Dua turnamen bergengsi diselanggarakan dalam waktu yang bersamaan. Denmark terbuka yang merupakan bagian dari turnamen super series di level senior, sedangkan dilevel junior berlangsung Kejuaraan Dunia yang minggu lalu memainkan partai beregu campuran. Hasil dalam dua turnamen tersebut cukup mengecewakan buat tim Indonesia. Pada Denmark Open, Indonesia turun dengan kekuatan penuh ditambah dukungan beberapa pemain muda dari klub Djarum Kudus ternyata prestasi terbaik hanya menempatkan Markis Kidho / Hendra Setiawan di Semifinal. Hasil lebih ironis dalam kejuaraan dunia beregu campuran Junior. Tim Indonesia juga turun dengan kekuatan terbaiknya gagal melaju ke Semifinal setelah ditundukkan tim bukan unggulan, Singapura. Akhirnya Indonesia hanya menempati peringkat ke-6 dibawah China, Korea, Singapura, Malaysia dan Jepang. Pada perebutan peringkat ke-5, Indonesia dikalahkan Jepang. Tim Indonesia junior ini diisi pemain-pemain yang berperingkat 100 besar dunia seperti Pia Zebadiah, Maria Febe, Richi Puspita, Afiat dan Yuris Wirawan. Dengan hasil tersebut, maka tahun-tahun mendatang Indonesia tidak hanya tertinggal dari China, Malaysia dan Korea tetapi juga akan tertinggal dari Jepang dan Singapura. Timbul pertanyaan dari benak kita, siapa yang akan meneruskan kejayaan bulutangkis Indonesia di masa mendatang?
Satu-satunya nomor yang regenerasinya yang berjalan lumayan bagus adalah nomor ganda putra. Selepas era Ricky / Rexy, tongkat estapet berpindah ke tangan Chandra / Sigit dan Tony / Halim berlanjut ke Luluk / Alvent dan terakhir Markis Kidho / Hendra. S. Dengan umur yang masih muda sudah berhasil menjuarai berbagai turnamen walaupun belum sestabil pendahulunya, pasangan ini merupakan harapan masa depan bulutangkis Indonesia. Dibawah mereka sudah siap menunggu pasangan-pasangan seperti Rian S/ Yonathan dan Afiat / Yuris untuk menjadi pelapis. Sayangnya dinomor ini terjadi eksodus besar-besaran dari Pelatnas. Mulai dari Rian Sukmawan, Frans Kurniawan, Yonathan S dan Rendra Wijaya memilih bergabung dengan klub Djarum Kudus. Pemain muda lainnya, Yoga Ukikasah juga keluar Pelatnas untuk pindah berkarir di Singapura. Khabar terakhir pasangan Fernando / Subakti akan bubar karena Subakti berencana juga meninggalkan kompleks Cipayung.
Dinomor tunggal putra, kemungkinan regenerasinya akan terputus kalau pembina bulutangkis negeri ini tidak segera berbenah. Penampilan Taufik Hidayat sudah mulai menurun sedangkan pelapisnya Simon dan Sony belum stabil. Dibawah mereka hanya ada Tommy Sugiarto yang berpotensi sebagai pelapis. Sedangkan generasi berikutnya seperti Indra Bagus, Bandar Sigit atau beberapa pemain yang terjun pada kejuaraan dunia saat ini seperti Rahmat Adianto, Nandang dan Adi Pratama belum menunjukkan prestasi yang bagus di turnamen Junior Internasional
Dibagian putri malah lebih memprihatinkan. Selepas era Susi, Mia, Finarsih, Lili Tampi, belum ada pemain putri Indonesia yang berhasil mencapai puncak tertinggi. Harapan sempat terlihat ketika Lilyana Natsir / Vita Marissa berhasil menjuarai China master super series. Tetapi dengan umur Vita yang semakin senior, diharapkan PBSI segera menemukan bibit-bibit baru yang potensial, sambil mematangkan stok yang sudah ada seperti Yulianti, Richi, endang, rani, Nitya, Lita, Nadia. Sementara untuk tunggal putri tantangannya sangat berat. China yang mengusai nomor ini sudah punya regenerasi berlapis. Perbandingannya antara Pia Zebadiah dari Indonesia dan Wang Lin dari China yang berangkat pada level yang sama, tetapi dalam dua tahun sampai saat ini sudah terlihat jauh perbedaaannya. Wang Lin sudah menunjukkan potensi dengan meraih beberapa gelar juara. Harapan generasi penerus di nomor ini selain Pia adalah pemain pelatnas Febby Angguni dan pemain Djarum Maria Febe. Mudah-mudah pembina negeri ini bisa mematangkan mereka.
Dinomor ganda campuran juga masih mengandalkan pemain senior seperti Nova, Flandy dan Vita. Prestasi nomor ini paling bagus dalam setahun terakhir ini, tetapi perlu dipikirkan regenerasi setelah Olimpiade nanti karena pemain seperti Nova dan Flandy sudah tidak muda lagi. Harapan sebenarnya muncul dari M. Rizal / Greysia Poli yang sudah masuk peringkat 12 besar dunia. Sayang pasangan ini dipisah karena Greysia Polli lebih berkonsentrasi dinomor ganda putri. Pelapis dinomor ini masih cukup bisa diharapkan dengan adanya pasangan Devin Lahardi / Lita Nurlita, Lingga / Nitya K dan Ahmad Tantowi / Yulianti.
Berbicara stok pemain juga tidak terlepas dari sistem yang dibuat. Tahun ini sistem promosi dan degradasi Pelatnas atau seleknas ditiadakan. Ini merupakan preseden buruk buat pebulutangkis kita. Kesempatan bagi pemain muda untuk meningkatkan karirnya semakin sempit. Seharusnya Seleknas digelar secara rutin dan berkesinambungan misalnya setiap enam bulan. Ini memberikan motivasi bagi pemain non pelatnas yang ingin masuk pelatnas juga pemain yang terdegradasi dari Pelatnas tidak putus asa karena bisa ikut seleknas kembali.
PBSI juga bisa melakukan terobosan lain seperti meminta pengda-pengda untuk menyelenggarakan turnamen diluar pemain peringkat atas nasional setiap bulannya. Para juara turnamen pada bulan Januari misalnya dikirimkan ke turnamen Internasional di bulan Februari dan seterusnya, sehingga persaingan akan menjadi lebih kompetitif. Kalau ide ini diterapkan maka gelora potensi-potensi yang putus harapan karena susahnya menembus sistem bisa bangkit kembali. Mudah-mudahan PBSI dan insan perbulutangkisan Indonesia memikirkan ini.
Published :
www.bulutangkis.com (30 Oktober 2007)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment