Wednesday, October 8, 2008

Semangat Hari Pendidikan Nasional Bagi Mahasiswa Bulutangkis

Tanggal 2 Mei lalu, Pelajar di seluruh penjuru tanah air melaksanakan upacara memperingati hari Pendidikan Nasional. Pada tanggal tersebut tahun 1889 lahir seseorang yang kemudian menjadi tokoh pendidikan nasional bernama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Beliau yang dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara telah menulis ratusan artikel tentang pendidikan dan mendirikan sekolah Taman Siswa. Kegigihannya dalam perjuangan kemerdekaan dan pendidikan menyebabkan beliau sempat dihukum oleh pemerintah kolonial Belanda. Setelah Indonesia merdeka beliau diangkat menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pertama Indonesia.

Sekarang pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam pembangunan bangsa. Pendidikan milik semua kalangan apapun profesinya. Demikian juga dengan atlet bulutangkis, pendidikan dapat menjadi bekal berharga setelah gantung raket. Tetapi kendala pembagian waktu dengan latihan membuat pendidikan atlet bulutangkis sering terabaikan.

Suatu hal yang sangat kebetulan dua hari setelah bangsa ini merayakan hari pendidikan nasional, beberapa pemain bulutangkis Indonesia bertanding pada kejuaraan bulutangkis antar universitas sedunia yang diselanggarakan tanggal 4-11 Mei 2008 di Braga Portugal. Mahasiswa Indonesia diturunkan antara lain Ahmad Rivai, Bona Septano, Davin Prawissa, Rio Willianto, Nitya Krishinda, Nadya Melati, Belaetrix Manuputy dan Devi Tika Permatasari. Beberapa nama tersebut merupakan pemain-pemain Pelatnas dan klub Ratih Banten.

Turnamen yang berlabel World University Badminton Championships ini merupakan penyelenggaraan yang kesepuluh kali. Sebelumnya pada penyelenggaraan kesembilan tahun 2006 di Wuhan (China), Mahasiswa Indonesia gagal meraih satu gelar juara pun. Pemenang turnamen ini adalah Gong Wijie-CHN (MS), Wang Yihan-Chn (WS), Huang Shih Chung / Chen Hung Ling-Tpe (WD), Pan Pan / Feng Cheng-Chn (WD) dan He Hanbing / Feng Cheng-Chn (XD). Prestasi terbaik mahasiswa Indonesia dicatat pasangan ganda putri Nitya Krishinda / Nadya Melati yang menembus babak semifinal sebelum dikalahkan Pan Pan / Feng cheng 12-21 15-21.

Kegagalan menjadi juara juga diderita Indonesia pada penyelenggaran kedelapan tahun 2004 di Kasetsart University, Bangkok, Thailand. Saat itu pemain Indonesia yang diperkuat Alamsyah Yunus, Taufiq Hidayat Akbar, Siti Mahiroh, Purwanti dkk tidak berhasil menempatkan satu pun wakilnya babak empat besar. Pemain tuan rumah, Bonsak Polsana berhasil merebut gelar juara tunggal putra sekaligus menempatkan Thailand menjadi juara umum dengan 3 gelar juara. Dua gelar lainnya dinomor putri dibagi antara China dan China Taepei.

Keberhasilan Bonsak Polsana berlanjut dengan keberhasilan menyelesaikan pendidikan sehingga mendapatkan gelar sarjana. Suatu hal yang membanggakan bagi dirinya karena pemain-pemain lain yang berprestasi pada ajang tersebut tidak diketahui kelanjutan studinya. Demikian pula dengan pemain-pemain Indonesia sehingga menimbulkan pertanyaan apakah status mahasiswa tersebut hanya sekedar untuk mengikuti turnamen. Kalau itu yang terjadi maka sangat disayangkan karena Bonsak Polsana telah memberikan contoh bahwa seorang atlet bisa berprestasi dan berhasil dalam studinya.

Dengan semangat hari pendidikan nasional diharapkan mahasiswa sekaligus atlet bulutangkis yang sedang berlaga di Portugal dapat mencetak prestasi lebih baik dari dua penyelenggaraan sebelumnya. Dan akan menjadi lebih sempurna lagi kalau mahasiswa-mahasiswa tersebut bisa menyelesaikan studi dengan baik. Pertanyaan bahwa mahasiswa sekedar status untuk bertanding bisa dijawab dengan gelar kesarjanaan. Berhasil dalam dua bidang dalam waktu bersamaan merupakan hal yang sangat sulit. Tetapi contoh dari Bonsak Polsana dan semangat perjuangan Ki Hajar Dewantara bisa membuat sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin.

Published :
www.bulutangkis.com (02 Mei 2008)
www.badminton-indonesia.com (02 Mei 2008)

No comments: