Wednesday, October 8, 2008

Strategi Non Fair Play Korea Berbalik Arah

Sebelum final Piala Thomas berlangsung seakan strategi mengalah tim Thomas Korea Selatan di babak penyisihan grup merupakan tindakan yang tepat. Babak penyisihan grup dianggap sebagai pertandingan yang tidak berguna karena tidak ada tim yang tersisih. Tindakan Korea Selatan ini membuat BWF akan mengkaji ulang sistem pertandingan Piala Thomas dan Uber. Korea tergabung di grup B bersama Inggris dan Malaysia. Kemungkinan-kemungkinan yang terjadi seandainya menjadi juara grup maka akan bertemu China di semifinal, runner up grup akan bertemu Indonesia di perempat final dan posisi ketiga maka bertemu Indonesia di semifinal. Akhirnya korea memilih alternatif ketiga.

Pada pertandingan pertama melawan Inggris, Korea mencoba tunggal keempatnya Hong Ji Hoon menjadi tunggal pertama melawan tunggal pertama Inggris Andrew Smith dan kalah dengan skor ketat 19-21 21-18 16-21. Untuk tunggal kedua dan ketiga, Korea menurunkan pemain ganda nya Lee Jae Jin daan Hwang Ji Man sedangkan pemain tunggal Park Sung Hwan dan Lee Young Ill berpasangan sebagai ganda kedua. Semua nya kalah dari tim Inggris kecuali ganda pertama Lee Young Dae yang berpasangan dengan pemain tunggal lainnya Shon Seung Mo. Pertandingan berikutnya melawan Malaysia, mereka mulai menurunkan tunggal ketiga Shon Seung Mo sebagai tunggal pertama dan Hong Ji Hoon sebagai tunggal kedua berhadapan dengan Wong Choon Han. Kemudian tunggal ketiga tetap diisi pemain ganda Hwang Ji Man. Turun sebagai pemain ganda pertama adalah pasangan acak, Lee Jae Jin / Jung Jae Sung dan ganda kedua Lee Young Dae / Hong Ji Hoon. Hasilnya hanya pasangan ganda pertama mereka yang bisa mengatasi tim Malaysia.

Sampai tahap ini, strategi Korea yang oleh sebagian orang dianggap tidak Fair Play tersebut ternyata cukup berhasil. Misi mereka untuk menempati posisi juru kunci di grup B tercapai. Bahkan mereka bisa menguji pemain muda mereka yang menempati tunggal keempat Hong Ji Hoonuntuk bertanding melawan tunggal pertama Inggris dan tunggal kedua Malaysia. Ini cukup positif dibandingkan Indonesia yang tidak sempat menguji penampilan Tommy Sugiarto sekalipun dalam Piala Thomas kali ini. Korea sendiri baru menurunkan tim yang sesungguhnya saat melawan Kanada, Denmark dan Indonesia sampai menuju puncak perebutan tropi tertinggi beregu putra dunia.

Akhirnya Korea menerima buah pahit dari sikap tidak fair play nya itu pada babak final. Saat itu Korea tertinggal 1-2 setelah China unggul melalui tunggal pertama dan kedua, sedangkan Korea unggul di ganda pertama. Korea sangat yakin akan menyamakan kedudukan melalui ganda kedua mereka Lee Jae Jin / Hwang Ji Man berdasarkan prestasi sebelum Piala Thomas berlangsung. Lee / Hwang berhasil meraih gelar juara Jerman terbuka, finalis All England dan Semi final kejuaraan Asia. Sedangkan lawannya pasangan China Xie Xongbo / Guo Zhendong memang berhasil merebut gelar juara India Open tetapi dalam turnamen lainnya tahun ini tidak sekalipun tembus babak semifinal. Pada saat kritis tersebut pasangan Korea akhirnya takluk dari pasangan China sekaligus mengubur impian Korea untuk merebut piala Thomas pertamanya. Menurut pakar sekaligus pelatih bulutangkis, Bung Indra Gunawan pada siaran televisi mengatakan kekalahan pasangan Korea tersebut karena penampilan mereka seperti masih mencoba-coba lapangan. Indra beralasan karena sebelum final Lee / Hwang hanya sekali tampil bersama saat lawan Denmark. Pada penyisihan mereka tampil dinomor tunggal sedangkan saat melawan Indonesia dan Kanada mereka batal turun karena Korea sudah unggul 3-0 duluan.

Dari kasus tersebut terlihat bahwa Korea tidak memperoleh manfaat sama sekali sikap Non Fair Play mereka. Kalau dianggap Lee / Hwang bisa lebih bertenaga saat final, juga tidak benar karena mereka diturunkan pada nomor tunggal. Lagipula untuk pemain sekelas mereka waktu istirahat satu hari menjelang semifinal atau menjelang final sudah cukup untuk memulihkan kondisi. Kekompakan Lee / Hwang yang diperlihatkan saat All England kurang terlihat malam itu.

Kasus Korea ini sebenarnya bukan hanya preseden buruk buat timnya sendiri tetapi juga buat perbulutangkisan secara luas. Penonton baik di stadion maupun di depan televisi seharusnya mendapat suguhan pertandingan kelas dunia di Piala Thomas hanya mendapatkan tontonan main-main dari Korea. Demikian pula terhadap citra penyelenggaraan Piala Thomas sendiri ikut tercoreng karena kelemahan sistem pertandingan. Strategi tim memang diperlukan tetapi seharusnya tetap dalam koridor sportifitas. Apalagi sebelumnya tim China juga sering menerapkan strategi main sabun untuk mengkatrol peringkat rekan setimnya pada berbagai turnamen. Bahkan dimedia massa, Lee Yong Bo sempat mengakui telah mengatur hasil pertandingan di level sekelas Olimpiade.

Indonesia lebih berbangga hati walaupun belum berhasil menjadi yang terbaik tetapi telah menampilkan nilai sportifitas dan semangat fair play yang tinggi. Hal itu tidak hanya ditunjukkan oleh pemain-pemainnya yang bertanding tetapi juga seluruh komponen kejuaraan ini seperti wasit dan hakim garis. Sesuatu yang berbeda ketika China dan Korea menjadi tuan rumah. Kasus Markis Kidho / Hendra Setiawan di China Open tahun lalu atau kasus Lin Dan di Korea Open tahun ini merupakan contoh yang tidak ditiru oleh Indonesia. Maka berbanggalah dengan sikap Sportifitas dan Pair Play untuk kemajuan bulutangkis itu sendiri.

www.bulutangkis.com (21 Mei 2008)
www.badminton-indonesia.com (21 Mei 2008)

No comments: