapi perlu memikirkan strategi mengatasi pemain negara lain. Kejayaan bulutangkis Indonesia diharapkan segera kembali.
Published :
www.bulutangkis.com (10 Juni 2008)
www.badminton-indonesia.com (09 Juni 2008)
Tahun 1995, Kebanggaan Indonesia bukanlah sang juara dunia Hariyanto Arbi atau Ardi Wiranata (Juara Indonesia Open '95) bahkan bukan juga Alan Budi Kusuma (Juara Malaysia Open '95). Kebanggaan Indonesia tertanam pada diri murid Rudy Hartono yang bernama Bajang Kirek. Tetapi semua itu tidak terjadi didunia nyata melainkan hanya dalam sebuah cerita fiksi. Kisah diatas merupakan petikan dari novel setebal 421 halaman karangan Tuti Ngingung terbitan Gramedia yang berjudul "Opera Bulutangkis 1995". Novel ini merupakan cerita bersambung pada harian Kompas yang kemudian diterbitkan dalam sebuah buku. Dikisahkan Bajang Kirek adalah seorang pemain muda dengan bakat alami dan memiliki karakter kuat berhasil menjadi hero saat Indonesia merayakan setengah abad kemerdekaannya.
Ditengah sepinya prestasi bulutangkis Indonesia saat ini, maka membaca buku ini bisa menjadi sedikit hiburan. Apalagi buku ini merupakan satu-satunya novel fiksi yang menceritakan perjalanan karir seorang pemain bulutangkis. Kisah yang dilengkapi dengan bumbu percintaan ini bukan hanya menarik untuk dibaca tetapi juga menarik untuk dikritisi.
Tokoh Bajang Kirek digambarkan sebagai sosok yang merdeka dan menolak segala macam label dagang untuk dikenakannya. Perseteruannya dengan sebuah perusahaan alat olahraga terbesar, Tashida Coorporation digambarkan dalam kalimat berikut :" Ia, Tashida, boleh memasang apa saja dilapangan. Boleh memberikan duit terbesar. Tapi ia tidak berhak mengatur manusia, setidaknya saya. Saya tak mau memakai kondom Tashida, misalnya ia bikin...". Bajang Kirek selalu menggunakan kaos polos dan raket tanpa merk apapun. Sikap ini menjadi bagian yang sangat melekat pada tokoh Bajang Kirek.
Sikap anti produk Bajang Kirek tentu kontra produktif dengan kemajuan yang diinginkan dunia bulutangkis saat ini. Dimana bulutangkis berusaha mengejar ketertinggalannya dari cabang lain untuk menjadi olahraga industri. Dukungan sponsor memegang peranan penting ditengah erah globalisasi saat ini sehingga tidak jelas maksud pengarang membuatkan karakter sang tokoh seperti itu.
Bisa jadi pengarang ingin menanamkan semangat nasionalisme kepada pembaca sehingga tidak terlena dengan penguasaan korporasi asing. Tetapi alangkah baiknya kalau pengarang menjadikan tokoh Bajang Kirek bukan sebagai tokoh anti produk dagang melainkan sebagai tokoh yang konsisten menggunakan merk dalam negeri. Dengan itu sang pengarang bisa mengarahkan pembaca untuk termotivasi pada produk nasional
Kondisi yang memang patut disayangkan dimana bulutangkis yang sudah mendarah daging di bumi pertiwi tidak ditunjang dengan perkembangan Industri peralatannya. Pemain-pemain nasional Indonesia dibayar untuk menggunakan raket dan produk lainnya bermerk luar negeri. Sudah saatnya masyarakat Indonesia terutama kalangan pengusaha untuk memikirkan kebanggaan lain buat bangsa ini. Sebuah brand Indonesia yang digunakan dalam skala global dengan ditunjang reputasi prestasi di lapangan akan membuat kebanggaan kita sebagai bangsa akan berlipat ganda.
Pada bagian akhir novel "Opera Bulutangkis" diceritakan pertarungan Bajang Kirek melawan sebuah robot canggih bernama B-2025. Bak dwi tarung seorang pecatur dunia melawan sebuah super komputer, pertandingan Bajang Kirek melawan robot berlangsung sengit. Hasilnya tentu bisa ditebak, sang tokoh utama menjadi pemenang. Kalau boleh menerka apa yang dipikirkan sang pengarang, mungkin ini adalah cermin superiornya prestasi Indonesia tahun 1995. Pemain-pemain seperti Ardi Wiranata, Alan Budi Kusuma, Hariyanto Arbi, Susi Susanti, Ricky Subagja, Rexy Mainaky dan kawan kawan sangat perkasa dipercaturan bulutangkis dunia. Oleh sebab itu hanya super robot yang bisa mengimbangi pemain-pemain Indonesia. Sayang saat ini prestasi pemain Indonesia kembali menurun. Bagi Indonesia sekarang, tidak perlu berpikir mencari super robot untuk ditaklukkan tetapi perlu memikirkan strategi mengatasi pemain negara lain. Kejayaan bulutangkis Indonesia diharapkan segera kembali.
Published :
www.bulutangkis.com (10 Juni 2008)
www.badminton-indonesia.com (09 Juni 2008)
TURUNNYA PAMOR TURNAMEN JAKARTA OPEN
Turnamen bulutangkis Jakarta Open baru saja berakhir. Jago-jago tua mengusai perebutan juara kelompok dewasa. Pemain gaek Budi Santoso berhasil merebut gelar juara tunggal putra. Pemain-pemain eks Pelatnas juga menjuarai nomor-nomor ganda melalui Trikus Haryanto / Bambang Supranto (ganda putra), Indarti Isolina / Lidya Pratiwi (ganda putri) dan Budi Santoso / Emma Ermawati (ganda campuran). Pemain-pemain yunior pelatnas tidak dapat memberikan prestasi yang terbaik karena tenggelam kehebatan pemain-pemain gaek yang sudah malang melintang di dunia bulutangkis.
Turnamen yang menjadi agenda tahunan Pengda PBSI Jakarta ini sudah memasuki penyelenggaraan yang ke-22. Pemain-pemain dari berbagai daaerah dan tingkatan usia berdatangan meramaikan GOR Asia Afrika. Turnamen yang mempertandingkan tingkatan dewasa, taruna, pemula dan remaja ini tetap semarak seperti tahun-tahun sebelumya. Tetapi pamor turnamen sendiri terlihat sedikit menurun. Ada beberapa sebab penurunan tersebut terjadi terutama kelas turnamen yang sudah tidak lagi menjadi bagian dari seri satelit Asia. Akibatnya turnamen ini hanya memberikan poin untuk peringkat nasional tetapi tidak untuk peringkat BWF. Bandingkan dengan turnamen sejenis, Surabaya Challanger (Sebelumnya : Surabaya Satelitte) yang diakui menjadi bagian dari turnamen BWF. Imbasnya tidak ada pemain asing yang berlaga di Jakarta Open padahal cikal bakal Kejuaraan Dunia Yunior berawal dari turnamen ini.
Sebagai bagian dari sirkuit nasional, peserta turnamen membludak sebanyak 1337 pemain dari 119 klub di 20 provinsi di Indonesia. Tapi dari sekian banyak peserta tersebut, sebagian dari juara bertahan kelompok dewasa tidak ambil bagian. Pemain-pemain Djarum seperti Maria Elfira (Juara tunggal putri 2007), Ari Yuli Wahyu (Tunggal Putra) dan pasangan ganda putri Meliana Jauhari / Shendy Puspa lebih memilih turnamen Spanyol terbuka. Jadwal penyelenggaraan turnamen tidak hanya bentrok dengan Spanyol Open tetapi juga bersamaan dengan turnamen Singapore Satelitte. Beberapa skuat muda Pelatnas seperti Lingga Lie, Fernando, Richi Puspita, Devi Tika dan Nadya Melati lebih memilih berlaga di turnamen negeri Singa tersebut. Untuk penyelenggaraan tahun-tahun berikutnya, sebaiknya Pengda PBSI DKI Jakarta mencari waktu yang lebih pas.
Minimnya pemberitaan dari media nasional membuat Jakarta Open kurang diketahui masyarakat umum. Apalagi masyarakat baru selesai memfokuskan diri pada kejuaraan akbar Thomas Cup dan Uber Cup. Sangat sulit mencari informasi hasil pertandingan pada media cetak tingkat nasional. Kelemahan lain sama seperti yang terjadi pada turnamen-turnamen didalam negeri adalah sistem informasi pertandingan. Di beberapa negara, turnamen tingkat nasional sudah diinformasikan lewat media web site atau situs www.tournamentsoftware.com . Padahal pada saat yang bersamaan kita bisa memantau hasil Spanyol Terbuka dan Singapore Satelitte melalui sebuah situs internet. Sudah saatnya turnamen level nasional maupun satelitte di Indonesia mengikuti perkembangan jaman. Mudah-mudahan penyelenggaraan tahun berikutnya, pamor turnamen Jakarta Open meningkat kembali dari semua sisi.
Published :
www.bulutangkis.com (28 Mei 2008)
www.badminton-indonesia.com (28 Mei 2008)
Turnamen yang menjadi agenda tahunan Pengda PBSI Jakarta ini sudah memasuki penyelenggaraan yang ke-22. Pemain-pemain dari berbagai daaerah dan tingkatan usia berdatangan meramaikan GOR Asia Afrika. Turnamen yang mempertandingkan tingkatan dewasa, taruna, pemula dan remaja ini tetap semarak seperti tahun-tahun sebelumya. Tetapi pamor turnamen sendiri terlihat sedikit menurun. Ada beberapa sebab penurunan tersebut terjadi terutama kelas turnamen yang sudah tidak lagi menjadi bagian dari seri satelit Asia. Akibatnya turnamen ini hanya memberikan poin untuk peringkat nasional tetapi tidak untuk peringkat BWF. Bandingkan dengan turnamen sejenis, Surabaya Challanger (Sebelumnya : Surabaya Satelitte) yang diakui menjadi bagian dari turnamen BWF. Imbasnya tidak ada pemain asing yang berlaga di Jakarta Open padahal cikal bakal Kejuaraan Dunia Yunior berawal dari turnamen ini.
Sebagai bagian dari sirkuit nasional, peserta turnamen membludak sebanyak 1337 pemain dari 119 klub di 20 provinsi di Indonesia. Tapi dari sekian banyak peserta tersebut, sebagian dari juara bertahan kelompok dewasa tidak ambil bagian. Pemain-pemain Djarum seperti Maria Elfira (Juara tunggal putri 2007), Ari Yuli Wahyu (Tunggal Putra) dan pasangan ganda putri Meliana Jauhari / Shendy Puspa lebih memilih turnamen Spanyol terbuka. Jadwal penyelenggaraan turnamen tidak hanya bentrok dengan Spanyol Open tetapi juga bersamaan dengan turnamen Singapore Satelitte. Beberapa skuat muda Pelatnas seperti Lingga Lie, Fernando, Richi Puspita, Devi Tika dan Nadya Melati lebih memilih berlaga di turnamen negeri Singa tersebut. Untuk penyelenggaraan tahun-tahun berikutnya, sebaiknya Pengda PBSI DKI Jakarta mencari waktu yang lebih pas.
Minimnya pemberitaan dari media nasional membuat Jakarta Open kurang diketahui masyarakat umum. Apalagi masyarakat baru selesai memfokuskan diri pada kejuaraan akbar Thomas Cup dan Uber Cup. Sangat sulit mencari informasi hasil pertandingan pada media cetak tingkat nasional. Kelemahan lain sama seperti yang terjadi pada turnamen-turnamen didalam negeri adalah sistem informasi pertandingan. Di beberapa negara, turnamen tingkat nasional sudah diinformasikan lewat media web site atau situs www.tournamentsoftware.com . Padahal pada saat yang bersamaan kita bisa memantau hasil Spanyol Terbuka dan Singapore Satelitte melalui sebuah situs internet. Sudah saatnya turnamen level nasional maupun satelitte di Indonesia mengikuti perkembangan jaman. Mudah-mudahan penyelenggaraan tahun berikutnya, pamor turnamen Jakarta Open meningkat kembali dari semua sisi.
Published :
www.bulutangkis.com (28 Mei 2008)
www.badminton-indonesia.com (28 Mei 2008)
Prestasi Tim Uber Sebagai Modal Dua Tahun Mendatang
Kawasan Istora Senayan Jakarta kembali lengang. Tidak ada lagi hiruk pikuk antrean penonton yang harus mengantri empat jam buat selembar tiket. Para penjaja tiket keliling dengan harga yang tidak sama dengan yang tulisan yang terterah pada kertas yang dipegangnya juga sudah membubarkan diri. Pedagang pernak-pernik bertemakan Thomas Uber tinggal menghitung keuntungannya. Yang tersisa adalah sesuatu yang layak untuk dikenang. Dukungan besar publik Istora terhadap tim kesayangannya menjadi tonggak baru untuk kemajuan bulutangkis Indonesia. Selama pertandingan, mereka hadir dengan berbagai keunikan. Coretan wajah, gelombang manusia, tarian, spanduk, terompet dan berbagai bentuk dukungan membangkitkan gairah bulutangkis Indonesia.
Dukungan besar masyarakat Indonesia terhadap timnya berhasil dijawab dengan prestasi yang gemilang dari tim Piala Uber Indonesia. Mereka hanya ditargetkan semifinal malah berhasil merebut tempat kedua setelah memberikan perlawanan yang maksimal terhadap tim juara, China. Pertanda kesuksesan Firdasari dan kawan-kawan sudah terlihat dari pertandingan pertama. Sebagai tim unggulan kelima, Indonesia menundukkan unggulan kedua Jepang dengan skor 4-1 dan berpeluang untuk menjadi juara grup. Posisi juara grup benar-benar diperoleh Indonesia setelah melibas Belanda 5-0. Posisi juara grup ini menguntungkan Indonesia sehingga terhindar pertemuan lebih awal dengan China dan tidak bertemu dengan unggulan ketiga, Korea Selatan dan unggulan keempat Malaysia.
Keberhasilan menundukkan Hongkong 3-0 di perempat final dan Jerman 3-1 di semifinal mengantar tim uber Indonesia merebut terbaik sejak terakhir menjadi runner up sepuluh tahun yang lalu. Tetapi kesuksesan yang patut diacungi jempol ini jangan membuat srikandi-srikandi kita terlena. Penyelenggaraan Piala Uber dua tahun mendatang diharapkan Indonesia dapat berprestasi lebih baik dengan memboyong Piala Uber ke tanah air.
Modal yang dimiliki Indonesia untuk menjadi Juara dua tahun mendatang cukup menjanjikan. Tim inti saat ini yang bermaterikan pemain kelahiran 1985 keatas kecuali Vita Marissa dan Jo Novita dipandang sebagai umur yang masih cukup matang untuk berprestasi. Apalagi tunggal ketiga Indonesia Pia Zebadiah yang baru berumur 19 tahun bisa menjadi andalan terdepan pada penyelenggaraan Uber berikutnya. Andriyanti Firdasari (kelahiran 1986) dan Maria Kristin (1985) diharapkan semakin meningkat penampilannya. Diluar ketiga pemain inti tersebut, kita masih mempunyai cadangan pemain Fransisca Ratnasari yang menjadi tunggal keempat tim Uber kali ini. Selain anggota tim Uber, Indonesia diharapkan segera mematangkan pemain-pemain muda berbakat seperti Febby Angguni dan Maria Febe.
Nomor ganda yang menjadi pendulang poin tim Indonesia sedikit harus bekerja ekstra untuk memunculkan muka-muka baru. Dua tahun mendatang pemain-pemain Indonesia sudah mulai berumur kecuali Lilyana Natsir (kelahiran 1985) dan Greysia Polii (1987). Walaupun itu bukan berarti pemain yang lain tidak bisa berprestasi lagi. Sebagai contoh Vita Marissa yang merupakan pemain senior di tim ini masih membuktikan kualitas terbaik. Namun sebagai antisipasi perlu disiapkan pemain-pemain muda lainnya seperti Yulianti, Nathalia Poluakan, Devi Tika Permatasari, Richi Puspita dan rekan seangkatannnya.
Tim Piala Uber Indonesia sudah memulai dengan prestasi yang baik tahun ini. Sudah seharusnya PBSI memulai persiapan dari sekarang untuk meningkatkan prestasi putri Indonesia dua tahun mendatang. Sangat disayangkan kalau hanya berpuas diri sekarang yang bisa membuat kita lengah. Dua tahun mendatang Piala Uber yang lepas akan kita Uber sampai kembali kepangkuan ibu pertiwi. Indonesia pernah mempunyai sejarah saat Uber Cup 1972 hanya menjadi runner up tetapi Uber Cup berikutnya tertangkap gengamam putri-putri kita.
Dua tahun mendatang, Istora bukan lagi menjadi tempat bertanding. Tantangan untuk menjadi juara tentu lebih berat. Tetapi dukungan masyarakat Indonesia akan tidak pernah pudar. Berprestasilah wahai srikandi-srikandi Indonesia
Published :
www.bulutangkis.com (24 Mei 2008)
Dukungan besar masyarakat Indonesia terhadap timnya berhasil dijawab dengan prestasi yang gemilang dari tim Piala Uber Indonesia. Mereka hanya ditargetkan semifinal malah berhasil merebut tempat kedua setelah memberikan perlawanan yang maksimal terhadap tim juara, China. Pertanda kesuksesan Firdasari dan kawan-kawan sudah terlihat dari pertandingan pertama. Sebagai tim unggulan kelima, Indonesia menundukkan unggulan kedua Jepang dengan skor 4-1 dan berpeluang untuk menjadi juara grup. Posisi juara grup benar-benar diperoleh Indonesia setelah melibas Belanda 5-0. Posisi juara grup ini menguntungkan Indonesia sehingga terhindar pertemuan lebih awal dengan China dan tidak bertemu dengan unggulan ketiga, Korea Selatan dan unggulan keempat Malaysia.
Keberhasilan menundukkan Hongkong 3-0 di perempat final dan Jerman 3-1 di semifinal mengantar tim uber Indonesia merebut terbaik sejak terakhir menjadi runner up sepuluh tahun yang lalu. Tetapi kesuksesan yang patut diacungi jempol ini jangan membuat srikandi-srikandi kita terlena. Penyelenggaraan Piala Uber dua tahun mendatang diharapkan Indonesia dapat berprestasi lebih baik dengan memboyong Piala Uber ke tanah air.
Modal yang dimiliki Indonesia untuk menjadi Juara dua tahun mendatang cukup menjanjikan. Tim inti saat ini yang bermaterikan pemain kelahiran 1985 keatas kecuali Vita Marissa dan Jo Novita dipandang sebagai umur yang masih cukup matang untuk berprestasi. Apalagi tunggal ketiga Indonesia Pia Zebadiah yang baru berumur 19 tahun bisa menjadi andalan terdepan pada penyelenggaraan Uber berikutnya. Andriyanti Firdasari (kelahiran 1986) dan Maria Kristin (1985) diharapkan semakin meningkat penampilannya. Diluar ketiga pemain inti tersebut, kita masih mempunyai cadangan pemain Fransisca Ratnasari yang menjadi tunggal keempat tim Uber kali ini. Selain anggota tim Uber, Indonesia diharapkan segera mematangkan pemain-pemain muda berbakat seperti Febby Angguni dan Maria Febe.
Nomor ganda yang menjadi pendulang poin tim Indonesia sedikit harus bekerja ekstra untuk memunculkan muka-muka baru. Dua tahun mendatang pemain-pemain Indonesia sudah mulai berumur kecuali Lilyana Natsir (kelahiran 1985) dan Greysia Polii (1987). Walaupun itu bukan berarti pemain yang lain tidak bisa berprestasi lagi. Sebagai contoh Vita Marissa yang merupakan pemain senior di tim ini masih membuktikan kualitas terbaik. Namun sebagai antisipasi perlu disiapkan pemain-pemain muda lainnya seperti Yulianti, Nathalia Poluakan, Devi Tika Permatasari, Richi Puspita dan rekan seangkatannnya.
Tim Piala Uber Indonesia sudah memulai dengan prestasi yang baik tahun ini. Sudah seharusnya PBSI memulai persiapan dari sekarang untuk meningkatkan prestasi putri Indonesia dua tahun mendatang. Sangat disayangkan kalau hanya berpuas diri sekarang yang bisa membuat kita lengah. Dua tahun mendatang Piala Uber yang lepas akan kita Uber sampai kembali kepangkuan ibu pertiwi. Indonesia pernah mempunyai sejarah saat Uber Cup 1972 hanya menjadi runner up tetapi Uber Cup berikutnya tertangkap gengamam putri-putri kita.
Dua tahun mendatang, Istora bukan lagi menjadi tempat bertanding. Tantangan untuk menjadi juara tentu lebih berat. Tetapi dukungan masyarakat Indonesia akan tidak pernah pudar. Berprestasilah wahai srikandi-srikandi Indonesia
Published :
www.bulutangkis.com (24 Mei 2008)
Indonesia Bisa, Bangkitkan Bulutangkis Indonesia
Tanggal 20 Mei 2008 diperingati sebagai 100 tahun kebangkitan nasional. Seluruh televisi nasional menyiarkan acara yang sama pada malam harinya untuk menggugah kembali kebangkitan tersebut. Sesuatu yang tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini, negeri Indonesia yang punya potensi kaya raya tetapi malah terpuruk dalam berbagai bidang. Beberapa hari sebelumnya, seorang artis sekaligus tokoh politik tewas saat parade motor besar untuk membangkitkan nasionalisme pada momen seabad kebangkitan bangsa.
Pada acara puncak kebangkitan nasional tadi malam, peraih medali emas Olimpiade Astronomi, Sefrizal wanda dan juara riset matematika Internasional, laila didaulat menyalahkan obor yang didahului oleh deklarasi "Indonesia Bisa" oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Beberapa minggu sebelum acara ini digelar sempat dicanangkan bahwa Tim Thomas Cup Indonesia akan mempersembahkan piala tersebut pada peringatan 100 tahun kebangkitan nasional. Sayangnya cita-cita agung anak bangsa tersebut kandas. Tim Thomas Indonesia gagal mencapai final setelah dikalahkan Korea 0-3 di babak semifinal.
Istilah Kebangkitan layak diberikan kepada tim Uber Indonesia. Walaupun hanya ditargetkan semifinal malah berhasil maju ke babak final. Perjuangan pantang menyerah tim Putri Indonesia mendapat acungan jempol dari berbagai kalangan. Semoga kebangkitan tim putri ini terus berlanjut dan tim putra diharapkan menebus kegagalannya di Olimpiade Beijing nanti.
Berbicara kata "Bangkit", sebuah iklan yang ditayang semua televisi nasional dengan bintangnya Dedy Mizwar mendefinisikan sebagai berikut :
Bangkit itu susah (Susah melihat orang susah, Senang melihat orang senang)
Bangkit itu takut (Takut Korupsi, takut mengambil yang bukan haknya)
Bangkit itu mencuri (Mencuri perhatian dunia dengan prestasi)
Bangkit itu marah (Marah martabat bangsa diinjak)
Bangkit itu malu (Malu menjadi benalu dan meminta-minta)
Bangkit itu tidak ada (Tidak ada kata menyerah)
Bangkit itu aku (Indonesia-ku)
Nilai-nilai bangkit tersebut sangat relevan buat semua bidang tidak terkecuali bulutangkis. Bangkit itu susah melihat orang susash dan senang melihat orang senang berarti rasa saling bahu membahu untuk menuju perbaikan. Hal ini sudah ditunjukkan oleh publik Istora yang bahu membahu mendukung perjuangan tim Thomas dan Uber beberapa hari yang lalu. Dan ini juga dapat diartikan bahwa diperlukan pembangunan kompetisi yang positif dan saling dukung sesama pelaku bulutangkis.
Nilai kedua yaitu takut korupsi dan mengambil hak orang lain. Sudah menjadi rahasia umum disegala bidang di negeri ini hampir tidak ada yang tidak tersentuh korupsi. Sesuatu yang sangat membanggakan seandainya organisasi-organisasi bulutangkis tanah air terbebas dari hal itu termasuk percaloan yang bisa dikategorikan Korupsi.
Bangkit itu mencuri perhatian dunia dengan prestasi merupakan idaman kita semua. Indonesia sudah mencuri perhatian dunia lewat bulutangkis. Tinggal bagaimana kita mempertahankan bahkan meningkatkan prestasi tersebut. Prestasi juga terkait dengan marah karena martabat bangsa diinjak. Dengan prestasi, negara lain tidak akan berani seenaknya menginjak harkat martabat bangsa ini. Malu menjadi benalu adalah nilai yang harus tertanam di jiwa atlet. Negara sudah membiayai mereka, rakyat sudah membiayai mereka. Tunjukkan prestasi sehingga tidak menjadi benalu.
Nilai terakhir adalah pantang menyerah. Semangat pantang menyerah membuat seorang pemain Thailand yang tidak terkenal bisa menumbangkan sang Legenda Taufik Hidayat. Semangat pantang menyerah membuat Pia Zebadiah menundukkan beberapa pemain yang peringkatnya jauh lebih tinggi. Pantang menyerah adalah kamus wajib bagi atlet bulutangkis Indonesia.
Semua nilai bangkit tersebut buat Indonesia-ku yang sedang mengenang 100 tahun kebangkitan nasional. Satu abad yang lalu, pendahulu bangsa ini mendirikan Boedi Oetomo dimaksudkan untuk menjadi alat dalam suatu sistem perjuangan bangsa. Seratus tahun yang lalu para pejuang sudah berpikir mencari sistem yang efektif sebagai alat perjuangannya. Mengapa pejuang diberbagai bidang masa ini juga berpikir untuk menciptakan suatu sistem yang baik untuk kemajuan bidang yang digeluti. Satu hal lagi yang diperlukan insan bulutangkis negeri ini yaitu suatu sistem pembinaan yang efektif dan transparan terutama dalam perekrutan pemain muda. Mengingatkan kembali deklarasi presiden kita bahwa "Indonesia Bisa" dan demikian juga "Bulutangkis Indonesia Bisa"
www.bulutangkis.com (22 Mei 2008)
www.badminton-indonesia.com (21 Mei 2008)
Pada acara puncak kebangkitan nasional tadi malam, peraih medali emas Olimpiade Astronomi, Sefrizal wanda dan juara riset matematika Internasional, laila didaulat menyalahkan obor yang didahului oleh deklarasi "Indonesia Bisa" oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Beberapa minggu sebelum acara ini digelar sempat dicanangkan bahwa Tim Thomas Cup Indonesia akan mempersembahkan piala tersebut pada peringatan 100 tahun kebangkitan nasional. Sayangnya cita-cita agung anak bangsa tersebut kandas. Tim Thomas Indonesia gagal mencapai final setelah dikalahkan Korea 0-3 di babak semifinal.
Istilah Kebangkitan layak diberikan kepada tim Uber Indonesia. Walaupun hanya ditargetkan semifinal malah berhasil maju ke babak final. Perjuangan pantang menyerah tim Putri Indonesia mendapat acungan jempol dari berbagai kalangan. Semoga kebangkitan tim putri ini terus berlanjut dan tim putra diharapkan menebus kegagalannya di Olimpiade Beijing nanti.
Berbicara kata "Bangkit", sebuah iklan yang ditayang semua televisi nasional dengan bintangnya Dedy Mizwar mendefinisikan sebagai berikut :
Bangkit itu susah (Susah melihat orang susah, Senang melihat orang senang)
Bangkit itu takut (Takut Korupsi, takut mengambil yang bukan haknya)
Bangkit itu mencuri (Mencuri perhatian dunia dengan prestasi)
Bangkit itu marah (Marah martabat bangsa diinjak)
Bangkit itu malu (Malu menjadi benalu dan meminta-minta)
Bangkit itu tidak ada (Tidak ada kata menyerah)
Bangkit itu aku (Indonesia-ku)
Nilai-nilai bangkit tersebut sangat relevan buat semua bidang tidak terkecuali bulutangkis. Bangkit itu susah melihat orang susash dan senang melihat orang senang berarti rasa saling bahu membahu untuk menuju perbaikan. Hal ini sudah ditunjukkan oleh publik Istora yang bahu membahu mendukung perjuangan tim Thomas dan Uber beberapa hari yang lalu. Dan ini juga dapat diartikan bahwa diperlukan pembangunan kompetisi yang positif dan saling dukung sesama pelaku bulutangkis.
Nilai kedua yaitu takut korupsi dan mengambil hak orang lain. Sudah menjadi rahasia umum disegala bidang di negeri ini hampir tidak ada yang tidak tersentuh korupsi. Sesuatu yang sangat membanggakan seandainya organisasi-organisasi bulutangkis tanah air terbebas dari hal itu termasuk percaloan yang bisa dikategorikan Korupsi.
Bangkit itu mencuri perhatian dunia dengan prestasi merupakan idaman kita semua. Indonesia sudah mencuri perhatian dunia lewat bulutangkis. Tinggal bagaimana kita mempertahankan bahkan meningkatkan prestasi tersebut. Prestasi juga terkait dengan marah karena martabat bangsa diinjak. Dengan prestasi, negara lain tidak akan berani seenaknya menginjak harkat martabat bangsa ini. Malu menjadi benalu adalah nilai yang harus tertanam di jiwa atlet. Negara sudah membiayai mereka, rakyat sudah membiayai mereka. Tunjukkan prestasi sehingga tidak menjadi benalu.
Nilai terakhir adalah pantang menyerah. Semangat pantang menyerah membuat seorang pemain Thailand yang tidak terkenal bisa menumbangkan sang Legenda Taufik Hidayat. Semangat pantang menyerah membuat Pia Zebadiah menundukkan beberapa pemain yang peringkatnya jauh lebih tinggi. Pantang menyerah adalah kamus wajib bagi atlet bulutangkis Indonesia.
Semua nilai bangkit tersebut buat Indonesia-ku yang sedang mengenang 100 tahun kebangkitan nasional. Satu abad yang lalu, pendahulu bangsa ini mendirikan Boedi Oetomo dimaksudkan untuk menjadi alat dalam suatu sistem perjuangan bangsa. Seratus tahun yang lalu para pejuang sudah berpikir mencari sistem yang efektif sebagai alat perjuangannya. Mengapa pejuang diberbagai bidang masa ini juga berpikir untuk menciptakan suatu sistem yang baik untuk kemajuan bidang yang digeluti. Satu hal lagi yang diperlukan insan bulutangkis negeri ini yaitu suatu sistem pembinaan yang efektif dan transparan terutama dalam perekrutan pemain muda. Mengingatkan kembali deklarasi presiden kita bahwa "Indonesia Bisa" dan demikian juga "Bulutangkis Indonesia Bisa"
www.bulutangkis.com (22 Mei 2008)
www.badminton-indonesia.com (21 Mei 2008)
Strategi Non Fair Play Korea Berbalik Arah
Sebelum final Piala Thomas berlangsung seakan strategi mengalah tim Thomas Korea Selatan di babak penyisihan grup merupakan tindakan yang tepat. Babak penyisihan grup dianggap sebagai pertandingan yang tidak berguna karena tidak ada tim yang tersisih. Tindakan Korea Selatan ini membuat BWF akan mengkaji ulang sistem pertandingan Piala Thomas dan Uber. Korea tergabung di grup B bersama Inggris dan Malaysia. Kemungkinan-kemungkinan yang terjadi seandainya menjadi juara grup maka akan bertemu China di semifinal, runner up grup akan bertemu Indonesia di perempat final dan posisi ketiga maka bertemu Indonesia di semifinal. Akhirnya korea memilih alternatif ketiga.
Pada pertandingan pertama melawan Inggris, Korea mencoba tunggal keempatnya Hong Ji Hoon menjadi tunggal pertama melawan tunggal pertama Inggris Andrew Smith dan kalah dengan skor ketat 19-21 21-18 16-21. Untuk tunggal kedua dan ketiga, Korea menurunkan pemain ganda nya Lee Jae Jin daan Hwang Ji Man sedangkan pemain tunggal Park Sung Hwan dan Lee Young Ill berpasangan sebagai ganda kedua. Semua nya kalah dari tim Inggris kecuali ganda pertama Lee Young Dae yang berpasangan dengan pemain tunggal lainnya Shon Seung Mo. Pertandingan berikutnya melawan Malaysia, mereka mulai menurunkan tunggal ketiga Shon Seung Mo sebagai tunggal pertama dan Hong Ji Hoon sebagai tunggal kedua berhadapan dengan Wong Choon Han. Kemudian tunggal ketiga tetap diisi pemain ganda Hwang Ji Man. Turun sebagai pemain ganda pertama adalah pasangan acak, Lee Jae Jin / Jung Jae Sung dan ganda kedua Lee Young Dae / Hong Ji Hoon. Hasilnya hanya pasangan ganda pertama mereka yang bisa mengatasi tim Malaysia.
Sampai tahap ini, strategi Korea yang oleh sebagian orang dianggap tidak Fair Play tersebut ternyata cukup berhasil. Misi mereka untuk menempati posisi juru kunci di grup B tercapai. Bahkan mereka bisa menguji pemain muda mereka yang menempati tunggal keempat Hong Ji Hoonuntuk bertanding melawan tunggal pertama Inggris dan tunggal kedua Malaysia. Ini cukup positif dibandingkan Indonesia yang tidak sempat menguji penampilan Tommy Sugiarto sekalipun dalam Piala Thomas kali ini. Korea sendiri baru menurunkan tim yang sesungguhnya saat melawan Kanada, Denmark dan Indonesia sampai menuju puncak perebutan tropi tertinggi beregu putra dunia.
Akhirnya Korea menerima buah pahit dari sikap tidak fair play nya itu pada babak final. Saat itu Korea tertinggal 1-2 setelah China unggul melalui tunggal pertama dan kedua, sedangkan Korea unggul di ganda pertama. Korea sangat yakin akan menyamakan kedudukan melalui ganda kedua mereka Lee Jae Jin / Hwang Ji Man berdasarkan prestasi sebelum Piala Thomas berlangsung. Lee / Hwang berhasil meraih gelar juara Jerman terbuka, finalis All England dan Semi final kejuaraan Asia. Sedangkan lawannya pasangan China Xie Xongbo / Guo Zhendong memang berhasil merebut gelar juara India Open tetapi dalam turnamen lainnya tahun ini tidak sekalipun tembus babak semifinal. Pada saat kritis tersebut pasangan Korea akhirnya takluk dari pasangan China sekaligus mengubur impian Korea untuk merebut piala Thomas pertamanya. Menurut pakar sekaligus pelatih bulutangkis, Bung Indra Gunawan pada siaran televisi mengatakan kekalahan pasangan Korea tersebut karena penampilan mereka seperti masih mencoba-coba lapangan. Indra beralasan karena sebelum final Lee / Hwang hanya sekali tampil bersama saat lawan Denmark. Pada penyisihan mereka tampil dinomor tunggal sedangkan saat melawan Indonesia dan Kanada mereka batal turun karena Korea sudah unggul 3-0 duluan.
Dari kasus tersebut terlihat bahwa Korea tidak memperoleh manfaat sama sekali sikap Non Fair Play mereka. Kalau dianggap Lee / Hwang bisa lebih bertenaga saat final, juga tidak benar karena mereka diturunkan pada nomor tunggal. Lagipula untuk pemain sekelas mereka waktu istirahat satu hari menjelang semifinal atau menjelang final sudah cukup untuk memulihkan kondisi. Kekompakan Lee / Hwang yang diperlihatkan saat All England kurang terlihat malam itu.
Kasus Korea ini sebenarnya bukan hanya preseden buruk buat timnya sendiri tetapi juga buat perbulutangkisan secara luas. Penonton baik di stadion maupun di depan televisi seharusnya mendapat suguhan pertandingan kelas dunia di Piala Thomas hanya mendapatkan tontonan main-main dari Korea. Demikian pula terhadap citra penyelenggaraan Piala Thomas sendiri ikut tercoreng karena kelemahan sistem pertandingan. Strategi tim memang diperlukan tetapi seharusnya tetap dalam koridor sportifitas. Apalagi sebelumnya tim China juga sering menerapkan strategi main sabun untuk mengkatrol peringkat rekan setimnya pada berbagai turnamen. Bahkan dimedia massa, Lee Yong Bo sempat mengakui telah mengatur hasil pertandingan di level sekelas Olimpiade.
Indonesia lebih berbangga hati walaupun belum berhasil menjadi yang terbaik tetapi telah menampilkan nilai sportifitas dan semangat fair play yang tinggi. Hal itu tidak hanya ditunjukkan oleh pemain-pemainnya yang bertanding tetapi juga seluruh komponen kejuaraan ini seperti wasit dan hakim garis. Sesuatu yang berbeda ketika China dan Korea menjadi tuan rumah. Kasus Markis Kidho / Hendra Setiawan di China Open tahun lalu atau kasus Lin Dan di Korea Open tahun ini merupakan contoh yang tidak ditiru oleh Indonesia. Maka berbanggalah dengan sikap Sportifitas dan Pair Play untuk kemajuan bulutangkis itu sendiri.
www.bulutangkis.com (21 Mei 2008)
www.badminton-indonesia.com (21 Mei 2008)
Pada pertandingan pertama melawan Inggris, Korea mencoba tunggal keempatnya Hong Ji Hoon menjadi tunggal pertama melawan tunggal pertama Inggris Andrew Smith dan kalah dengan skor ketat 19-21 21-18 16-21. Untuk tunggal kedua dan ketiga, Korea menurunkan pemain ganda nya Lee Jae Jin daan Hwang Ji Man sedangkan pemain tunggal Park Sung Hwan dan Lee Young Ill berpasangan sebagai ganda kedua. Semua nya kalah dari tim Inggris kecuali ganda pertama Lee Young Dae yang berpasangan dengan pemain tunggal lainnya Shon Seung Mo. Pertandingan berikutnya melawan Malaysia, mereka mulai menurunkan tunggal ketiga Shon Seung Mo sebagai tunggal pertama dan Hong Ji Hoon sebagai tunggal kedua berhadapan dengan Wong Choon Han. Kemudian tunggal ketiga tetap diisi pemain ganda Hwang Ji Man. Turun sebagai pemain ganda pertama adalah pasangan acak, Lee Jae Jin / Jung Jae Sung dan ganda kedua Lee Young Dae / Hong Ji Hoon. Hasilnya hanya pasangan ganda pertama mereka yang bisa mengatasi tim Malaysia.
Sampai tahap ini, strategi Korea yang oleh sebagian orang dianggap tidak Fair Play tersebut ternyata cukup berhasil. Misi mereka untuk menempati posisi juru kunci di grup B tercapai. Bahkan mereka bisa menguji pemain muda mereka yang menempati tunggal keempat Hong Ji Hoonuntuk bertanding melawan tunggal pertama Inggris dan tunggal kedua Malaysia. Ini cukup positif dibandingkan Indonesia yang tidak sempat menguji penampilan Tommy Sugiarto sekalipun dalam Piala Thomas kali ini. Korea sendiri baru menurunkan tim yang sesungguhnya saat melawan Kanada, Denmark dan Indonesia sampai menuju puncak perebutan tropi tertinggi beregu putra dunia.
Akhirnya Korea menerima buah pahit dari sikap tidak fair play nya itu pada babak final. Saat itu Korea tertinggal 1-2 setelah China unggul melalui tunggal pertama dan kedua, sedangkan Korea unggul di ganda pertama. Korea sangat yakin akan menyamakan kedudukan melalui ganda kedua mereka Lee Jae Jin / Hwang Ji Man berdasarkan prestasi sebelum Piala Thomas berlangsung. Lee / Hwang berhasil meraih gelar juara Jerman terbuka, finalis All England dan Semi final kejuaraan Asia. Sedangkan lawannya pasangan China Xie Xongbo / Guo Zhendong memang berhasil merebut gelar juara India Open tetapi dalam turnamen lainnya tahun ini tidak sekalipun tembus babak semifinal. Pada saat kritis tersebut pasangan Korea akhirnya takluk dari pasangan China sekaligus mengubur impian Korea untuk merebut piala Thomas pertamanya. Menurut pakar sekaligus pelatih bulutangkis, Bung Indra Gunawan pada siaran televisi mengatakan kekalahan pasangan Korea tersebut karena penampilan mereka seperti masih mencoba-coba lapangan. Indra beralasan karena sebelum final Lee / Hwang hanya sekali tampil bersama saat lawan Denmark. Pada penyisihan mereka tampil dinomor tunggal sedangkan saat melawan Indonesia dan Kanada mereka batal turun karena Korea sudah unggul 3-0 duluan.
Dari kasus tersebut terlihat bahwa Korea tidak memperoleh manfaat sama sekali sikap Non Fair Play mereka. Kalau dianggap Lee / Hwang bisa lebih bertenaga saat final, juga tidak benar karena mereka diturunkan pada nomor tunggal. Lagipula untuk pemain sekelas mereka waktu istirahat satu hari menjelang semifinal atau menjelang final sudah cukup untuk memulihkan kondisi. Kekompakan Lee / Hwang yang diperlihatkan saat All England kurang terlihat malam itu.
Kasus Korea ini sebenarnya bukan hanya preseden buruk buat timnya sendiri tetapi juga buat perbulutangkisan secara luas. Penonton baik di stadion maupun di depan televisi seharusnya mendapat suguhan pertandingan kelas dunia di Piala Thomas hanya mendapatkan tontonan main-main dari Korea. Demikian pula terhadap citra penyelenggaraan Piala Thomas sendiri ikut tercoreng karena kelemahan sistem pertandingan. Strategi tim memang diperlukan tetapi seharusnya tetap dalam koridor sportifitas. Apalagi sebelumnya tim China juga sering menerapkan strategi main sabun untuk mengkatrol peringkat rekan setimnya pada berbagai turnamen. Bahkan dimedia massa, Lee Yong Bo sempat mengakui telah mengatur hasil pertandingan di level sekelas Olimpiade.
Indonesia lebih berbangga hati walaupun belum berhasil menjadi yang terbaik tetapi telah menampilkan nilai sportifitas dan semangat fair play yang tinggi. Hal itu tidak hanya ditunjukkan oleh pemain-pemainnya yang bertanding tetapi juga seluruh komponen kejuaraan ini seperti wasit dan hakim garis. Sesuatu yang berbeda ketika China dan Korea menjadi tuan rumah. Kasus Markis Kidho / Hendra Setiawan di China Open tahun lalu atau kasus Lin Dan di Korea Open tahun ini merupakan contoh yang tidak ditiru oleh Indonesia. Maka berbanggalah dengan sikap Sportifitas dan Pair Play untuk kemajuan bulutangkis itu sendiri.
www.bulutangkis.com (21 Mei 2008)
www.badminton-indonesia.com (21 Mei 2008)
Semangat Hari Pendidikan Nasional Bagi Mahasiswa Bulutangkis
Tanggal 2 Mei lalu, Pelajar di seluruh penjuru tanah air melaksanakan upacara memperingati hari Pendidikan Nasional. Pada tanggal tersebut tahun 1889 lahir seseorang yang kemudian menjadi tokoh pendidikan nasional bernama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Beliau yang dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara telah menulis ratusan artikel tentang pendidikan dan mendirikan sekolah Taman Siswa. Kegigihannya dalam perjuangan kemerdekaan dan pendidikan menyebabkan beliau sempat dihukum oleh pemerintah kolonial Belanda. Setelah Indonesia merdeka beliau diangkat menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pertama Indonesia.
Sekarang pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam pembangunan bangsa. Pendidikan milik semua kalangan apapun profesinya. Demikian juga dengan atlet bulutangkis, pendidikan dapat menjadi bekal berharga setelah gantung raket. Tetapi kendala pembagian waktu dengan latihan membuat pendidikan atlet bulutangkis sering terabaikan.
Suatu hal yang sangat kebetulan dua hari setelah bangsa ini merayakan hari pendidikan nasional, beberapa pemain bulutangkis Indonesia bertanding pada kejuaraan bulutangkis antar universitas sedunia yang diselanggarakan tanggal 4-11 Mei 2008 di Braga Portugal. Mahasiswa Indonesia diturunkan antara lain Ahmad Rivai, Bona Septano, Davin Prawissa, Rio Willianto, Nitya Krishinda, Nadya Melati, Belaetrix Manuputy dan Devi Tika Permatasari. Beberapa nama tersebut merupakan pemain-pemain Pelatnas dan klub Ratih Banten.
Turnamen yang berlabel World University Badminton Championships ini merupakan penyelenggaraan yang kesepuluh kali. Sebelumnya pada penyelenggaraan kesembilan tahun 2006 di Wuhan (China), Mahasiswa Indonesia gagal meraih satu gelar juara pun. Pemenang turnamen ini adalah Gong Wijie-CHN (MS), Wang Yihan-Chn (WS), Huang Shih Chung / Chen Hung Ling-Tpe (WD), Pan Pan / Feng Cheng-Chn (WD) dan He Hanbing / Feng Cheng-Chn (XD). Prestasi terbaik mahasiswa Indonesia dicatat pasangan ganda putri Nitya Krishinda / Nadya Melati yang menembus babak semifinal sebelum dikalahkan Pan Pan / Feng cheng 12-21 15-21.
Kegagalan menjadi juara juga diderita Indonesia pada penyelenggaran kedelapan tahun 2004 di Kasetsart University, Bangkok, Thailand. Saat itu pemain Indonesia yang diperkuat Alamsyah Yunus, Taufiq Hidayat Akbar, Siti Mahiroh, Purwanti dkk tidak berhasil menempatkan satu pun wakilnya babak empat besar. Pemain tuan rumah, Bonsak Polsana berhasil merebut gelar juara tunggal putra sekaligus menempatkan Thailand menjadi juara umum dengan 3 gelar juara. Dua gelar lainnya dinomor putri dibagi antara China dan China Taepei.
Keberhasilan Bonsak Polsana berlanjut dengan keberhasilan menyelesaikan pendidikan sehingga mendapatkan gelar sarjana. Suatu hal yang membanggakan bagi dirinya karena pemain-pemain lain yang berprestasi pada ajang tersebut tidak diketahui kelanjutan studinya. Demikian pula dengan pemain-pemain Indonesia sehingga menimbulkan pertanyaan apakah status mahasiswa tersebut hanya sekedar untuk mengikuti turnamen. Kalau itu yang terjadi maka sangat disayangkan karena Bonsak Polsana telah memberikan contoh bahwa seorang atlet bisa berprestasi dan berhasil dalam studinya.
Dengan semangat hari pendidikan nasional diharapkan mahasiswa sekaligus atlet bulutangkis yang sedang berlaga di Portugal dapat mencetak prestasi lebih baik dari dua penyelenggaraan sebelumnya. Dan akan menjadi lebih sempurna lagi kalau mahasiswa-mahasiswa tersebut bisa menyelesaikan studi dengan baik. Pertanyaan bahwa mahasiswa sekedar status untuk bertanding bisa dijawab dengan gelar kesarjanaan. Berhasil dalam dua bidang dalam waktu bersamaan merupakan hal yang sangat sulit. Tetapi contoh dari Bonsak Polsana dan semangat perjuangan Ki Hajar Dewantara bisa membuat sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin.
Published :
www.bulutangkis.com (02 Mei 2008)
www.badminton-indonesia.com (02 Mei 2008)
Sekarang pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam pembangunan bangsa. Pendidikan milik semua kalangan apapun profesinya. Demikian juga dengan atlet bulutangkis, pendidikan dapat menjadi bekal berharga setelah gantung raket. Tetapi kendala pembagian waktu dengan latihan membuat pendidikan atlet bulutangkis sering terabaikan.
Suatu hal yang sangat kebetulan dua hari setelah bangsa ini merayakan hari pendidikan nasional, beberapa pemain bulutangkis Indonesia bertanding pada kejuaraan bulutangkis antar universitas sedunia yang diselanggarakan tanggal 4-11 Mei 2008 di Braga Portugal. Mahasiswa Indonesia diturunkan antara lain Ahmad Rivai, Bona Septano, Davin Prawissa, Rio Willianto, Nitya Krishinda, Nadya Melati, Belaetrix Manuputy dan Devi Tika Permatasari. Beberapa nama tersebut merupakan pemain-pemain Pelatnas dan klub Ratih Banten.
Turnamen yang berlabel World University Badminton Championships ini merupakan penyelenggaraan yang kesepuluh kali. Sebelumnya pada penyelenggaraan kesembilan tahun 2006 di Wuhan (China), Mahasiswa Indonesia gagal meraih satu gelar juara pun. Pemenang turnamen ini adalah Gong Wijie-CHN (MS), Wang Yihan-Chn (WS), Huang Shih Chung / Chen Hung Ling-Tpe (WD), Pan Pan / Feng Cheng-Chn (WD) dan He Hanbing / Feng Cheng-Chn (XD). Prestasi terbaik mahasiswa Indonesia dicatat pasangan ganda putri Nitya Krishinda / Nadya Melati yang menembus babak semifinal sebelum dikalahkan Pan Pan / Feng cheng 12-21 15-21.
Kegagalan menjadi juara juga diderita Indonesia pada penyelenggaran kedelapan tahun 2004 di Kasetsart University, Bangkok, Thailand. Saat itu pemain Indonesia yang diperkuat Alamsyah Yunus, Taufiq Hidayat Akbar, Siti Mahiroh, Purwanti dkk tidak berhasil menempatkan satu pun wakilnya babak empat besar. Pemain tuan rumah, Bonsak Polsana berhasil merebut gelar juara tunggal putra sekaligus menempatkan Thailand menjadi juara umum dengan 3 gelar juara. Dua gelar lainnya dinomor putri dibagi antara China dan China Taepei.
Keberhasilan Bonsak Polsana berlanjut dengan keberhasilan menyelesaikan pendidikan sehingga mendapatkan gelar sarjana. Suatu hal yang membanggakan bagi dirinya karena pemain-pemain lain yang berprestasi pada ajang tersebut tidak diketahui kelanjutan studinya. Demikian pula dengan pemain-pemain Indonesia sehingga menimbulkan pertanyaan apakah status mahasiswa tersebut hanya sekedar untuk mengikuti turnamen. Kalau itu yang terjadi maka sangat disayangkan karena Bonsak Polsana telah memberikan contoh bahwa seorang atlet bisa berprestasi dan berhasil dalam studinya.
Dengan semangat hari pendidikan nasional diharapkan mahasiswa sekaligus atlet bulutangkis yang sedang berlaga di Portugal dapat mencetak prestasi lebih baik dari dua penyelenggaraan sebelumnya. Dan akan menjadi lebih sempurna lagi kalau mahasiswa-mahasiswa tersebut bisa menyelesaikan studi dengan baik. Pertanyaan bahwa mahasiswa sekedar status untuk bertanding bisa dijawab dengan gelar kesarjanaan. Berhasil dalam dua bidang dalam waktu bersamaan merupakan hal yang sangat sulit. Tetapi contoh dari Bonsak Polsana dan semangat perjuangan Ki Hajar Dewantara bisa membuat sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin.
Published :
www.bulutangkis.com (02 Mei 2008)
www.badminton-indonesia.com (02 Mei 2008)
Dua Tunas Bangsa Menuju Juara Dunia
Di negeri yang bertabur bintang bulutangkis ini sangat wajar seandainya kita menemukan berderet buku biografi para pemain bintang tersebut. Namun kenyataannya sangat sulit menemukan buku-buku tersebut. Hal yang sangat kontras dibandingkan dengan bertaburannya kisah tokoh-tokoh politik pada pentas negeri ini. Dalam khazanah buku di Indoensia, hanya terdapat dua buku biografi atlet bulutangkis. Buku pertama berjudul "Magnet Bulutangkis" yang mengisahkan perjalanan karir Taufik Hidayat dan "Smash 100 Watt" yang bercerita lika liku prestasi Hariyanto Arbi. Kedua buku yang mengisahkan kehidupan dua juara dunia tersebut dikarang oleh wartawan Tabloid Bola, Broto Happy W.
Kehidupan kedua atlet sukses tersebut menarik untuk dibedah guna mendalami kersamaannya mereka di masa tunasnya. Masa dimana Hariyanto Arbi (HA) dan Taufik Hidayat (TH) kecil ditempa menjadi intan yang cemerlang. Mencermati lebih dalam kedua biografi ini maka paling tidak kita menemukan empat persamaan. Persamaan yang menarik untuk diketahui terutama oleh calon atlet atau orang tua calon atlet bulutangkis.
Yang pertama, kepekaan pelatih terhadap talenta-talenta berbakat dan menempanya menjadi pemain yang berkualitas. Peran Lie Sumirat sebagai pelatih Taufik dan Rusmanto yang merupakan pelatih pertama Hariyanto terlihat dari petikan pada buku biografi mereka sebagai berikut :
Buku TH : "Saat itu pelatih utamanya adalah mantan pemain nasional, Lie Sumirat. Ditangan Lie, intan yang ada pada Taufik terus diasah untuk dijadikan permata yang bernilai tinggi. Lie, yang pada masa jayanya tahun 1970-an dianggap pemain paling unik dan esentrik, rupanya menularkan bakat yang dimilikinya. Taufik dianggapnya paling berbakat. Indra keenam Lie mengatakan, kalau ditangani secara benar, Taufik akan menjadi bintang di masa depan" (hal 4) .
Buku HA : " Penampilannya klemar klemer. Kesannya lemas dan kurang meledak-ledak. Tetapi, dengan segala kekurangan itu, Hari berusaha menutupinya dengan berlatih tekun dan sungguh-sungguh. Apalagi, ketika anak didiknya itu pertama kali mengayun raket di lapangan, Rusmanto justru menjadi tertarik. Cara memegang raket Hari sudah benar. Ini berbeda dengan anak seusianya. Ayunan tangan dan langkah kaki (foot work) juga menjanjikan. Melihat segala kelebihan Hari tersebut, layaknya mutiara yang belum terasa, Kusmanto sudah mulai mengarahkan abak asuhnya itu untuk bisa bermain menyerang" (hal 2-3).
Kedua, Mereka menjadikan bintang terdahulu sebagai salah satu model untuk membentuk pola permainannya yaitu Lie Sumirat pada Taufik Hidayat dan Liem Swie King pada Hari. Ini sangat kental terlihat saat kita menyaksikan gaya kedua nya saat bertanding.
TH : "Pak Lie tidak hanya ngomong. Kalau sedang melatih, dia kerap terjun langsung memberikan pukulan dan gerakan-gerakan yang menipu lawan. Ternyata pukulan-pukulan aneh dan menipu lawan itu kini menjadi senjata andalan saya ditengah lapangan," ungkap Taufik (hal 7)
HA : "Hari pun mengidolakan King. Menurutnya, King memiliki keistimewaan, yaitu smes loncat yang sangat bagus. Karena itu, dia bercita-cita ingin seperti sang idola. Sejak remaja, Hari juga berlatih jumping smash layaknya King." (hal 46)
Ketiga, Dukungan besar dari keluarga turut memotivasi sang atlet untuk berprestasi.
TH : "Perkenalannya dengan olahraga tepok bulu angsa bermula dari usia 7-8 tahun. Itu terjadi karena orang tuanya, Aris Haris dan Enok Dartilah, tidak menghedaki Taufik larut dengan sepak bola" (hal 3), "Satu hal yang membuatnya bisa seperti sekarang adalah karena disiplin tinggi yang diterapkan orang tua" (hal 5).
HA : "Sebelum meninggal dunia karena menderita penyakit diabetes pada tahun 1992, Arbi Senior selalu memberi nasihat kepada anak-anaknya agar sungguh-sungguh dan disiplin berlatih" (hal 7), "Peran Ny. Hastuti juga besar dalam mendukung Hari. Setiap putranya itu berlatih lari di sore hari bersama pelatih Kusmanto di lapangan Ploso, ia selalu menemaninya meskipun harus naik becak dari tempat tinggalnya di kampung gang 4" (hal 7-8).
Keempat, Totalitas dalam latihan yang merupakan kunci sukses.
TH : " Pengalaman menjadi juara serta mendapat piala dan uang memacu dirinya untuk berprestasi lebih baik lagi. Taufik pun makin rajin berlatih bersama Lie. Dibenaknya saat itu, menjadi juara sangatlah menyenangkan" hal 7.
HA : " Kepatuhan Hari itu diantaranya saat diberi latihan fisik berupa lari oleh pelatih di lapangan Bitingan Kudus. Tanpa harus diawasi dengan ketat Hari pasti akan melaksanakan semua arahan Kusmanto dengan baik dan tanpa kata protes yang muncul dimulutnya. (hal 10)
Kesamaan-kesamaan pada masa penggemblengan keduanya akhirnya berbuah manis. Keduanya sama-sama mempersembahkan gelar juara dunia buat Indonesia. Hariyanto Arbi berhasil merebut juara dunia tunggal putra tahun 1995 di Lausanne Swiss setelah di final mengalahkan pemain Korea Park Sung Wo 15-11 15-8. Prestasi tersebut dikuti oleh Taufik Hidayat sepuluh tahun kemudian saat kejuaraan dunia 2005 di Los Angelas, Amerika Serikat. Prestasi kedua dilengkapi dengan berbagai gelar juara Internasional lainnya. Tentu yang sangat bergengsi bagi Hari ketika menjadi juara All England dua tahun berturut-turut tahun 1993 dan 1994 sedangkan Taufik merebut medali emas Olimpiade Athena 2004. Kisah sukses Hari dan Taufik dapat dijadikan benchmark bagi tunas-tunas bangsa yang sedang merentas karis menuju atlet bulutangkis berprestasi. Prestasi spektakuler keduanya diharapkan menjadi inspirasi buat pemain-pemain masa depan Indonesia.
Published :
www.bulutangkis.com (28 April 2008)
www.badminton-indonesia.com (28 April 2008)
Kehidupan kedua atlet sukses tersebut menarik untuk dibedah guna mendalami kersamaannya mereka di masa tunasnya. Masa dimana Hariyanto Arbi (HA) dan Taufik Hidayat (TH) kecil ditempa menjadi intan yang cemerlang. Mencermati lebih dalam kedua biografi ini maka paling tidak kita menemukan empat persamaan. Persamaan yang menarik untuk diketahui terutama oleh calon atlet atau orang tua calon atlet bulutangkis.
Yang pertama, kepekaan pelatih terhadap talenta-talenta berbakat dan menempanya menjadi pemain yang berkualitas. Peran Lie Sumirat sebagai pelatih Taufik dan Rusmanto yang merupakan pelatih pertama Hariyanto terlihat dari petikan pada buku biografi mereka sebagai berikut :
Buku TH : "Saat itu pelatih utamanya adalah mantan pemain nasional, Lie Sumirat. Ditangan Lie, intan yang ada pada Taufik terus diasah untuk dijadikan permata yang bernilai tinggi. Lie, yang pada masa jayanya tahun 1970-an dianggap pemain paling unik dan esentrik, rupanya menularkan bakat yang dimilikinya. Taufik dianggapnya paling berbakat. Indra keenam Lie mengatakan, kalau ditangani secara benar, Taufik akan menjadi bintang di masa depan" (hal 4) .
Buku HA : " Penampilannya klemar klemer. Kesannya lemas dan kurang meledak-ledak. Tetapi, dengan segala kekurangan itu, Hari berusaha menutupinya dengan berlatih tekun dan sungguh-sungguh. Apalagi, ketika anak didiknya itu pertama kali mengayun raket di lapangan, Rusmanto justru menjadi tertarik. Cara memegang raket Hari sudah benar. Ini berbeda dengan anak seusianya. Ayunan tangan dan langkah kaki (foot work) juga menjanjikan. Melihat segala kelebihan Hari tersebut, layaknya mutiara yang belum terasa, Kusmanto sudah mulai mengarahkan abak asuhnya itu untuk bisa bermain menyerang" (hal 2-3).
Kedua, Mereka menjadikan bintang terdahulu sebagai salah satu model untuk membentuk pola permainannya yaitu Lie Sumirat pada Taufik Hidayat dan Liem Swie King pada Hari. Ini sangat kental terlihat saat kita menyaksikan gaya kedua nya saat bertanding.
TH : "Pak Lie tidak hanya ngomong. Kalau sedang melatih, dia kerap terjun langsung memberikan pukulan dan gerakan-gerakan yang menipu lawan. Ternyata pukulan-pukulan aneh dan menipu lawan itu kini menjadi senjata andalan saya ditengah lapangan," ungkap Taufik (hal 7)
HA : "Hari pun mengidolakan King. Menurutnya, King memiliki keistimewaan, yaitu smes loncat yang sangat bagus. Karena itu, dia bercita-cita ingin seperti sang idola. Sejak remaja, Hari juga berlatih jumping smash layaknya King." (hal 46)
Ketiga, Dukungan besar dari keluarga turut memotivasi sang atlet untuk berprestasi.
TH : "Perkenalannya dengan olahraga tepok bulu angsa bermula dari usia 7-8 tahun. Itu terjadi karena orang tuanya, Aris Haris dan Enok Dartilah, tidak menghedaki Taufik larut dengan sepak bola" (hal 3), "Satu hal yang membuatnya bisa seperti sekarang adalah karena disiplin tinggi yang diterapkan orang tua" (hal 5).
HA : "Sebelum meninggal dunia karena menderita penyakit diabetes pada tahun 1992, Arbi Senior selalu memberi nasihat kepada anak-anaknya agar sungguh-sungguh dan disiplin berlatih" (hal 7), "Peran Ny. Hastuti juga besar dalam mendukung Hari. Setiap putranya itu berlatih lari di sore hari bersama pelatih Kusmanto di lapangan Ploso, ia selalu menemaninya meskipun harus naik becak dari tempat tinggalnya di kampung gang 4" (hal 7-8).
Keempat, Totalitas dalam latihan yang merupakan kunci sukses.
TH : " Pengalaman menjadi juara serta mendapat piala dan uang memacu dirinya untuk berprestasi lebih baik lagi. Taufik pun makin rajin berlatih bersama Lie. Dibenaknya saat itu, menjadi juara sangatlah menyenangkan" hal 7.
HA : " Kepatuhan Hari itu diantaranya saat diberi latihan fisik berupa lari oleh pelatih di lapangan Bitingan Kudus. Tanpa harus diawasi dengan ketat Hari pasti akan melaksanakan semua arahan Kusmanto dengan baik dan tanpa kata protes yang muncul dimulutnya. (hal 10)
Kesamaan-kesamaan pada masa penggemblengan keduanya akhirnya berbuah manis. Keduanya sama-sama mempersembahkan gelar juara dunia buat Indonesia. Hariyanto Arbi berhasil merebut juara dunia tunggal putra tahun 1995 di Lausanne Swiss setelah di final mengalahkan pemain Korea Park Sung Wo 15-11 15-8. Prestasi tersebut dikuti oleh Taufik Hidayat sepuluh tahun kemudian saat kejuaraan dunia 2005 di Los Angelas, Amerika Serikat. Prestasi kedua dilengkapi dengan berbagai gelar juara Internasional lainnya. Tentu yang sangat bergengsi bagi Hari ketika menjadi juara All England dua tahun berturut-turut tahun 1993 dan 1994 sedangkan Taufik merebut medali emas Olimpiade Athena 2004. Kisah sukses Hari dan Taufik dapat dijadikan benchmark bagi tunas-tunas bangsa yang sedang merentas karis menuju atlet bulutangkis berprestasi. Prestasi spektakuler keduanya diharapkan menjadi inspirasi buat pemain-pemain masa depan Indonesia.
Published :
www.bulutangkis.com (28 April 2008)
www.badminton-indonesia.com (28 April 2008)
Habis Gelap Terbitlah Prestasi
Hari ini 21 April 2008, Wanita Indonesia mengenang seorang tokoh pahlawan nasional bernama Kartini. Wanita yang bernama lengkap Raden Ajeng Kartini ini lahir di Jepara 21 April 1879 mendorong semangat wanita Indonesia dalam memperjuangkan hak-haknya. Perjuangan terutama dalam bidang pendidikan dengan mendirikan sekolah pendidikan untuk para gadis. Dia mendobrak feodalisme yang membatasi hak pendidikan wanita yang hanya sampai sekolah dasar. Itu pun hanya putri-putri bangsawan yang bisa mengecap pendidikan. Keinginan seorang Kartini menuntut hak-hak wanita Indonesia khususnya Jawa tertuang dalam surat-suratnya pada sahabat Eropa nya yang terangkum dalam buku dalam bahasa Belanda Door Duisternis tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang).
Masa-masa itu, anak-anak perempuan dipingit lalu dinikahkan dengan laki-laki yang terkadang tidak pernah dikenal sebelumnya. Tidak ada profesi apapun bagi wanita kecuali urusan dapur, sumur dan kasur. Semangat Kartini-lah mendorong wanita Indonesia untuk mendapatkan persamaan hak-haknya dengan kaum pria dikemudian hari. Dengan Jasa Kartini yang meninggal diusia muda pada umur 25 tahun ini, pemerintahan Presiden Soekarno pada tanggal 2 Mei 1964 menetapkannya sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional dan tanggal 21 April sebagai hari besar nasional.
Persamaan hak antara laki-laki dan wanita sudah hampir menggejala di semua bidang termasuk Olahraga. Isu yang paling sering dituntut adalah persamaan hadiah yang disediakan dalam suatu turnamen. Perjuangan para pemain bulutangkis putri sudah ada sejak tahun 1990-an. Tetapi saat itu terdapat perbedaan untuk perhitungan point tunggal putra dan putri. Untuk tunggal putra dalam satu set permainan selesai pada point 15 sedang untuk putri hanya pada point 11. Seiring perubahan point menjadi 21 untuk semua nomor maka lsebuah logika sederhana adalah layak buat pemain putri mendapatkan hadiah yang sama. Entah karena pertimbangan itu atau mengikuti cabang olahraga tenis, induk organisasi bulutangkis dunia BWF memutuskan persamaan hadiah pada turnamen Internasional sejak awal tahun ini.
Jika sebelumnya sebelumnya juara tunggal putra mendapat hadiah sebesar 8 persen dan tunggal putri mendapat hadiah 6,9 persen dari hadiah total maka sekarang sama-sama mendapat 7,5 persen. Persamaan hadiah juga berlaku antara nomor ganda sehingga tidak ada perbedaan jumlah hadiah bagi juara ganda putra, putri dan campuran. Dengan perubahan ini maka pemain putri Denmark, Tine Rasmussen tercatat sebagai juara tunggal putri pertama yang mendapatkan hadiah sama dengan juara tunggal putra. Sedangkan untuk juara ganda putri, pasangan China Yang Wei / Zhang Jiwen menjadi pasangan pertama yang memperoleh hadiah yang sama dengan juara ganda putra. Prestasi para pemain putri ini dicetak pada turnamen pembuka Superseries, Malaysia Open 2008.
Bagi bulutangkis Indonesia diharapkan semangat Kartini tidak hanya menjadi inspirasi persamaan hak tetapi juga persamaan kewajiban untuk memberikan prestasi bagi bangsa. Tidak bisa dipungkiri bahwa prestasi pemain putri Indonesia jauh tertinggal dari prestasi pemain putra. Bandingkan prestasi pemain putra yang merebut 13 kali Piala Thomas dengan pemain putri yang baru menghasil 3 kali gelar juara Piala Uber. Pasang surut prestasi Kartini-Kartini bulutangkis tetap patut dihargai. Kendala postur seperti tinggi badan sering kali disebut-sebut sebagai penghalang bersaing dengan pemain putri China, Korea maupun dari daratan Eropa. Walaupun demikian argumen tersebut tidak bisa memjadi pembenaran untuk gagal berprestasi.
Melihat sejenak ke belakang prestasi pemain putri Indonesia mencapai jaya-nya pada era 1990-an saat pemain-pemain seperti Susi Susanti, Sarwenda Kusumawardhani, Mia Audina, Finarsih, Lili Tampi, Eliza Nathael dan Zelin Resiana yang bukan hanya berhasil mengangkat Piala Uber tetapi juga menjadi juara di berbagai turnamen Internasional. Ini cukup kontradiktif dengan prestasi putri Indonesia sejak awal 2000-an sampai sekarang. Hanya sesekali saja pemain putri Indonesia bisa berprestasi di tunggal putri dan ganda putri dan belum ada yang mampu tampil juara di turnamen bergengsi seperti All England dan Kejuaraan Dunia kecuali pada nomor ganda campuran. Bahkan dibanding dengan era 70-an atau 80-an, prestasi pemain putri era tersebut masih lebih baik. Pada era 70-an, Tim putri merebut Uber Cup 1975 serta pasangan Verawaty Pajrin / Imelda Wiguna menjadi juara All England tahun 1979. Sedang era-80 ditandai oleh prestasi juara dunia Verawaty Pajrin 1980 dan Indonesia Open 1982 serta disusul Ivana Lie sebagai juara Indonesia Open 1983.
Semangat Kartini diharapkan menjadi kobaran semangat pebulutangkis putri Indonesia ditengah keterpurukan prestasi saat ini. Memang di negeri ini persamaan hak bagi atlet putri belum sepenuhnya diperoleh. Menurut sebuah sumber yang layak dipercaya, pemain putri yang sedang bertanding diluar negeri kadang-kadang merangkap sebagai tukang masak buat tim. Sebuah kondisi yang diharapkan tidak membuat fokus pemain putri terpecah dalam suatu pertandingan. Dengan semangat Kartini, semoga pebulutangkis putri Indonesia bisa mengejar persamaan tidak hanya hak tetapi sesuatu yang lebih penting, Prestasi. Meminjam sebagian kalimat Ibu Kartini, Habis Gelap mudah-mudahan terbitlah prestasi pemain putri Indonesia.
Published :
www.bulutangkis.com (21 April 2008)
www.badminton-indonesia.com (21 April 2008)
www.sekolahbadminton.com (21 April 2008
Masa-masa itu, anak-anak perempuan dipingit lalu dinikahkan dengan laki-laki yang terkadang tidak pernah dikenal sebelumnya. Tidak ada profesi apapun bagi wanita kecuali urusan dapur, sumur dan kasur. Semangat Kartini-lah mendorong wanita Indonesia untuk mendapatkan persamaan hak-haknya dengan kaum pria dikemudian hari. Dengan Jasa Kartini yang meninggal diusia muda pada umur 25 tahun ini, pemerintahan Presiden Soekarno pada tanggal 2 Mei 1964 menetapkannya sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional dan tanggal 21 April sebagai hari besar nasional.
Persamaan hak antara laki-laki dan wanita sudah hampir menggejala di semua bidang termasuk Olahraga. Isu yang paling sering dituntut adalah persamaan hadiah yang disediakan dalam suatu turnamen. Perjuangan para pemain bulutangkis putri sudah ada sejak tahun 1990-an. Tetapi saat itu terdapat perbedaan untuk perhitungan point tunggal putra dan putri. Untuk tunggal putra dalam satu set permainan selesai pada point 15 sedang untuk putri hanya pada point 11. Seiring perubahan point menjadi 21 untuk semua nomor maka lsebuah logika sederhana adalah layak buat pemain putri mendapatkan hadiah yang sama. Entah karena pertimbangan itu atau mengikuti cabang olahraga tenis, induk organisasi bulutangkis dunia BWF memutuskan persamaan hadiah pada turnamen Internasional sejak awal tahun ini.
Jika sebelumnya sebelumnya juara tunggal putra mendapat hadiah sebesar 8 persen dan tunggal putri mendapat hadiah 6,9 persen dari hadiah total maka sekarang sama-sama mendapat 7,5 persen. Persamaan hadiah juga berlaku antara nomor ganda sehingga tidak ada perbedaan jumlah hadiah bagi juara ganda putra, putri dan campuran. Dengan perubahan ini maka pemain putri Denmark, Tine Rasmussen tercatat sebagai juara tunggal putri pertama yang mendapatkan hadiah sama dengan juara tunggal putra. Sedangkan untuk juara ganda putri, pasangan China Yang Wei / Zhang Jiwen menjadi pasangan pertama yang memperoleh hadiah yang sama dengan juara ganda putra. Prestasi para pemain putri ini dicetak pada turnamen pembuka Superseries, Malaysia Open 2008.
Bagi bulutangkis Indonesia diharapkan semangat Kartini tidak hanya menjadi inspirasi persamaan hak tetapi juga persamaan kewajiban untuk memberikan prestasi bagi bangsa. Tidak bisa dipungkiri bahwa prestasi pemain putri Indonesia jauh tertinggal dari prestasi pemain putra. Bandingkan prestasi pemain putra yang merebut 13 kali Piala Thomas dengan pemain putri yang baru menghasil 3 kali gelar juara Piala Uber. Pasang surut prestasi Kartini-Kartini bulutangkis tetap patut dihargai. Kendala postur seperti tinggi badan sering kali disebut-sebut sebagai penghalang bersaing dengan pemain putri China, Korea maupun dari daratan Eropa. Walaupun demikian argumen tersebut tidak bisa memjadi pembenaran untuk gagal berprestasi.
Melihat sejenak ke belakang prestasi pemain putri Indonesia mencapai jaya-nya pada era 1990-an saat pemain-pemain seperti Susi Susanti, Sarwenda Kusumawardhani, Mia Audina, Finarsih, Lili Tampi, Eliza Nathael dan Zelin Resiana yang bukan hanya berhasil mengangkat Piala Uber tetapi juga menjadi juara di berbagai turnamen Internasional. Ini cukup kontradiktif dengan prestasi putri Indonesia sejak awal 2000-an sampai sekarang. Hanya sesekali saja pemain putri Indonesia bisa berprestasi di tunggal putri dan ganda putri dan belum ada yang mampu tampil juara di turnamen bergengsi seperti All England dan Kejuaraan Dunia kecuali pada nomor ganda campuran. Bahkan dibanding dengan era 70-an atau 80-an, prestasi pemain putri era tersebut masih lebih baik. Pada era 70-an, Tim putri merebut Uber Cup 1975 serta pasangan Verawaty Pajrin / Imelda Wiguna menjadi juara All England tahun 1979. Sedang era-80 ditandai oleh prestasi juara dunia Verawaty Pajrin 1980 dan Indonesia Open 1982 serta disusul Ivana Lie sebagai juara Indonesia Open 1983.
Semangat Kartini diharapkan menjadi kobaran semangat pebulutangkis putri Indonesia ditengah keterpurukan prestasi saat ini. Memang di negeri ini persamaan hak bagi atlet putri belum sepenuhnya diperoleh. Menurut sebuah sumber yang layak dipercaya, pemain putri yang sedang bertanding diluar negeri kadang-kadang merangkap sebagai tukang masak buat tim. Sebuah kondisi yang diharapkan tidak membuat fokus pemain putri terpecah dalam suatu pertandingan. Dengan semangat Kartini, semoga pebulutangkis putri Indonesia bisa mengejar persamaan tidak hanya hak tetapi sesuatu yang lebih penting, Prestasi. Meminjam sebagian kalimat Ibu Kartini, Habis Gelap mudah-mudahan terbitlah prestasi pemain putri Indonesia.
Published :
www.bulutangkis.com (21 April 2008)
www.badminton-indonesia.com (21 April 2008)
www.sekolahbadminton.com (21 April 2008
BERJAYA BERSAMA SANG PUJAAN HATI
Keberhasilan mencapai sebuah prestasi dipengaruhi banyak faktor. Pada seorang atlet bulutangkis diperlukan kesiapan teknik, fisik dan psikologis untuk mencapai prestasi yang optimal. Mantan atlet nasional Lilik Sudarwati dalam bukunya Mental Juara Modal Atlet Berprestasi menyebutkan salah satu faktor psikologis yang penting adalah motivasi. Dijelaskan pada buku tersebut, "motivasi adalah kesatuan dan tujuan yang menjadi pendorong untuk bertingkah laku. Motivasi merupakan tenaga pendorong atau sumber kekuatan dari suatu perbuatan, perilaku dan penampilan. Motivasi terdiri dari dua bentuk yaitu intriksik dan ekstrinsik. Motivasi intriksik adalah dorongan dalam diri atlet untuk melakukan tugas atau perilaku tertentu. Motivasi ekstrinsik adalah dorongan berprestasi berasal dari luar dirinya, misalnya pelatih, guru, orang tua, bangsa, atau berupa hadiah, sertifikat, penghargaan atau uang".
Berbicara motivasi ekstriksik, terdapat satu hal yang dilupakan oleh Lilik Sudarwati bahwa bisa jadi motivasi itu datangnya kekasih atau pasangan hidup. Apalagi kalau kekasih atau pasangan hidupnya itu orang yang mengerti bulutangkis atau bahkan atlet bulutangkis. Pada sebuah acara talk show disebuah stasiun televisi, seorang atlet bulutangkis Hendrawan sempat mengalami frustasi terhadap prestasinya. Di usia yang sudah tidak muda lagi, Hendrawan belum mampu menunjukkan prestasi cemerlang. Dia pernah menjadi putus asa karena prestasi dianggap mentok. Dukungan kuat dari pacarnya yang juga pebulutangkis, Silvia Anggraeni untuk tetap berusaha dan mempertemukan Hendrawan dengan seorang motivator berhasil mengubah keputusasaan menjadi prestasi. Tidak tanggung-tanggung, gelar juara dunia berhasil dia sabet. Terlihat disini besarnya peranan seseorang yang sekarang sudah menjadi istrinya itu dalam perjalanan karir Hendrawan.
Mereka yang mempunyai pacar sesama atlet bulutangkis terkadang bukan hanya bisa memotivasi pacarnya tetapi juga memotivasi diri dan pasangannya untuk menjadi juara bersama. Prestasi yang paling fenomenal tentunya diraih pasangan Alan Budi Kusuma dan Susi Susanti. Mereka menyabet gelar juara tertinggi yaitu medali emas tunggal putra dan putri Olimpiade Barcelona 1992. Sebelumnya mereka juga pernah bersama-sama menjuarai Thailand Open 1991 dan PON 1989. Walaupun Alan dan Susi sama-sama atlet berprestasi tetapi tidak banyak kesempatan bagi mereka untuk mengawinkan gelar juara. Tercatat setelah itu mereka hanya bisa mengulanginya dalam dua kesempatan saat menjuarai invitasi Piala Dunia di New Delhi 1993 dan Malaysia Open 1995. Pasangan kekasih ini akhir menikah pada 9 Februari 1997.
Berjaya dengan menjadi juara bersama pujaan hati bukan hanya milik Alan - Susi. Pasangan atlet lainnya Hermawan Susanto dan Sarwendah Kusumawardhani juga pernah menyandingkan gelar juara tunggal putra dan putri Belanda terbuka tahun 1992. Kemudian Joko Suprianto dan Zelin Resiana meraih kemenangan indah pada Indonesia Open dan USA Open 1996 dimana Joko menjuarai tunggal putra dan Zelin meraih gelar ganda putri berpasangan dengan Eliza Nathael. Dari luar negeri prestasi bersama dicatat pasangan Peter Gade Christiansen - Camilla Martin yang bersama-sama menjuarai tunggal putra dan putri German Open 1997, Denmark Open 1998, Swiss Open 1998, Korea Open 2000-2001, Thaiwan Open 1997 dan kejuaraan Eropa 2000-2002. Sayangnya panjangnya prestasi mereka tidak berlanjut dengan kisah cinta mereka karena Peter Gade akhirnya menikah dengan Camilla Hoeg.
Sosok Xie Xiengfang mempunyai arti tersendiri bagi pebulutangkis China Lin Dan. Xienfang pernah beradu argumen dengan Taufik Hidayat di media massa ketika Xienfang merasa Taufik menyinggung kekasihnya Lin Dan. Pasangan yang dikhabarkan sering putus-sambung ini saling memotivasi untuk menghasilkan prestasi tinggi. Mereka menjadi juara bersama dalam berbagai kesempatan antara lain Kejuaraan dunia 2006, Invitasi Piala Dunia 1995, Korea Open 2007, China Open 2004, China Master 2007, Hongkong Open 2006-2007, All England 2006-2007 dan German Open 2004-2005-2007. Kehebatan prestasi Lin - Xie akan sulit ditandingi oleh pasangan atlet-atlet bulutangkis yang lain tetapi apakah prestasi cinta mereka sampai ke gerbang pernikahan? Kalau ini benar-benar terjadi maka mereka layak disejajarkan dengan pasangan fenomenal Alan- Susi.
Jika atlet-atlet yang disebutkan diatas menjadi juara bersamaan dalam suatu turnamen, maka pasangan Kim Dong Moon / Ra Kyung Min menjadi juara bersama dalam arti yang sebenarnya. Mereka menjuarai berbagai turnamen bulutangkis Internasional dengan bermain berpasangan di nomor ganda campuran. Gelar juara campuran yang mereka sabet antara lain Kejuaraan dunia, Final Grand Prix, Kejuaraan Asia, All England, German Open, Swiss Open, Indonesia Open, Malaysia Open, Singapore Open, Japan Open, Korea Open, Hongkong Open dan berbagai turnamen Indonesia lainnya. Tidak banyak yang menetahui kisah cinta mereka, yang jelas setelah pensiun mereka melangsungkan pernikahannya. Jejak Kim / Ra diikuti oleh pasangan Tony Gunawan / Etty Tantri yang bermain untuk Amerika. Pasangan suami istri ini berhasil meraih gelar juara turnamen Gran Prix USA Open 2002 dan 2003
Pacar, kekasih, istri atau pasangan hidup diakui sebagian pemain sebagai salah satu sumber movitasi. Meskipun begitu dalam buku Mental Juara Modal Atlet Berprestasi tidak menyebutkan hal ini sebagai sumber motivasi. Ini kemungkinan karena kekasih tidak hanya menjadi sumber motivasi tetapi juga kebalikannya bisa menjadi sumber de-motivasi. Satu hal yang pasti motivasi dapat datang darimana saja, yang terpenting seorang atlet selalu menghidupkan movitasi-nya untuk berprestasi lebih baik.
Published :
www.bulutangkis.com (17 April 2008)
www.badminton-indonesia.com (17 April 2008)
www.sekolahbadminton.com (21 April 2008
Berbicara motivasi ekstriksik, terdapat satu hal yang dilupakan oleh Lilik Sudarwati bahwa bisa jadi motivasi itu datangnya kekasih atau pasangan hidup. Apalagi kalau kekasih atau pasangan hidupnya itu orang yang mengerti bulutangkis atau bahkan atlet bulutangkis. Pada sebuah acara talk show disebuah stasiun televisi, seorang atlet bulutangkis Hendrawan sempat mengalami frustasi terhadap prestasinya. Di usia yang sudah tidak muda lagi, Hendrawan belum mampu menunjukkan prestasi cemerlang. Dia pernah menjadi putus asa karena prestasi dianggap mentok. Dukungan kuat dari pacarnya yang juga pebulutangkis, Silvia Anggraeni untuk tetap berusaha dan mempertemukan Hendrawan dengan seorang motivator berhasil mengubah keputusasaan menjadi prestasi. Tidak tanggung-tanggung, gelar juara dunia berhasil dia sabet. Terlihat disini besarnya peranan seseorang yang sekarang sudah menjadi istrinya itu dalam perjalanan karir Hendrawan.
Mereka yang mempunyai pacar sesama atlet bulutangkis terkadang bukan hanya bisa memotivasi pacarnya tetapi juga memotivasi diri dan pasangannya untuk menjadi juara bersama. Prestasi yang paling fenomenal tentunya diraih pasangan Alan Budi Kusuma dan Susi Susanti. Mereka menyabet gelar juara tertinggi yaitu medali emas tunggal putra dan putri Olimpiade Barcelona 1992. Sebelumnya mereka juga pernah bersama-sama menjuarai Thailand Open 1991 dan PON 1989. Walaupun Alan dan Susi sama-sama atlet berprestasi tetapi tidak banyak kesempatan bagi mereka untuk mengawinkan gelar juara. Tercatat setelah itu mereka hanya bisa mengulanginya dalam dua kesempatan saat menjuarai invitasi Piala Dunia di New Delhi 1993 dan Malaysia Open 1995. Pasangan kekasih ini akhir menikah pada 9 Februari 1997.
Berjaya dengan menjadi juara bersama pujaan hati bukan hanya milik Alan - Susi. Pasangan atlet lainnya Hermawan Susanto dan Sarwendah Kusumawardhani juga pernah menyandingkan gelar juara tunggal putra dan putri Belanda terbuka tahun 1992. Kemudian Joko Suprianto dan Zelin Resiana meraih kemenangan indah pada Indonesia Open dan USA Open 1996 dimana Joko menjuarai tunggal putra dan Zelin meraih gelar ganda putri berpasangan dengan Eliza Nathael. Dari luar negeri prestasi bersama dicatat pasangan Peter Gade Christiansen - Camilla Martin yang bersama-sama menjuarai tunggal putra dan putri German Open 1997, Denmark Open 1998, Swiss Open 1998, Korea Open 2000-2001, Thaiwan Open 1997 dan kejuaraan Eropa 2000-2002. Sayangnya panjangnya prestasi mereka tidak berlanjut dengan kisah cinta mereka karena Peter Gade akhirnya menikah dengan Camilla Hoeg.
Sosok Xie Xiengfang mempunyai arti tersendiri bagi pebulutangkis China Lin Dan. Xienfang pernah beradu argumen dengan Taufik Hidayat di media massa ketika Xienfang merasa Taufik menyinggung kekasihnya Lin Dan. Pasangan yang dikhabarkan sering putus-sambung ini saling memotivasi untuk menghasilkan prestasi tinggi. Mereka menjadi juara bersama dalam berbagai kesempatan antara lain Kejuaraan dunia 2006, Invitasi Piala Dunia 1995, Korea Open 2007, China Open 2004, China Master 2007, Hongkong Open 2006-2007, All England 2006-2007 dan German Open 2004-2005-2007. Kehebatan prestasi Lin - Xie akan sulit ditandingi oleh pasangan atlet-atlet bulutangkis yang lain tetapi apakah prestasi cinta mereka sampai ke gerbang pernikahan? Kalau ini benar-benar terjadi maka mereka layak disejajarkan dengan pasangan fenomenal Alan- Susi.
Jika atlet-atlet yang disebutkan diatas menjadi juara bersamaan dalam suatu turnamen, maka pasangan Kim Dong Moon / Ra Kyung Min menjadi juara bersama dalam arti yang sebenarnya. Mereka menjuarai berbagai turnamen bulutangkis Internasional dengan bermain berpasangan di nomor ganda campuran. Gelar juara campuran yang mereka sabet antara lain Kejuaraan dunia, Final Grand Prix, Kejuaraan Asia, All England, German Open, Swiss Open, Indonesia Open, Malaysia Open, Singapore Open, Japan Open, Korea Open, Hongkong Open dan berbagai turnamen Indonesia lainnya. Tidak banyak yang menetahui kisah cinta mereka, yang jelas setelah pensiun mereka melangsungkan pernikahannya. Jejak Kim / Ra diikuti oleh pasangan Tony Gunawan / Etty Tantri yang bermain untuk Amerika. Pasangan suami istri ini berhasil meraih gelar juara turnamen Gran Prix USA Open 2002 dan 2003
Pacar, kekasih, istri atau pasangan hidup diakui sebagian pemain sebagai salah satu sumber movitasi. Meskipun begitu dalam buku Mental Juara Modal Atlet Berprestasi tidak menyebutkan hal ini sebagai sumber motivasi. Ini kemungkinan karena kekasih tidak hanya menjadi sumber motivasi tetapi juga kebalikannya bisa menjadi sumber de-motivasi. Satu hal yang pasti motivasi dapat datang darimana saja, yang terpenting seorang atlet selalu menghidupkan movitasi-nya untuk berprestasi lebih baik.
Published :
www.bulutangkis.com (17 April 2008)
www.badminton-indonesia.com (17 April 2008)
www.sekolahbadminton.com (21 April 2008
Sebuah karya mempesona dalam sebuah novel yang berjudul Laskar Pelangi berhasil menjadi salah satu buku yang menjadi best seller nasional. Novel yang menceritakan perjuangan sebelas anak Melayu Belitong bisa jadi merupakan persfektif anak-anak negeri lainnya. Novel yang diangkat dari kisah nyata ini mendapat pujian dari berbagai pihak sebagai cerita yang inspiratif, motivator dan penuh perjuangan. Para tokoh nasional bahkan ikut memberikan apresiasi atas kisah ini, mulai dari Dirut Telkom, ketua Komnas perlindungan anak sampai pelaku seni sekelas Garin Nugroho dan Sapardi Djoko Darmono.
Bulutangkis menjadi salah satu bagian yang patut dicermati oleh pembaca karena bulutangkis di pilih sebagai cita-cita Si Ikal yang merupakan tokoh utama cerita ini. Ikal mempunyai plan A sebagai tujuan hidupnya untuk menjadi penulis yang berbobot atau pemain bulutangkis yang berprestasi. Jika Plan A gagal sebagai cadangan dipilih plan B berupa cita-cita menjadi penulis buku tentang bulutangkis. Tiga judul buku sudah dicanangkan yaitu Tata Cara Bermain Bulutangkis, Faedah Bulutangkis dan Bulutangkis Untuk Pergaulan. Ikal kecil sudah bercita-cita begitu tinggi buat bulutangkis.
Ketika kisah melompat ke beberapa belas tahun kemudian Andrea Hirata menuliskan pada buku nya sebagai berikut : " Buku itu sebenarnya telah selesai ku tulis, seluruhnya mencapai 34 bab dan hampir 100.000 kata. Untuk menulisnya aku telah melakukan riset yang intensif di federasi bulutangkis bulutangkis dan komite olahraga nasional serta mengamati kehidupan sosial beberapa mantan pemain bulutangkis terkenal. Aku juga mempelajari budaya pop dan trend terbaru pengembangan kepribadian. Tapi penerbit tak sudi menerbitkan bukuku berdasarkan pertimbangan komersial. Mereka lebih tertarik pada karya-karya sastra cabul, yaitu buku-buku penuh dengan tulisan jorok seperti kondom, masturbasi dan orgasme karena mereka penerbit itu telah melupakan prinsip-prinsip men sana in corpore sano"
Sebuah ironi pada negeri bulutangkis tetapi penerbit-penerbit buku tidak melirik tema tersebut. Beberapa bulan yang lalu, mantan atlet bulutangkis Lilik Sudarwati berhasil menerbitkan buku tidak semata-mata karena dukungan penerbit. Atas sokongan berbagai pihak terutama dari Matshusita Fundation yang akhirnya buku berjudul 'Mental Juara Modal Atlet Berprestasi' tersebut bisa diluncurkan. Dengan reputasi Andrea Hirata yang semakin mengkilap, mudah-mudahan buku-buku tentang bulutangkis bisa segera beredar.
Kembali membuka halaman buku laskar pelangi halaman 153, menceritakan kecerdikan salah satu anggota laskar itu. Seorang bocah SD bernama Mahar diceritakan sebagai berikut : " Mahar adalah Jules Verne kami. Ia penuh ide gila yang jarang terpikirkan oleh orang lain, walaupun tak jarang idenya itu absurd dan lucu. Salah satu contohnya adalah ketika ketua RT punya masalah dengan televisinya.TV hitam putih satu-satunya hanya ada di rumah beliau dan tidak bisa dikeluarkan karena kabel antena nya sangat pendek dan ia kesulitan mendapatkan kabel untuk memperpanjangnya. Kabel itu tersambung pada antena di puncak pohon randu. Keadaan mendesak sebab malam itu ada pertandingan final badminton All England antara Svend Pri melawan Lie Sumirat. Begitu banyak penonton akan hadir, tapi ruangan TV sangat sempit. Sejak sore Pak Ketua RT tak enak hati karena banyak handai taulan yang akan bertamu tapi tak kan semua mendapat kesempatan menonton pertandingan seru itu. Ketika beliau berkeluh kesah kepada kepala sekolah kami, maka Mahar yang sudah kondang akal dan taktiknya segera di panggil dan ia muncul dengan ide ajaib ini : "Gambar TV itu bisa dipantul-pantulkan melalui kaca, ayahanda guru," kata Mahar berbinar binar dengan eksperesi lugunya. Pak harfan melonjak Girang seperti akan meneriakkan "eurika!" Maka digotonglah dua buah lemari pakaian berkaca besar ke rumah ketua. Lemari pertama diletakkan di ruang tamu dengan posisi frontal terhadap layar TV dan diruangan itu paling tidak menampung 17 orang. Sedangkan lemari kedua diletakkan di beranda. Lemari kaca kedua diposisikan sedemikian rupa sehingga dapat menangkap gambar TV dari lemari kaca pertama. Ada sekitar 20 orang menonton TV melalui layar kaca kedua. Tak seorangpun penonton yang tak kebagian melihat aksi Lie Sumirat. Penonton merasa puas dan benar-benar menonton dari layar kaca dalam arti yang sesungguhnya. Meskipun Svend Pri yang kidal dilayar TV menjadi normal pada layar kaca yang pertama dan kembali menjadi kidal pada layar kaca yang kedua"
Dari kutipan buku tersebut paling tidak kita mendapatkan dua hal. Yang pertama, pada era 70-an antusiasme masyarakat Indonesia untuk menonton pertandingan bulutangkis sangat besar. Api gelora itu sekarang seakan-akan mulai padam karena tersaingi oleh berbagai jenis hiburan dan semakin melunturnya semangat nasionalisme negeri ini. Hal kedua yang perlu dicermati adalah pada era itu masyarakat sudah bisa menyaksikan pertandingan jagoannya secara luas. Sayangnya setelah dua puluhan tahun berlalu, masyarakat umum semakin kesulitan menonton pertandingan bulutangkis. Memang disetiap rumah bahkan rumah kardus sekalipun sudah mempunyai TV tetapi siaran event-event bulutangkis sekarang lebih banyak di kuasai oleh televisi berbayar. Kalau era 70-an masyarakat bisa menonton Lie Sumirat maka di era milenium ini masyarakat umum tidak bisa menyaksikan siaran langsung titisannya Lie Sumirat saat bertanding di event paling bergengsi. Tangisan Taufik Hidayat saat mempersembahkan emas Olimpiade hanya bisa kita saksikan lewat tayangan-tayangan ulang.
Semangat laskar pelangi dalam perjuangannya terselip semangat Ikal dan Mahar yang ingin berbuat sesuatu buat bulutangkis. Kalau ada lebih banyak yang berbuat seperti itu buat bulutangkis maka selayak mereka disebut sebagai Laskar Bulutangkis. Semangat laskar bulutangkis ini tidak hanya ada di pinggiran Belitong tetapi mungkin saja ada di pojok-pojok tanah air ini selama bertahun-tahun. Semangat laskar bulutangkis ini diharapkan mengangkat kembali kejayaan bulutangkis Indonesia.
Published :
www.bulutangkis.com (09 April 2008)
www.badminton-indonesia.com (18 April 2008)
Bulutangkis menjadi salah satu bagian yang patut dicermati oleh pembaca karena bulutangkis di pilih sebagai cita-cita Si Ikal yang merupakan tokoh utama cerita ini. Ikal mempunyai plan A sebagai tujuan hidupnya untuk menjadi penulis yang berbobot atau pemain bulutangkis yang berprestasi. Jika Plan A gagal sebagai cadangan dipilih plan B berupa cita-cita menjadi penulis buku tentang bulutangkis. Tiga judul buku sudah dicanangkan yaitu Tata Cara Bermain Bulutangkis, Faedah Bulutangkis dan Bulutangkis Untuk Pergaulan. Ikal kecil sudah bercita-cita begitu tinggi buat bulutangkis.
Ketika kisah melompat ke beberapa belas tahun kemudian Andrea Hirata menuliskan pada buku nya sebagai berikut : " Buku itu sebenarnya telah selesai ku tulis, seluruhnya mencapai 34 bab dan hampir 100.000 kata. Untuk menulisnya aku telah melakukan riset yang intensif di federasi bulutangkis bulutangkis dan komite olahraga nasional serta mengamati kehidupan sosial beberapa mantan pemain bulutangkis terkenal. Aku juga mempelajari budaya pop dan trend terbaru pengembangan kepribadian. Tapi penerbit tak sudi menerbitkan bukuku berdasarkan pertimbangan komersial. Mereka lebih tertarik pada karya-karya sastra cabul, yaitu buku-buku penuh dengan tulisan jorok seperti kondom, masturbasi dan orgasme karena mereka penerbit itu telah melupakan prinsip-prinsip men sana in corpore sano"
Sebuah ironi pada negeri bulutangkis tetapi penerbit-penerbit buku tidak melirik tema tersebut. Beberapa bulan yang lalu, mantan atlet bulutangkis Lilik Sudarwati berhasil menerbitkan buku tidak semata-mata karena dukungan penerbit. Atas sokongan berbagai pihak terutama dari Matshusita Fundation yang akhirnya buku berjudul 'Mental Juara Modal Atlet Berprestasi' tersebut bisa diluncurkan. Dengan reputasi Andrea Hirata yang semakin mengkilap, mudah-mudahan buku-buku tentang bulutangkis bisa segera beredar.
Kembali membuka halaman buku laskar pelangi halaman 153, menceritakan kecerdikan salah satu anggota laskar itu. Seorang bocah SD bernama Mahar diceritakan sebagai berikut : " Mahar adalah Jules Verne kami. Ia penuh ide gila yang jarang terpikirkan oleh orang lain, walaupun tak jarang idenya itu absurd dan lucu. Salah satu contohnya adalah ketika ketua RT punya masalah dengan televisinya.TV hitam putih satu-satunya hanya ada di rumah beliau dan tidak bisa dikeluarkan karena kabel antena nya sangat pendek dan ia kesulitan mendapatkan kabel untuk memperpanjangnya. Kabel itu tersambung pada antena di puncak pohon randu. Keadaan mendesak sebab malam itu ada pertandingan final badminton All England antara Svend Pri melawan Lie Sumirat. Begitu banyak penonton akan hadir, tapi ruangan TV sangat sempit. Sejak sore Pak Ketua RT tak enak hati karena banyak handai taulan yang akan bertamu tapi tak kan semua mendapat kesempatan menonton pertandingan seru itu. Ketika beliau berkeluh kesah kepada kepala sekolah kami, maka Mahar yang sudah kondang akal dan taktiknya segera di panggil dan ia muncul dengan ide ajaib ini : "Gambar TV itu bisa dipantul-pantulkan melalui kaca, ayahanda guru," kata Mahar berbinar binar dengan eksperesi lugunya. Pak harfan melonjak Girang seperti akan meneriakkan "eurika!" Maka digotonglah dua buah lemari pakaian berkaca besar ke rumah ketua. Lemari pertama diletakkan di ruang tamu dengan posisi frontal terhadap layar TV dan diruangan itu paling tidak menampung 17 orang. Sedangkan lemari kedua diletakkan di beranda. Lemari kaca kedua diposisikan sedemikian rupa sehingga dapat menangkap gambar TV dari lemari kaca pertama. Ada sekitar 20 orang menonton TV melalui layar kaca kedua. Tak seorangpun penonton yang tak kebagian melihat aksi Lie Sumirat. Penonton merasa puas dan benar-benar menonton dari layar kaca dalam arti yang sesungguhnya. Meskipun Svend Pri yang kidal dilayar TV menjadi normal pada layar kaca yang pertama dan kembali menjadi kidal pada layar kaca yang kedua"
Dari kutipan buku tersebut paling tidak kita mendapatkan dua hal. Yang pertama, pada era 70-an antusiasme masyarakat Indonesia untuk menonton pertandingan bulutangkis sangat besar. Api gelora itu sekarang seakan-akan mulai padam karena tersaingi oleh berbagai jenis hiburan dan semakin melunturnya semangat nasionalisme negeri ini. Hal kedua yang perlu dicermati adalah pada era itu masyarakat sudah bisa menyaksikan pertandingan jagoannya secara luas. Sayangnya setelah dua puluhan tahun berlalu, masyarakat umum semakin kesulitan menonton pertandingan bulutangkis. Memang disetiap rumah bahkan rumah kardus sekalipun sudah mempunyai TV tetapi siaran event-event bulutangkis sekarang lebih banyak di kuasai oleh televisi berbayar. Kalau era 70-an masyarakat bisa menonton Lie Sumirat maka di era milenium ini masyarakat umum tidak bisa menyaksikan siaran langsung titisannya Lie Sumirat saat bertanding di event paling bergengsi. Tangisan Taufik Hidayat saat mempersembahkan emas Olimpiade hanya bisa kita saksikan lewat tayangan-tayangan ulang.
Semangat laskar pelangi dalam perjuangannya terselip semangat Ikal dan Mahar yang ingin berbuat sesuatu buat bulutangkis. Kalau ada lebih banyak yang berbuat seperti itu buat bulutangkis maka selayak mereka disebut sebagai Laskar Bulutangkis. Semangat laskar bulutangkis ini tidak hanya ada di pinggiran Belitong tetapi mungkin saja ada di pojok-pojok tanah air ini selama bertahun-tahun. Semangat laskar bulutangkis ini diharapkan mengangkat kembali kejayaan bulutangkis Indonesia.
Published :
www.bulutangkis.com (09 April 2008)
www.badminton-indonesia.com (18 April 2008)
Menjelang Turnamen di Negeri Leluhur Bulutangkis
Setelah tahun lalu gagal terlaksana karena ledakan bom, akhirnya 1-6 April ini turnamen bulutangkis India terbuka diselenggarakan di kota Hyderabad. Turnamen ini mempunyai arti penting bukan hanya bagi pemain-pemain yang berburu tiket menuju Olimpiade Beijing tetapi juga buat perbulutangkisan India sendiri. Dalam sejarah penyelenggaraan turnamen bulutangkis, India belum begitu di kenal. Selama ini India hanya menyelenggarakan turnamen-turnamen kecil sekelas satelit. Prestasi negeri yang terkenal dengan seribu dewa ini juga jarang melahirkan penguasa bulutangkis dunia.
Meskipun minim pengalaman sebagai penyelenggara turnamen besar bulutangkis tetapi India bisa disebut sebagai salah satu leluhurnya cabang olahraga ini. Dalam buku Sejarah bulutangkis Indonesia yang mengutip Encyclopidia Britanicca edisi tahun 1911 menulis tentang bulutangkis :"Permainan ini tampaknya muncul di Ingrris sekitar tahun 1873, tetapi sebelumnya dimainkan di India yang saat itu masih populer". Keterangan tersebut menjadikan tanda tanya besar Inggris atau India yang merupakan asal muasal bulutangkis.
Saat itu permainan bulutangkis di India dikenal dengan nama "POONA". Poona yang merupakan permainan cepat sangat menarik bagi perwira-perwira Inggris yang menjajah negeri itu. Mereka membawa Poona ke Inggris yang kemudian dikenal dengan nama Badminton. Akhirnya Inggris berperan menyebarkan bulutangkis ke seluruh penjuru dunia. Menurut buku Sejarah Bulutangkis Indonesia, di India sendiri terjadi perkembangan yang luar biasa. Demikian favoritnya membuat orang lupa ke Gereja untuk memainkan permainan ini di lapangan terbuka yang dikenal dengan 'Sunday Badminton'. Badminton dimainkan di Madras, Calcutta dan Bombay. Setelah perang dunia I, perkembangan badminton di India mulai melambat apalagi kalau dibandingkan dengan jajahan Inggris lainnya, Malaya (Malaysia).
Secara umum prestasi India terbilang kurang begitu bersinar di percaturan bulutangkis Internasional. Akan tetapi bukan berarti India tidak pernah mencetak pemain bintang. Beberapa kali muncul bintang bulutangkis India yang walaupun tidak bertahan lama tapi mencetak prestasi cukup baik. Di era 60-an, pemain putra India Dinnas Kanna berhasil keluar dari tekanan pemain Malaysia dan Thailand untuk merebut gelar juara Asia tahun 1965. Kemudian juga terdapat nama Seyd Modi yang menjadi juara Rusia terbuka tahun 1985 dan pesta olahraga persemakmuran, Commanwelth Games 1982. Dibagian putri, pemain India yang sempat muncul ke permukaan adalah Popat Aparna dengan prestasi terbaik sebagai juara Perancis Terbuka 1998. Kemudian disusul oleh Saina Nehwal yang menjuarai Grand Prix berbintang empat Philipina Terbuka tahun 2006 setelah di final menundukkan pemain Malaysia Wong Pei Julia. Pada perempat final Saina mengalahkan jagoan Jerman asal China, Xu Huaiwen.
Prestasi yang paling fenomenal bagi India dicetak oleh dua pemain putra yang berbeda generasi yakni Prakas Padukone dan Pulilla Gophicand. Tahun 1980, Prakash Padukone berhasil menjuarai turnamen bergengsi All England dengan mengalahkan jagoan Indonesia, Liem Swie King. Prestasi lain pemain yang merupakan ayah dari artis Deepika Padukone ini diantaranya menjadi juara Belanda Terbuka 1982, Swedia Terbuka 1980, Denmark Terbuka 1979 dan Commanwelt Games 1978. Jejak Prakash sebagai kampium di All England diikuti juniornya Pulella Gophicand yang menjadi juara tahun 2001. Pemain kelahiran tahun 1973 tersebut mengalahkan andalan China, Cheng Hong di babak akhir.
Pada turnamen India terbuka tahun ini, India mengandal trio tunggal Anup Sridhar, Chetan Anand dan Anand Pawar. Tahun lalu Anup berhasil masuk 8 besar kejuaraan dunia sebelum takluk dari sang juara, Lin Dan. Tetapi pada babak sebelumnya Anup mengkandaskan andalan Indonesia, Taufik Hidayat. Sedangkan rekannya Anand Pawar menunjukkan prestasi cukup baik awal tahun ini dengan meraih juara di turnamen-turnamen kecil di Eropa. Gelar juara diperoleh pada turnamen Portugesse International dengan mengalahkan pemain Inggris Carl Baxter 21-15 21-8. Gelar berikutnya didapat pada turnamen Austrian International. Dia berhasil menjadi juara diantara pemenang dari negara besar bulutangkis dimana gelar juara ganda putra direbut Frans Kurniawan / Rendra Wijaya (INA) dan tiga gelar lainnya diboyong China. Sementara itu dibagian putri, India masih bertumpu pada Saina Nehwal. Penampilan Saina pada India Open mempunyai arti tersendiri karena diselenggarakan di kota tempat kelahirannya,Hyderabad. Penampilan pemain-pemain tuan rumah ini menarik untuk ditunggu apakah mereka mampu membuat kejutan sekaligus mengingatkan dunia bahwa India adalah leluhur bulutangkis. Semua nya akan terjawab lewat penampilan mereka minggu ini.
Published :
www.bulutangkis.com (01 April 2008)
www.badminton-indonesia.com (02 April 2008)
Meskipun minim pengalaman sebagai penyelenggara turnamen besar bulutangkis tetapi India bisa disebut sebagai salah satu leluhurnya cabang olahraga ini. Dalam buku Sejarah bulutangkis Indonesia yang mengutip Encyclopidia Britanicca edisi tahun 1911 menulis tentang bulutangkis :"Permainan ini tampaknya muncul di Ingrris sekitar tahun 1873, tetapi sebelumnya dimainkan di India yang saat itu masih populer". Keterangan tersebut menjadikan tanda tanya besar Inggris atau India yang merupakan asal muasal bulutangkis.
Saat itu permainan bulutangkis di India dikenal dengan nama "POONA". Poona yang merupakan permainan cepat sangat menarik bagi perwira-perwira Inggris yang menjajah negeri itu. Mereka membawa Poona ke Inggris yang kemudian dikenal dengan nama Badminton. Akhirnya Inggris berperan menyebarkan bulutangkis ke seluruh penjuru dunia. Menurut buku Sejarah Bulutangkis Indonesia, di India sendiri terjadi perkembangan yang luar biasa. Demikian favoritnya membuat orang lupa ke Gereja untuk memainkan permainan ini di lapangan terbuka yang dikenal dengan 'Sunday Badminton'. Badminton dimainkan di Madras, Calcutta dan Bombay. Setelah perang dunia I, perkembangan badminton di India mulai melambat apalagi kalau dibandingkan dengan jajahan Inggris lainnya, Malaya (Malaysia).
Secara umum prestasi India terbilang kurang begitu bersinar di percaturan bulutangkis Internasional. Akan tetapi bukan berarti India tidak pernah mencetak pemain bintang. Beberapa kali muncul bintang bulutangkis India yang walaupun tidak bertahan lama tapi mencetak prestasi cukup baik. Di era 60-an, pemain putra India Dinnas Kanna berhasil keluar dari tekanan pemain Malaysia dan Thailand untuk merebut gelar juara Asia tahun 1965. Kemudian juga terdapat nama Seyd Modi yang menjadi juara Rusia terbuka tahun 1985 dan pesta olahraga persemakmuran, Commanwelth Games 1982. Dibagian putri, pemain India yang sempat muncul ke permukaan adalah Popat Aparna dengan prestasi terbaik sebagai juara Perancis Terbuka 1998. Kemudian disusul oleh Saina Nehwal yang menjuarai Grand Prix berbintang empat Philipina Terbuka tahun 2006 setelah di final menundukkan pemain Malaysia Wong Pei Julia. Pada perempat final Saina mengalahkan jagoan Jerman asal China, Xu Huaiwen.
Prestasi yang paling fenomenal bagi India dicetak oleh dua pemain putra yang berbeda generasi yakni Prakas Padukone dan Pulilla Gophicand. Tahun 1980, Prakash Padukone berhasil menjuarai turnamen bergengsi All England dengan mengalahkan jagoan Indonesia, Liem Swie King. Prestasi lain pemain yang merupakan ayah dari artis Deepika Padukone ini diantaranya menjadi juara Belanda Terbuka 1982, Swedia Terbuka 1980, Denmark Terbuka 1979 dan Commanwelt Games 1978. Jejak Prakash sebagai kampium di All England diikuti juniornya Pulella Gophicand yang menjadi juara tahun 2001. Pemain kelahiran tahun 1973 tersebut mengalahkan andalan China, Cheng Hong di babak akhir.
Pada turnamen India terbuka tahun ini, India mengandal trio tunggal Anup Sridhar, Chetan Anand dan Anand Pawar. Tahun lalu Anup berhasil masuk 8 besar kejuaraan dunia sebelum takluk dari sang juara, Lin Dan. Tetapi pada babak sebelumnya Anup mengkandaskan andalan Indonesia, Taufik Hidayat. Sedangkan rekannya Anand Pawar menunjukkan prestasi cukup baik awal tahun ini dengan meraih juara di turnamen-turnamen kecil di Eropa. Gelar juara diperoleh pada turnamen Portugesse International dengan mengalahkan pemain Inggris Carl Baxter 21-15 21-8. Gelar berikutnya didapat pada turnamen Austrian International. Dia berhasil menjadi juara diantara pemenang dari negara besar bulutangkis dimana gelar juara ganda putra direbut Frans Kurniawan / Rendra Wijaya (INA) dan tiga gelar lainnya diboyong China. Sementara itu dibagian putri, India masih bertumpu pada Saina Nehwal. Penampilan Saina pada India Open mempunyai arti tersendiri karena diselenggarakan di kota tempat kelahirannya,Hyderabad. Penampilan pemain-pemain tuan rumah ini menarik untuk ditunggu apakah mereka mampu membuat kejutan sekaligus mengingatkan dunia bahwa India adalah leluhur bulutangkis. Semua nya akan terjawab lewat penampilan mereka minggu ini.
Published :
www.bulutangkis.com (01 April 2008)
www.badminton-indonesia.com (02 April 2008)
Menimbang Penerapan Konsep Liga Super Pada Super Liga
Perhatian sebagian pecinta olahraga Indonesia saat ini tertuju pada persiapan klub-klub sepak bola dalam menghadapi Liga Super. Badan Liga Indonesia (BLI) yang menjadi kepanjangan tangan PSSI sebagai sudah menetapkan berbagai syarat bagi klub yang akan mengikuti ajang tersebut yang bertujuan menjadikan sepakbola sebagai industri olahraga yang profesional. Klub-klub tersebut harus berbentuk PT, memiliki stadion yang berkualifikasi A dan pelatih dengan dengan sertfikasi tertentu. Format kompetisi mengacu pada liga-liga besar dengan sistem kompetisi penuh dengan pertandingan dilakukan kandang dan tandang (Home-Away). Format semifinal dan final dihilangkan dan penentuan pemenang diganti dengan sistem Nilai. Pemain asing yang boleh tampil merupakan pemain yang berasal dari liga dengan strata tertentu. Dalam hal pembinaan, klub yang ikut Liga Super harus memiliki tim U-19/U-21 yang juga bermain dalam sebuah kompetisi yang diatur oleh BLI.
Bulutangkis sebagai olahraga yang juga tidak kalah populer di negeri ini juga mempunyai Liga Bulutangkis. Event yang diorganisir oleh badan superliga badminton Indonesia ini berhasil menyelenggarakan liga bulutangkis untuk pertama kalinya pada bulan juli tahun silam. Sebenarnya sistem yang dianut tidak jauh beda dengan kejurnas antar klub dengan format setengah kompetisi pada penyisihan dan dilanjutkan dengan babak semifinal dan final. Beda nya hanya pada diperbolehkannya pemain asing tampil membela klub. Pemain-pemain kelas dunia seperti Cheng Hong, Ronald Susilo, Kendrick Lee, Wang Cheng dan Petya Nedelcheva memperkuat beberapa klub peserta Super Liga.
Pada penyelenggaraan tahun ini belum terdengar wacana perubahan dari badan super liga maupun dari PBSI. Waktu penyelenggaraan pun masih dalam tanda tanya, mengingat Indonesia juga akan menyelenggarakan hajatan besar Piala Thomas - Uber dan Indonesia Open Superseries. Mengingat waktu masih panjang buat PBSI maka ada baiknya mencoba mengkaji konsep Liga Super nya PSSI menjadi wacana konsep buat super liga bulutangkis. Walaupun kita ketahui prestasi PSSI dalam dunia Internasional belum teruji tetapi konsep Liga Super merupakan konsep yang sudah teruji di berbagai belahan penjuru dunia yang diantaranya sudah menjadi standar organisasi sepak bola dunia, FIFA.
Pembentukan perseroan terbatas buat klub bulutangkis bukan suatu hal yang sulit. Selama ini klub bulutangkis memang sudah profesional dalam hal pendanaan dibandingkan sepak bola yang lebih banyak disubsidi dana APBD. Nilai positif dari pembentukan PT (Perseroan Terbatas) pada klub bulutangkis bertujuan lebih menggali lagi potensi industri olahraga seperti merchandise klub dan pengelolaan fans klub. Standarisasi gedung olahraga dan sertifikasi pelatih akan berdampak baik demi kemajuan. Gedung olahraga yang sudah distandarisasi akan memberikan kenyamanan dan keamanan pada aktifitas pertandingan. Sedangkan pelatih yang bersertifat diharapkan tidak hanya memiliki kemampuan teknis tetapi juga mengatasi kendala mental pemainnya.
Format kompetisi penuh dengan sitem home away dapat meningkatkan animo masyarakat dalam menonton bulutangkis bermutu secara luas. Kita dapat membayangkan ketika Djarum menjamu SGS Elektrik, maka masyarakat Kudus tidak perlu mengeluarkan ongkos banyak untuk melihat permainan pemain SGS, Taufik Hidayat. Demikian juga sebaliknya masyarakat Bandung bisa menonton pemain ganda Luluk Hadiyanto ketika Djarum dijamu SGS. Pertandingan dapat dilaksanakan akhir pekan saat tidak ada event besar Internasional. Masyarakat pecinta bulutangkis tidak perlu meninggalkan aktfitas profesi-nya dan dapat bergembira dengan menonton bulutangkis pada hari libur.
Persyaratan lain yang mengharuskan klub memiliki tim yunior yang mengikuti liga bisa jadi menjadi solusi lambatnya regenerasi pemain nasional Indonesia. Kalau pada sepak bola ditetapkan klub harus memiiliki tim U-19/ U-21 maka untuk bulutangkis sebaiknya dibuat lebih muda pada U-16 atau U-14. Hal ini karena pada usia 19-21, seorang pemain bulutangkis sudah bisa setara dengan pemain senior seperti yang ditunjukkan pemain Korea, Lee Young Dae. Pemain yang masih berusia sekitar 20 tahun ini baru saja menunjukkan kelasnya dengan menjadi juara di empat turnamen berturut-turut mulai dari Korea open, German Open, All England dan Swiss Open.
Setiap sesuatu yang memiliki kelebihan pasti terselip kelemahannya. Pada konsep kompetisi penuh dan rentang waktu yang panjang akan menyulitkan klub untuk mengontrak pemain asing. Kalau pun ada pemain asing yang bersedia maka klub akan mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk transportasi dan akomodasi setiap pertandingan. Semua kelebihan dan kekurangan yang dipaparkan perlu didalami lebih lanjut segala kemungkinannya. Sebagai kesimpulan diperlukan sebuah studi banding konsep liga dari cabang olahraga lain dan dikaji penerapannya buat kemajuan bulutangkis.
Published :
www.bulutangkis.com (18 Maret 2008)
www.badminton-indonesia.com (18 Maret 2008)
www.sekolahbadminton.com (21 Maret 2008)
Bulutangkis sebagai olahraga yang juga tidak kalah populer di negeri ini juga mempunyai Liga Bulutangkis. Event yang diorganisir oleh badan superliga badminton Indonesia ini berhasil menyelenggarakan liga bulutangkis untuk pertama kalinya pada bulan juli tahun silam. Sebenarnya sistem yang dianut tidak jauh beda dengan kejurnas antar klub dengan format setengah kompetisi pada penyisihan dan dilanjutkan dengan babak semifinal dan final. Beda nya hanya pada diperbolehkannya pemain asing tampil membela klub. Pemain-pemain kelas dunia seperti Cheng Hong, Ronald Susilo, Kendrick Lee, Wang Cheng dan Petya Nedelcheva memperkuat beberapa klub peserta Super Liga.
Pada penyelenggaraan tahun ini belum terdengar wacana perubahan dari badan super liga maupun dari PBSI. Waktu penyelenggaraan pun masih dalam tanda tanya, mengingat Indonesia juga akan menyelenggarakan hajatan besar Piala Thomas - Uber dan Indonesia Open Superseries. Mengingat waktu masih panjang buat PBSI maka ada baiknya mencoba mengkaji konsep Liga Super nya PSSI menjadi wacana konsep buat super liga bulutangkis. Walaupun kita ketahui prestasi PSSI dalam dunia Internasional belum teruji tetapi konsep Liga Super merupakan konsep yang sudah teruji di berbagai belahan penjuru dunia yang diantaranya sudah menjadi standar organisasi sepak bola dunia, FIFA.
Pembentukan perseroan terbatas buat klub bulutangkis bukan suatu hal yang sulit. Selama ini klub bulutangkis memang sudah profesional dalam hal pendanaan dibandingkan sepak bola yang lebih banyak disubsidi dana APBD. Nilai positif dari pembentukan PT (Perseroan Terbatas) pada klub bulutangkis bertujuan lebih menggali lagi potensi industri olahraga seperti merchandise klub dan pengelolaan fans klub. Standarisasi gedung olahraga dan sertifikasi pelatih akan berdampak baik demi kemajuan. Gedung olahraga yang sudah distandarisasi akan memberikan kenyamanan dan keamanan pada aktifitas pertandingan. Sedangkan pelatih yang bersertifat diharapkan tidak hanya memiliki kemampuan teknis tetapi juga mengatasi kendala mental pemainnya.
Format kompetisi penuh dengan sitem home away dapat meningkatkan animo masyarakat dalam menonton bulutangkis bermutu secara luas. Kita dapat membayangkan ketika Djarum menjamu SGS Elektrik, maka masyarakat Kudus tidak perlu mengeluarkan ongkos banyak untuk melihat permainan pemain SGS, Taufik Hidayat. Demikian juga sebaliknya masyarakat Bandung bisa menonton pemain ganda Luluk Hadiyanto ketika Djarum dijamu SGS. Pertandingan dapat dilaksanakan akhir pekan saat tidak ada event besar Internasional. Masyarakat pecinta bulutangkis tidak perlu meninggalkan aktfitas profesi-nya dan dapat bergembira dengan menonton bulutangkis pada hari libur.
Persyaratan lain yang mengharuskan klub memiliki tim yunior yang mengikuti liga bisa jadi menjadi solusi lambatnya regenerasi pemain nasional Indonesia. Kalau pada sepak bola ditetapkan klub harus memiiliki tim U-19/ U-21 maka untuk bulutangkis sebaiknya dibuat lebih muda pada U-16 atau U-14. Hal ini karena pada usia 19-21, seorang pemain bulutangkis sudah bisa setara dengan pemain senior seperti yang ditunjukkan pemain Korea, Lee Young Dae. Pemain yang masih berusia sekitar 20 tahun ini baru saja menunjukkan kelasnya dengan menjadi juara di empat turnamen berturut-turut mulai dari Korea open, German Open, All England dan Swiss Open.
Setiap sesuatu yang memiliki kelebihan pasti terselip kelemahannya. Pada konsep kompetisi penuh dan rentang waktu yang panjang akan menyulitkan klub untuk mengontrak pemain asing. Kalau pun ada pemain asing yang bersedia maka klub akan mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk transportasi dan akomodasi setiap pertandingan. Semua kelebihan dan kekurangan yang dipaparkan perlu didalami lebih lanjut segala kemungkinannya. Sebagai kesimpulan diperlukan sebuah studi banding konsep liga dari cabang olahraga lain dan dikaji penerapannya buat kemajuan bulutangkis.
Published :
www.bulutangkis.com (18 Maret 2008)
www.badminton-indonesia.com (18 Maret 2008)
www.sekolahbadminton.com (21 Maret 2008)
Subscribe to:
Posts (Atom)