Tarkam merupakan suatu ajang pertandingan yang merupakan kepanjangan dari tarikan kampung atau antar kampung. Beberapa cabang olahraga yang populer di masyarakat menjadi cabang yang diminati dalam event ini seperti sepak bola dan bola volly. Sepintas tidak ada yang aneh dengan event tarkam ini. Namun ketika mengamati lebih dalam ditemukan hal menarik dari ajang ini karena terkadang yang tampil bukanlah pemain kelas kampung seperti nama ajangnya. Tidak jarang pemain sekelas Pelatda tingkat kabupaten, pelatda tingkat propinsi bahkan pemain pelatnas atau pemain nasional ikut meramaikannya.
Kenyataan tersebut juga terjadi dalam cabang bulutangkis. Sudah menjadi rahasia umum bahwa pebulutangkis kita dari berbagai level sering terjun di arena tarkam. Alasan pemain-pemain tersebut pun beragam mulai sekedar refreshing sampai benar-benar tujuan untuk mencari uang. Bagi penyelenggara ajang tarkam juga memiliki beragam kepentingan. Tujuan yang umum bagi penyelenggara antara lain sarana promosi suatu produk. Promosi produk tertentu bahkan lebih efektif dan efisien di arena Tarkam. Efektif karena promosi produknya langsung sampai ke sasarannya dan efisien karena bisa memotong biaya-biaya birokrasi dibandingkan mengadakan turnamen resmi yang tercatat sebagai kalender PBSI. Image lain dari tarkam adalah adu gengsi tokoh daerah. Tidak jarang tokoh-tokoh daerah mengeluarkan uang pribadi nya sampai puluhan juta rupiah untuk menunjukkan eksistensinya di daerah tersebut. Ada juga sisi negatif kerap mengiringi arena tarkam karena dimanfaatkan oknum tertentu sebagai ajang judi.
Terdapat dua tipe pertandingan tarkam yang sering mengundang pemain hebat. Tipe yang pertama ada dalam bentuk suatu turnamen. Pemain bayaran untuk tarkam bisa saja tidak dibayar bila uang hadiahnya menggiurkan. Namun ada juga yang minta uang tampil disamping uang hadiah turnamen. Tipe kedua adalah sistem pertandingan persahabatan dimana pertandingan selesai dalam satu hari. Untuk tipe kedua ini pemain memang dibayar untuk tampil. Dari penelusuran penulis di lapangan, tarif untuk tarkam ini disesuaikan dengan level pemain-pemain tersebut. Pemain sekelas Pelatda biasa mendapat bayaran 250 ribu sampai 300 ribu, sedangkan untuk pemain pelatnas yunior tarifnya mencapai 600-700 ribu. Uang tampil untuk pemain senior lebih tinggi lagi mencapai lebih dari satu juta, bahkan pemain paling top negeri ini bisa mendapat bayaran sampai lima juta rupiah. Uang tampil ini cukup fantastis karena mereka hanya main satu sampai dua kali.
Ajang tarkam ini menjadi cukup menggiurkan dibandingkan ikut turnamen sekelas satelite. Seorang pemain yang ikut turnamen sekelas satelite atas biaya sendiri misalnya di Malaysia Satelitte. Untuk seorang juara akan mendapat hadiah sebesar 9 juta, runner up 4,5 juta dan semifinalis 2 juta. Pertandingan untuk mencapai babak semifinal selama lima hari dan peluang untuk juara-pun lebih sulit karena tantangan juga datang dari pemain asing. Bayangkan biaya yang dikeluarkan seperti transportasi dan penginanapan bila dibandingkan hadiah yang akan diperoleh. Atas alasan tersebut maka buat pemain yang tidak dibiayai oleh Pelatnas maupun klub maka berkarir di Tarkam akhirnya jadi pilihan. Sedangkan untuk sebagian pemain nasional yunior, hari libur latihan tidak sering dimanfaatkan sebagai penambah uang saku. Apalagi minimnya uang saku yang mereka terima dari Pelatnas dan jarangnya mendapat hadiah karena tidak diturunkan di turnamen-turnamen Internasional. Pemain seniorpun kadang juga tertarik ikut karena inilah saatnya mereka mengumpulkan modal sebanyak-banyaknya buat bekal setelah pensiun. Seperti yang kita ketahui pensiunan atlet dinegeri ini belum mendapat perhatian yang cukup.
Bagi pengurus olahraga negeri ini Tarkam merupakan momok yang harus dimusuhi. Ini sebenarnya bisa dimaklumi karena untuk pemain pelatnas akan mengambil waktu istirahat pemainnya, sedangkan untuk pemain yunior bisa menjadi terfokus untuk mencari uang dibandingkan prestasi di turnamen resmi. Tetapi apabila tarkam tersebut bisa dibuatkan suatu sistem untuk memfasilitasinya maka sebenarnya Tarkam adalah potensi bagi perbulutangkisan negeri ini. Bayangkan uang yang dikeluarkan oleh penyelenggara-penyelenggara Tarkam cukup besar. Seandainya ajang tarkam bisa sekaligus sebagai ajang pembinaan atlet-atlet muda maka tarkam akan menjadi lumbung calon-calon atlet. Misalnya seorang pemain level pelatda atau pelatnas harus berpasangan dengan pemain muda untuk bertanding dengan pemain pelatnas dengan pemain muda dari tim lawannya. Kesempatan seperti ini akan sangat berarti bagi pemain muda untuk meningkatkan kualitas permainannya.
Pengurus organisasi olahraga negeri perlu memikirkan lagi bagaimana Tarkam yang selama ini lebih dianggap sebagai musuh dapat dikreasikan sebagai mitra ajang pembinaan atlet muda. Solusi-solusi yang bisa mendukung seperti mempermudah birokrasi dan standarisasi menjadi suatu turnamen resmi PBSI, memberikan levelling turnamen sampai menyentuh level-level turnamen terendah dan menghapus monopoli sponsorships buat pemain nasional. PBSI sebagai induk olahraga bulutangkis Indonesia sudah selayaknya menjadi payung bagi semua elemen masyarakat perbulutangkisan Indonesia.
Published :
www.bulutangkis.com (17 Desember 2007)
Wednesday, October 8, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment